Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kapolri: Sekarang Ferdy Sambo Sudah Mengaku

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan kasus kematian Brigadir Yosua yang kini menyeret Ferdy Sambo. Tak hanya memerintahkan, Ferdy juga diduga ikut menembak Yosua.

15 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (tengah) dan jajarannya memberikan keterangan terkait penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka di Gedung rupatama Mabes Polri, Jakarta, 9 Agustus 2022. Tempo/Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu mencabut keterangan awalnya kepada penyidik, Jumat, 5 Agustus lalu, pengungkapan skandal kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat bergerak lebih kencang. Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam keterangan terbarunya, Richard Eliezer mengungkap keterlibatan Ferdy Sambo dalam pembunuhan Brigadir Yosua pada Jumat, 8 Juli lalu, di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Tak hanya memerintahkan pembunuhan, Ferdy juga diduga turut melepaskan dua tembakan terakhir ke kepala Yosua yang sebelumnya tersungkur akibat tiga peluru dari pistol Richard Eliezer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim penyidik khusus bentukan Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah menetapkan Brigadir Kepala Ricky Rizal dan Kuwat Maruf, masing-masing adalah ajudan dan sopir pribadi keluarga Ferdy Sambo, sebagai tersangka. Keduanya ditengarai terlibat sejak pembunuhan dirancang di rumah pribadi Ferdy, di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan. Keduanya juga diduga berada di lokasi pada saat Brigadir Yosua dieksekusi.

Kepada Linda Trianita dari Tempo, Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan perkembangan penyidikan kasus ini. “Saya lihat (penyidikan) ini sudah sampai puncak,” kata Listyo Sigit, Sabtu, 13 Agustus lalu. Listyo juga memastikan lembaganya akan menindak tegas sejumlah personel Polri dalam pelanggaran kode etik penanganan kasus kematian Brigadir Yosua.

Bagaimana awalnya sampai Richard Eliezer mengubah keterangan?

Pak Dofiri (Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri, Komisaris Jenderal Ahmad Dofiri) melaporkan kepada saya, ada perkembangan baru. Ada pengakuan Richard bahwa peristiwanya tidak seperti itu. Peristiwanya apa? Pak Dofiri bilang, “Bapak mau mendengarkan langsung?” Ya sudah, silakan masuk.

Saya tanya Richard bagaimana ceritanya. Dia mengatakan ingin menjelaskan yang sebenarnya. Saya tanya apakah dia yakin mau cerita. “Iya, Pak”. Terus sempat saya tanyakan, bagaimana ceritanya. Awalnya, kan, Richard masih menyatakan melihat Pak Sambo. Yosua terkapar. Posisinya, dia tidak lihat penembakan. Richard melihat ada mayat Yosua. Pak Sambo menyerahkan senjata kepada Richard. Awalnya kan begitu.

Saya tanya kepada Richard, “Kenapa waktu itu kamu sampaikan kamu yang menembak?” Alasannya, waktu itu dia takut, ada tunangan dan segala macam. Karena pernyataannya seperti itu, saya minta segera saja Richard dibawa ke penyidik untuk di-BAP dan disumpah. Karena saya lihat kok dia belum buka semuanya, masih labil.

Lalu bagaimana proses dan isi BAP terbaru Richard?

Dia dikasih tenang, doa. Disuruh dia menulis, menjelaskan bagaimana ia menembak. Terbuka semuanya. Dia menulis tangan. Nulis tangannya lama, enam jam. Baru kemudian dituangkan di BAP, bahwa dia menembak atas perintah. Dia sempat sampaikan bahwa Pak Sambo ikut menembak.

Perintah menembak Yosua itu disampaikan oleh Ferdy Sambo di rumah Saguling atau sejak di Magelang?

Dari Saguling.

(Rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan, hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sehari sebelum kejadian, Ferdy dan Putri Candrawathi, istrinya, berada di Semarang, Jawa Tengah. Ferdy pulang lebih dulu ke Jakarta. Sedangkan Putri didampingi beberapa ajudan, termasuk Yosua dan Richard Eliezer, pergi menengok putranya yang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah.

Pada Jumat sore, 8 Juli 2022, rombongan Putri dan para ajudan tiba di Jakarta setelah menempuh perjalanan darat dari Magelang. Mereka sempat mampir ke rumah di Saguling untuk membongkar barang bawaan dan melakukan tes PCR. Tak seberapa lama mereka pergi ke rumah dinas Ferdy. Di sana akhirnya Yosua tewas.)

Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu tiba di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 26 Juli 2022. TEMPO/Subekti

Kabarnya, Anda sempat berkomunikasi dengan Ferdy Sambo saat Richard Eliezer memberikan keterangan baru…

Di depan orang banyak, ada Pak Dofiri, Kabareskrim (Kepala Badan Reserse Kriminal, Komisaris Jenderal Agus Andrianto), dan lainnya. Pak Dofiri minta supaya Pak Sambo dibawa agar tidak ada hal-hal yang berubah lagi.

Lalu saya minta, coba yang punya nomor telepon Sambo agar disambungkan. “Ini ada keterangan yang berbeda, kamu (Sambo) saya minta ke kantor.” Dia masih berdalih dan sebagainya. Intinya, kalau memang nama dia disebutkan di BAP, dia siap datang ke kantor.

Bagaimana Ferdy Sambo akhirnya bersedia ke kantor?

Saya minta BAP-nya untuk diselesaikan. Setelah itu baru mendiskusikan siapa yang menjemput saat itu. Kalau didatangkan pasukan, dia mau ngelawan, kan. Dia kalap. Akhirnya saya memerintahkan yang menjemput bintang dua. Itulah diperiksa besok paginya. Harusnya malam itu.

Tapi pemeriksaan itu belum ada pasal sangkaan terhadap Ferdy Sambo?

Belum. Ini diinterogasi dulu. Karena dia juga masih belum mengaku. Kami periksa dengan pemeriksaan etik dulu oleh Inspektorat Khusus. Di situ kan ada klausa boleh penempatan di tempat khusus. Setelah itu oleh tim (Ferdy) diberangkatkan ke tempat khusus.

(Ferdy Sambo digelandang ke Markas Korps Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, pada Sabtu sore, 6 Agustus 2022. Polisi saat itu mengumumkan Ferdy bukan ditahan, melainkan ditempatkan di tempat khusus. Aturan penempatan di tempat khusus ini mengacu pada Peraturan Kepala Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Polri.)

Pada Senin, 8 Agustus 2022, tim penyidik khusus menggelar pemeriksaan terhadap Ferdy Sambo di Mako Brimob. Apakah saat itu dia tidak mengaku menembak atau memerintahkan?

Tidak mengaku.

Sampai sekarang?

Sekarang sudah mengaku. Pada saat diperiksa di kantor, dia belum mengaku. Setelah ditempatkan di tempat khusus, diperiksa lagi. Saksi-saksi lain, semua yang terkait, diperiksa. Baru kemudian ditanyakan ke dia. Dia emosi, begini… begini… masih berbeda. Intinya dia mengaku memerintahkan. Itu kan memang dia punya hak untuk mengaku atau enggak mengaku. Pak Andi (Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi) bilang dia (Ferdy Sambo) sudah mau bunyi sudah bagus. Kami mendapat persesuaian keterangan saksi-saksi.

Kami memperoleh informasi, ketika di rumah Saguling, Ferdy Sambo memerintahkan Ricky Rizal, tapi ditolak. Ferdy memerintahkan Richard Eliezer, yang kemudian bersedia. Ferdy Sambo juga ditengarai menyanggupi akan melindungi Richard Eliezer jika menembak Yosua…

Itu keterangannya masih berbeda antara Ferdy Sambo dan Richard Eliezer. Richard mengatakan begitu, tapi Sambo tidak. Tapi masalah peristiwa dia menyuruh menembak, dia mengaku. Tapi, biarkan saja, tidak masalah.

Apakah itu tidak akan merusak konstruksi pasal sangkaan?

Tidak. Dia (Ferdy Sambo) tidak mengaku tidak masalah. Tidak ada kewajiban untuk tersangka mengaku. Tapi itu sudah sangat bagus. Mengarah ke pembunuhan berencana sudah jelas.

Putri Candrawathi tahu rencana pembunuhan?

Itu masih belum terlalu jelas. Masih didalami.

Inspektur Jenderal Ferdy Sambo (kanan) di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, 19 Oktober 2021. Dok TEMPO/Muhammad Hidayat

Publik bertanya-tanya mengapa pengungkapan kasus ini lama dibanding kasus-kasus lain?

Tingkat kesulitannya memang tinggi. Sebagian merasa saat awal-awal itu mereka tidak bisa memeriksa dengan lancar. Makanya kami copotin semua.

(Pada Kamis, 4 Agustus 2022, Kapolri mengumumkan pemeriksaan terhadap anggota Polri dalam dugaan pelanggaran kode etik ketika menangani kasus kematian Brigadir Yosua. Sebagian di antara mereka adalah para perwira tinggi, perwira menengah, perwira pertama, bintara, dan tamtama dari Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Badan Reserse Kriminal Polri, serta Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan. Sebagian telah dicopot dari jabatan dan dimutasikan ke Pelayanan Markas Polri.)

Apa juga karena banyak barang bukti yang hilang?

Termasuk juga. Kami juga mengalami kendala. Barang bukti penting yang kami butuhkan malah tidak ada. Di satu sisi, kalau posisi Sambo sesuai dengan yang diceritakan di awal, CCTV itu seharusnya justru ada karena bisa jadi bukti meringankan dia. CCTV itu malah tidak ada. Namun kami dapat dari yang lain, pada saat peristiwa itu dia ada. Akhirnya dia mengaku, kan. Awalnya dia bilang, saat dia datang, Yosua sudah mati. Saya sampaikan, pembuktian harus terbalik. Kalau tidak bisa membuktikan itu, justru merugikan dia.

Jadi, apakah pemeriksaan etik terhadap 31 anggota Polri—yang diduga terlibat dalam penghilangan atau perusakan barang bukti dan tempat kejadian perkara—akan berlanjut ke penyidikan pidana? Atau tidak semuanya yang akan dinaikkan ke penyidikan?

Sedang diproses etik. Kita tunggu rekomendasinya. Intinya, kami akan proses tegas dan tidak pandang bulu.

Sebenarnya, bagaimana hubungan Anda dengan Ferdy Sambo selama ini? 

Kami bukan sahabat. Kepala Divisi Propam memang selalu mendampingi Kapolri dalam menjalankan tugas, termasuk saat kunjungan ke berbagai tempat. Ini juga berlaku di era Pak Idham Azis. Kami sebatas pimpinan dan anak buah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus