Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kejuaraan ninja yang keenam

Kejuaraan ninja se-jepang ke-6 di koka, jepang. di- ikuti 41 orang. semua peserta adalah ninja yang palsu. ada karyawan perusahaan, mahasiswa, sopir truk, dll. baik peserta pria maupun wanita mengeluh.

9 Desember 1989 | 00.00 WIB

Kejuaraan ninja yang keenam
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SIAPA akan dipilih sebagai ninja nomor satu di Jepang? Ayo, marilah kita memperebutkan hadiah perjalanan ke Pulau Hawaii...," teriak Tamami Hikawa, 19 tahun, "Miss Ninja" yang berpakaian ninja di atas panggung. Di sana berbaris 41 orang ninja gadungan dari seluruh Jepang. Teriakan Tmami yang semampai molek, mahasiswi kelas I Fakultas Seni Rupa Akademi Seian Kyoto itu, hampir-hampir tak kedengaran ditimpa suara dua buah bunga api tanda pembukaan kejuaraan ninja se-Jepang yang ke-6. Berlangsung pada 10 Oktober yang lalu, persis pada hari raya olahraga Jepang, di "Ninja Mura" -- kampung ninja -- Koka. Perlombaan tahunan itu berhadiah perjalanan ke Pulau Hawaii ditambah piala dan sertifikat ninja nomor satu. Tak banyak syarat. Siapa saja boleh ikut asal sebatas usia anak SMA. Tahun ini tercatat 100 pelamar. Setelah diseleksi terpilih 41 orang 24 pria dan 17 wanita. "Keistimewaan para peserta tahun ini adalah adanya seorang pria yang berusia 60 tahun, ditambah sepasang suami-istri," kata Yunoki kepada pers. "Tahun-tahun sebelumnya pernah ada orang asing, misalnya orang AS." Hawanya terasa agak dingin di bawah langit berawan abu-abu, kendati tak berangin. Sekitar 200 penonton menunggu. Peserta kejuaraan ke-6 ninja se-Jepang semua orang biasa. Ada yang berprofesi karyawan perusahaan, mahasiswa, pengusaha, pegawai negeri, desainer, sopir truk, dar staf koperasi pertanian. Ada pula seorang yang menyebut diri sebagai bintang film. "Pokoknya, setahu saya, semua peserta adalah ninja yan gpalsu. Sedang jenis pertandingannya tampak mudah dicoba, tapi ternyata sulit dilaksanakan. Maka, harapan saya semoga para peserta jangan sampai terluka, tapi berjuang sesungguhnya," kata Yunoki, ketua panitia memberi sambutan. Pukul 12.30 kontes dimulai dengan melempar shuriken. shuriken biasanya dipergunakan pada waktu malam untuk membunuh lawan dari jarak pendek. Konon, sasarannya bagian kepala. Ninja suka memakai racun di ujung mata shuriken. Seorang peserta diwajibkan melemparkan lima buah shuriken dari jarak sekitar 4 meter ke sasaran berdiameter 50 cm yang terpasang di atas tatami. Berat shuriken sekitar 200 gram. Angka dihitung berdasarkan kecepatan lemparan kelima shuriken ditambah banyaknya shuriken yang mengenai sasaran. Baik peserta pria maupun wanita mengeluh karena memang sulit. Peserta wanita banyak yang gagal, bahkan ada yang mengenai tatami pun tak berhasil, padahal jaraknya cuma 4 meter. "Saya sangka gampang, ternyata saya gagal semua," ujar Kazuyoshi Sato, 60 tahun. Sato mengaku tak memberi tahu keluarganya ikut kompetisi, karena malu. "Rasanya, pertandingan ini amat berat bagi saya, soalnya biasanya saya memang tak suka berolahraga," kata Sato, tukang rumput kantor Wali Kota Sakurai dari Provinsi Nara. Ayah dua anak perempuan yang punya lima cucu itu mengaku lebih senang memilih jadi samurai. Tapi kalau muda ia ingin jadi ninja. "Soalnya, saya memang tak berambisi menjadi orang yang menonjol, puas dengan orang nomor dua atau tiga." Pertandingan selanjutnya Asataka Tobi -- sejenis lari lompat tinggi. Di atas panggung terpasang pagar buatan tali rami setinggi 70 cm. Di sampingnya dibentangkan kasur besar untuk pengaman. Tampaknya, asataka tobi ini tak begitu berbeda dengan lompat tinggi biasa. Tapi karena tak kelihatan apa di balik pagar, dapat dirasakan betapa para pelompat takut dan ragu-ragu. Pertama, Sanae Kawakita, 25 tahun, karyawati perusahaan dari Provinsi Mie, mencoba, dan berhasil. Tapi Tomoko Nakayasu, 20 tahun, mahasiswi perguruan tinggi yang datang dari Provinsi Osaka, kendati mulai lari dari jarak sekitar 5 meter, sampai di depan pagar, membatalkan diri. "Wah, gua kagak berani. Soalnya, takut," ujar Tomoko yang ikut klub penelitian sejarah ninja di perguruan tinggi. Sehabis nomor lompat tinggi itu, banyak yang meramalkan gelar juara wanita akan jatuh kepada Rie Ito. Dan ramalan itu memang terwujud. "Saya waktu di SMP ikut tergolong klub senam, jadi kalau lari atau lompat, itu kesenangan saya," ujar Rie yang berasal Kota Komono, Provinsi Mie. Cuma enam orang dari 24 "ninja-ninjaan" pria yang berhasil. "Karena istriku gagal, saya tambah bersemangat. Dan syukurlah saya berhasil," kata Nobuaki Saito, 29 tahun, buruh pelabuhan yang datang dari Kota Yokkaichi, Provinsi Mie, bersama dengan Manami Saito, 28, istrinya. "Kami kawin pas setahun yang lalu. Maka, sebagai peringatan perkawinan ke satu tahun, kami memutuskan ikut serta dalam kejuaraan kali ini," ujar Nobuaki -- ninja pria satu-satunya yang menggunakan seragam loreng militer. "Kendati ninja biasanya suka dianggap sebagai orang kejam yang hidup secara tersembunyi. kalau saya sebagai istri mau hidup seperti seorang ninja agar dapat menyokong suami saya dari belakang," kata Manami, ibu seorang bayi laki-laki. "Nanti kalau anak saya sudah besar, kami sekeluarga akan berpartisipasi pada kejuaraan ini. Tapi kami tak ngebet pada hadiahnya. Cukup senang dapat diikutsertakan," tambah Nobuaki Saito yang tinggi gagah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus