Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nirwan Dermawan Bakrie
Terpeleset Lumpur, Tergerus Krisis
DALAM enam bulan terakhir, kesibukan Nirwan meningkat luar biasa. Rapat-rapat maraton dijalani penanggung jawab Grup Bakrie ini untuk menghadapi dua soal sekaligus: krisis finansial global dan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
Krisis membuat Grup Bakrie kesulitan membayar utang US$ 1,1 miliar (Rp 11 triliun). Bencana finansial global itu membuat harga semua saham kelompok usaha ini, termasuk angsa emasnya Bumi Resources, ambles. Nirwan bolak-balik menemui pelaku pasar, otoritas bursa efek, regulator dan kreditor, untuk menyelesaikan utangnya. Sementara ini Nirwan berhasil menyelamatkan perahu Bakrie dengan mengalihkan tagihan Oddickson US$ 575 juta kepada Northstar Pacific.
Belum selesai masalah utang, Bakrie kembali dihadapkan pada masalah pelik: penyelesaian pembayaran pembelian rumah para korban lumpur Lapindo di Sidoarjo. Atas alasan krisis, kelompok usaha ini menunda sebagian penyelesaian jual-beli rumah para korban yang jatuh tempo. Sejauh ini Bakrie baru membayar uang muka 20 persen, kekurangannya yang 80 persen masih tertunggak. Para korban pun meluruk ke Jakarta untuk menuntut Bakrie membayar hak mereka. Sebagai Chief Executive Officer Minarak Lapindo Jaya, Nirwan sempat dua kali dipanggil ke Istana. Tak kurang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri yang meminta Bakrie segera merampungkan pembayaran tersebut.
”Situasi ini sangat berat. Tidak mudah mencari pembeli saham Bumi. Likuiditas global seret sehingga berat mendapatkan pembeli yang ideal.”
— Nirwan bakrie Tentang Berlarut-larutnya penjualan saham Bumi Resources
Januari
Bakrie and Brothers menerbitkan saham baru senilai Rp 48,4 triliun. Duit itu untuk membeli 35 persen saham Bumi Resources, 40 persen saham Energi Persada, 40 persen saham Bakrieland Development dari keluarga Bakrie.
Juni-Agustus
Untuk mendapatkan pinjaman baru, Bakrie & Brothers menggadaikan 26,38 persen saham Bumi Resources, 30,97 persen saham Energi Mega Persada, 19,37 persen saham Bakrieland Development, saham Bakrie Sumatera Plantations, dan Bakrie Telecom.
Oktober
Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham Bakrie & Brothers, Bakrieland, Bumi Resources, Energi Mega Persada, Bakrie Sumatera Plantations, dan Bakrie Telecom karena harga saham ambruk 30 persen. Keluarga Bakrie meminta bantuan para pengusaha dan investor untuk menutup utang triliunan rupiah.
November
Northstar mengambil alih tagihan Oddickson senilai US$ 575 juta di Grup Bakrie. Hampir bersamaan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil Nirwan Bakrie ke Istana untuk membahas penyelesaian pembayaran pembelian rumah korban lumpur Lapindo.
Desember
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali memanggil Nirwan ke Istana. Presiden memarahi Nirwan karena tak kunjung bisa menyelesaikan masalah pembayaran rumah korban lumpur Lapindo. Setelah bernegosiasi dengan perwakilan korban, Nirwan akhirnya berjanji membayar sisanya yang 80 persen dengan cara mencicil Rp 30 juta per bulan.
Darmin Nasution
Panas-Dingin Pengemplang Pajak
DARMIN Nasution membuat gebrakan. Di tengah euforia para pengusaha batu bara dan kelapa sawit menikmati lonjakan harga komoditas di pasar dunia, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan ini menagih kekurangan pembayaran pajak. Darmin juga berkukuh memperkarakan penggelapan pajak oleh Asian Agri senilai Rp 1,2 triliun ke pengadilan kendati kejaksaan berkali-kali mengembalikan berkas-berkas penyidikan aparat pajak.
Doktor ekonomi dari University of Paris, Sorbonne, Prancis, ini juga terus mengajak para pengusaha ikut program sunset policy (penghapusan sanksi asalkan wajib pajak mengisi data pajak dengan benar). Secara mengejutkan dia mundur sebagai Komisaris Utama Bursa Efek Indonesia karena khawatir ada konflik kepentingan.
”Sunset policy bukan tax amnesty. Tidak ada upaya untuk menjebak masyarakat.”
— Sunset Policy
”Berani menyumbang harusnya berani menunjukkan bahwa dia sudah membayar pajak. Jangan pajak dikemplang, duitnya dipakai menyumbang. Itu tidak sehat dan tidak wajar.”
— Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Penyumbang Pemilu
”Kasus Asian Agri berbeda dengan kekurangan pajak perusahaan batu bara dan sawit lainnya. Asian Agri itu manipulasi yang sudah dirancang.”
— Kasus Pajak Asian Agri
Terempas Minyak, Tertimpa Krisis
3 Januari
Harga minyak dunia untuk pertama kalinya menembus US$ 100 per barel, harga tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Kekhawatiran stok menipis akibat krisis politik di Timur Tengah dan program nuklir Iran mendorong lonjakan harga si emas hitam.
18 Februari
Pemerintah Inggris menasionalisasi Northern Rock, yang rugi akibat krisis subprime mortgage (kredit perumahan kelas dua).
15 Maret
Pemerintah menutup maskapai penerbangan Adam Air, yang dianggap tak memperbaiki keselamatan penerbangan. Nun jauh di Amerika Serikat, perusahaan investasi terbesar kelima, Bear Stearns, terjungkal oleh subprime mortgage dan dibeli JP Morgan Chase.
13 April
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan terjadinya krisis pangan global. Jutaan orang kelaparan akibat melonjaknya harga pangan di pasar internasional.
23 Mei
Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak rata-rata 28,7 persen. Ini ketiga kalinya Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak, setelah dua kenaikan pada 2005.
6 Juni
Secara mengejutkan Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd (ST Telemedia) menjual seluruh sahamnya sebesar 40 persen di Indosat kepada Qatar Telecom QSC (Qtel). Perusahaan Singapura itu tak punya lagi saham di Indosat.
1 Agustus
Bank Negara Malaysia mencabut persetujuan akuisisi Bank International Indonesia oleh Maybank karena aturan baru tender offer.
September
Pemerintah Amerika mengambil alih Fannie Mae dan Freddie Mac pada 6 September. Tapi tak lama kemudian, 15 September, Lehman Brothers bangkrut. American Insurance Group dan Washington Mutual ikut menyusul. Di Eropa, subprime mortgage memakan korban. Pemerinta Belgia, Luksemburg, dan Belanda terpaksa menyuntikkan modal kepada Fortis Group sebesar 11,2 miliar euro.
4 Oktober
Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat menyetujui penyelamatan industri keuangan dengan memberikan dana talangan US$ 700 miliar. Krisis global membuat Bank Indover (bank milik Bank Indonesia) ambruk. Di dalam negeri, untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemerintah menutup Bursa Efek Indonesia selama tiga hari, 8-10 Oktober, untuk mencegah kejatuhan harga lebih dalam.
19 November
Nilai tukar rupiah longsor melampaui 12 ribu per dolar Amerika, rekor terburuk dalam 10 tahun terakhir. Bank Century kesulitan likuiditas. Pada 22 November, pemerintah memutuskan Lembaga Penjamin Simpanan mengambil alih bank ini untuk mencegah dampak sistemik bagi perbankan nasional.
5 Desember
Harga minyak mentah anjlok menjadi US$ 40,81 per barel. Pada 11 Desember, majalah Forbes Asia menempatkan Sukanto Tanoto sebagai orang terkaya di Indonesia dengan nilai kekayaan US$ 2 miliar. Keluarga Bakrie melorot ke urutan tujuh—hartanya anjlok menjadi US$ 850 juta dari sebelumnya US$ 5,4 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo