Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kata Penduduk Jakarta tentang PSBB Transisi Atau Kembali PSBB

Tiga orang usahawan yang diwawancarai Tempo memilih PSBB transisi demi perekonomian dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

14 Agustus 2020 | 08.06 WIB

Sejumlah anggota polisi lalu lintas melakukan sosialisasi pemberlakuan kembali aturan ganjil genap di Bundaran HI, Jakarta, Ahad, 2 Agustus 2020. Pemprov DKI Jakarta menerapkan kembali aturan ganjil genap bagi kendaraan roda empat saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di 25 ruas jalan Ibu Kota. TEMPO/Muhammad Hidayat
material-symbols:fullscreenPerbesar
Sejumlah anggota polisi lalu lintas melakukan sosialisasi pemberlakuan kembali aturan ganjil genap di Bundaran HI, Jakarta, Ahad, 2 Agustus 2020. Pemprov DKI Jakarta menerapkan kembali aturan ganjil genap bagi kendaraan roda empat saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di 25 ruas jalan Ibu Kota. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang PSBB transisi fase pertama ke tahap keempat yang akan berlangsung hari ini Jumat, 14 Agustus hingga 27 Agustus 2020, menjadi perbicangan penduduk Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Penduduk Condet, Thontowi Wallace, mahasiswa sekaligus wirausahawan di bidang katering setuju untuk tetap berada di masa transisi. “Yang terpenting pemerintah bisa menertibkan protokol kesehatan,” ujar dia ketika dihubungi TEMPO, Jumat 14 Agustus 2020.

Menurut Thontowi, pertambahan kasus itu karena kelengahan pemerintah sendiri. “Pemerintah cenderung membiarkan PSBB transisi berjalan seperti masa biasa saja.” Pada masa PSBB transisi, di Jakarta penambahan kasus Covid-19 per hari mencapai 400 kasus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

ia khawatir dengan usaha katering yang dijalankan bersama ibunya, jika PSBB  dikembalikan seperti yang lama. “Covid-19 cukup berpengaruh negatif, klien-klien katering biasanya dari perkantoran.”

Senada dengan Thontowi, Imam Sulistyo, 51 tahun, pedagang pakaian retail, mengungkapkan bahwa terpenting adalah protokoler kesehatan. Ia menolak jika harus dikembalikan ke PSBB sebelum transisi.

“Lebih baik (menjalankan) protokol saja, protokoler ini yang jadi kunci. Tinggal pake masker, selesai.” Ia mengingatkan masyarakat agar mengubah perspektif tentang memakai masker, bukan hanya untuk melindungi diri, melainkan melindungi orang lain yang ada di sekitar.

Ia bercerita bagaimana Covid-19 dan PSBB menghantam perekonomiannya. Sebagai pedagang retail pakaian, ia memproduksi barang tiga bulan sebelum lebaran dan memasukannya ke mal 2 sampai 1,5 bulan sebelum Lebaran. PSBB menghambat penjualannya. “Barang saya ada di mal dan tidak bisa dijual.”

Di luar mal juga tidak bisa dijual. “Sudahlah, wassalam,” ujarnya.

Soesilo, 52 Tahun, arsitek sekaligus kontraktor, juga begitu. Baginya, bagaimanapun ekonomi tetap harus berjalan dengan menggunakan protokol kesehatan. “Saya milih PSBB transisi. Perekonomian harus berjalan.”

Menurut dia, jika tidak keluar rumah, perekonomian keluarganya akan keleleran. “Meskipun keluar rumah taruhannya nyawa.”

 

RAFI ABIYYU | ENDRI KURNIAWATI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus