Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ninja-ninja gadungan

Sosok ninja dapat dilihat di tv, bioskop dan buku. ada "kampung ninja koka" -- sejenis taman hiburan rakyat -- seluas 30 ribu meter persegi, dikunjungi banyak wisatawan. di iga-ueno, ninja dilestarikan.

9 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH adakah ninja di Negeri Sakura? "Orang yang boleh disebut sebagai ninja paling tidak ada 100 orang, entah siapa orang itu, dan entah di mana mereka ada sekarang ini," kata Shunichiro Yunoki. "Soalnya, dunia ninja memang dunia rahasia. Ninja tak menyebut diri sebagai ninja. Apa yang saya maksudkan orang ninja itu adalah dia yang betul-betul mewarisi ajaran kuno ninja." Yunoki mengaku keturunan keluarga Ohara, satu di antara 53 keluarga ninja tersohor pada masa perang saudara dari daerah Koka. "Kalau ada orang yang tanpa malu-malu itu bukan ninja yang sebenarnya," katanya. Tapi bagaimana dengan Anda sendiri Yunoki-san, yang mengaku keturunan Ohara dan kini bahkan mengolah kampung Ninja. Yunoki, ayah dari dua anak perempuan, menjawab serius, "Saya kurang tahu." Seperti juga samurai, kini tak ada lagi jenis profesi bernama ninja, di Jepang. Apabila terpaksa mencari-cari profesi serupa dengan tugas ninja, mungkin saja staf intelijen dari badan kepolisian atau badan pertahanan layak dianggap sebagai ninjanya masa sekarang ini. Satu-satunya "ninja-ninjaan" masih dapat dilihat di layar TV, bioskop, atau di dalam buku karikatur. Tapi ninja di televisi atau film selalu digambarkan sebagai orang jahat dan kejam hingga cenderung dibenci penonton. Perlu diingat apa tugas ninja yang sebenarnya. Ninja memang disuruh oleh samurai penguasa supaya hidup tersembunyi dan memenuhi kewajiban yang diperintahkan majikan. Singkat kata, ninja dari semula dilarang mempersoalkan atau menolak tugas. Jahat atau kejam itu soal kecil buat ninja. Apabila gagal dalam tugas dan ditangkap musuh, mereka tinggal pilih bunuh diri. Itu pun dengan cara yang khas. Lain di film lain di buku. Ninja di dalam komik buat anak-anak kecil jauh berbeda dengan ninja di layar perak. Di situ ninja selalu digambarkan sebagai tokoh pahlawan hingga pembaca -- sang anak kecil -- merasa ingin jadi ninja. Misalnya seri "Ninja Hattori Kun", karya Fujiko Fujio, kartunis yang paling populer di antara kaum anak-anak kecil. Dalam "Ninja Hattori Kun", tersebutlah Hattori Kanzo -- nama tiruan dari Hattori Hanzo, ninja mini seusia anak SD -- asal daerah Iga. Ia hidup bersama dengan seorang anak SD. Sewaktu-waktu ia membantu sahabatnya dengan menggunakan pelbagai jenis seni ninja. Ninja jadi pahlawan di masa sekarang ini bagi anak-anak kecil. Seusai atau barangkali sejak sebelum Perang Dunia II, komik ninja selalu menarik perhatian anak-anak Jepang. Sekarang memang jarang ditemukan anak-anak yang main ninja-ninjaan atau samurai-samuraian di luar rumah. Sekitar 20-40 tahun yang lalu, itu dunia mereka. Cabang pohon atau bambu dijadikan pedang. Mereka membuat shunken -- pedang lemparan yang berbentuk salib -- salah satu senjata tradisional bagi ninja -- dari tutup kaleng kosong. "Saya perkirakan jumlah penggemar ninja di Jepang 100 ribu orang," ujar Shuntohiro Yunoki. "Ini pengamatan pribadi saya berdasarkan jumlah buku tentang ninja." Tak heran bila Yunoki, keturunan keluarga ninja dari daerah Koka, yang pernah mengikuti pertapaan di sebuah kuil Budha aliran tendaishu selama empat tahun, berani membuka "Kampung Ninja Koka" -- sejenis taman hiburan rakyat -- seluas 30 ribu meter persegi pada Oktober 1983 dengan investasi 300 juta yen. Kecamatan Koka yang terdiri dari tujuh kota termasuk kota Koka, terletak di sebelah selatan Danau Biwa -- danau terbesar di Jepang, di Provinsi Shiga. Dari Kota Kyoto atau Osaka maupun dari Kota Nagoya, Kecamatan Koka dapat dicapai dalam tempo sekitar satu setengah jam dengan mobil. Daerah kelahiran ninja itu kini tak lagi terkucil meski sekitarnya terbendung bukit-bukit tinggi. Kecamatan Koka dengan jumlah penduduk sekitar 126 ribu jiwa, menurut pengakuan juru bicara kantor kecamatan, bergantung pada ketiga industri, yakni pertanian, kehutanan, dan industri obat-obatan tradisional. Pendapatan Kota Koka yang dihuni 12 ribu jiwa itu 85 persen dari segala industri obat rakyat. Demi kepentingan tugas, sejak zaman kejayaannya, kelompok ninja mengembangkan industri pelbagai jenis obat, di samping industri mesiu. Berkat usaha itu, ninja berhasil menemukan beberapa racun pembunuh. Mereka juga mengembangkan berbagai jenis senjata unik, misalnya roket mini dan granat tangan. Walaupun namanya industri obat farmasi, hampir semua home industry itu memproduksi obat-obatan khusus buat rumah tangga, seperti obat perut dan obat penguat. Karena pembuatan obat diakukan di dalam rumah biasa, maka Koka bagi mata orang luar hanya terlihat sebagai desa pertanian. Bahkan karena banyak rumah penduduk berarsitektur lama, Koka benar-benar masih terasa sebagai zaman samurai dan ninja. Kampung Ninja Koka terletak sekitar lima menit mengendarai mobil dari stasiun Koka. Pusat budaya ninja, yang dikunjungi 150 ribu wisatawan sepanjang tahun itu, dikelilingi pohon-pohon besar dan hutan bambu. Pintu masuknya seperti pos pemeriksaan, dibuat dari pagar kayu. Isinya komplet, antara lain museum ninja dengan rumah ninja asli. Rumah ninja kuno dengan perlengkapan yang penuh "trik". Di museum, para pengunjung bisa melihat segala senjata dan peralatan yang pernah dipakai ninja, di samping belajar sejarah ninja lewat panel foto dan beberapa macam buku kuno yang menyangkut ninjutsu. "Untuk memperkenalkan dunia ninja yang sebenarnya dan sekaligus dapat menikmati ninjutsu, saya membuka kampung ini," kata Yunoki. "Orang menyangka ninja berkudung hitam karena ninja mengadakan kegiatan jahat secara tersembunyi. Tapi itu salah pengertian. Menurut saya, ninja adalah pahlawan yang pro penguasa atau pro pemerintah." Para pendatang tentu tak puas dengan peninjauan museum dan rumah ninja kuno. Mereka pun hendak main ninja-ninjaan. Maka, Yunoki menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan tamu mempraktekkan, mencoba beberapa jenis ninjutsu. Misalnya kolam ukuran 10 X 15 meter yang disebut Kolam Mizugumo -- laba-laba air. Di situ tamu dapat menantang Suijo Hashiri -- lari di atas pemmukaan air atau Mizugumo -- berjalan di atas permukaan air seperti laba-laba air. Ada pula tempat latihan shuriken. Bila ingin mencoba melemparkan pedang berbentuk salib itu, staf kampung ninja yang berpakaian seragam ninja sudi mengajar. Ongkos masuk untuk anak SD 670 yen, dewasa 875 yen, sudah temmasuk pajak konsumsi. Juga tersedia seragam ninja -- hitam dan merah untuk wanita -- untuk dipakai berkeliaran di kampung Ninja. Kios di pinggir pintu masuk, menyewakan seragam ninja dengan tarif 1.000 yen buat orang dewasa dan 600 yen buat anak SD, sudah termasuk pajak. Kok kena pajak? Habis, kampung ninja dikendalikan perusahan swasta PT Pembangunan Pariwisata Koka yang dipimpin Yunoki sendiri. "Ninja jadi bisnis yang cukup prospektif. Terakhir ini tercatat beberapa orang Amerika yang hendak belajar ninjutsu di kampung ninja kami. Bahkan dari seorang pengusaha AS baru-bari ini masuk tawaran kerja sama untuk membuka kampung ninja di AS," kata Yunoki yang pernah memimpin rombongan pertunjukan ninja ke Italia dan ke Prancis dua tahun yang lalu. "Januari tahun depan, kami mengutus tim ninja ke Hawaii, lalu bulan Maret mendatang ke Italia dan Inggris," kata Yunoki lebih lanjut. Tim ninja yang bertugas ke luar negeri itu bukan sebagai mata-mata pemerintah Negeri Matahari Terbit, melainkan sebagai misi kebudayaan Jepang untuk memperlihatkan pertunjukan seni bela diri dan seni serangan ninja. "Sebenarnya, tak tepat kalau disebut dengan istilah misi kebudayaan. Soalnya, kami mengadakan pertunjukan sesungguhnya sebagai 'show business'. Apabila dibayar 300 ribu yen per hari buat satu tim yang terdiri dari enam orang, kenapa tidak, kami tak berkeberatan main di Indonesia?" kata bos ninja yang berkumis itu. Perusahaan Yunoki, yang mengolah Kampung Ninja Koka, memiliki karyawan resmi 16 orang plus tenaga part time 14 orang. Termasuk Presdir Yunoki, konon segala staf resmi merupakan ahli ninjutsu. Soalnya, di samping bekerja sebagai karyawan yang mengurus kampung Ninja, apabila ada waktu kosong mereka selalu mengadakan latihan berbagai ninjutsu. "Dari segi bisnis, budaya ninja sangat berpotensi berkembang di luar negeri. Maka, dengan tujuan untuk memperkenalkan arti inti dunia ninja, kami sedang merencanakan menerbitkan buku yang menjelaskan Koka Nindo (Jalan Ninja aliran Koka) dalam bahasa Inggris, Jerman, Italia, Prancis, dan Spanyol. Ditambah seri uideo tape yang memperkenalkan segala ninjutsu aliran Koka," kata Yunoki. Selain Kampung Ninja Koka milik Yunoki, ada satu lagi kampung ninja di daerah Togakushi di Provinsi Nagano, barat laut Tokyo. Daerah Togakushi pun dulu pernah menjadi pusat ninjutsu aliran Togakushi. Tai kalau dibandingkan dengan aliran Koka dan aliran Iga, aliran itu jauh lebih kecil dalam sejarah ninja di Jepang. Aliran Togakushi pun sebenarnya dikembangkan dari Koka dan Iga. Kampung Ninja Togaklshi adalah taman hiburan khusus untuk anak-anak kecil. Rumah kuno yang betul-betul pernah dipakai kaum ninja masih dapat dilihat di Kota Koka dan juga di Kota Iga-Ueno. Ninja Yashiki (rumah ninja) yang dilengkapi pelbagai alat muslihat kini menjadi tujuan wisatawan. Misalnya rumah ninja yang dibangun Izumonokami, seorang ninja Mochizuki, aliran Koka, 300 tahun. Rumah Mochizuki itu nampak sebagai rumah kuno biasa yang memiliki atap rumput dan genting. Tapi dasar rumah ninja, isinya sangat komplet. Penuh berbagai muslihat terhadap kemungkinan serangan musuh. Misalnya ada pintu berputar yang disebut Donden Gaeshi. Ada dinding kayu biasa. Tapi kalau didorong, sebagian dinding itu dapat diputar. Ada juga sebuah lubang rahasia di bawah lantai dan tangga di belakang dinding. Di Koka, yang menjadikan ninja sebagai sumber bisnis bukan hanya Yunoki. Istilah ninja dipakai secara luas di berbagai bidang. Misalnya di sana dijual Kue Ninja atau Mi Ninja, meski sebenarnya sama sekali tak berbeda dengan kue dan mi biasa. Mulai dari nama restoran, coffee shop, sampai nama asinan, di sana-sini terdapat tulisan Ninja. Koka, dibandingkan dengan Iga, memang sangat ambisius untuk menjual dan mempromosikan dunia ninja untuk pariwisata. Sejak didirikan enam tahun, Kampung Koka telah menyelenggarakan pertandingan kejuaraan ninja se-Jepang tiap tahun. Tahun ini pun, pada Oktober yang lalu, diadakan kejuaraan yang ke-6 dengan mengumpulkan 41 "ninja gadungan" -- pria maupun wanita -- dari seluruh Jepan. Karena memang bersifat unik, kejuaraan ninja itu mampu mengumpulkan puluhan peliput dari penerbitan atau stasiun TV. Apa pendapat ninja aliran Iga? "Ninja yang diadakan di Koka, menurut saya, amat jauh dari citra ninjutsu yang sebenarnya. Bahkan bisa disebut ninjutsu palsu," kata Heishichiro Okuse. Di Kota Iga-Ueno -- yang dihuni 60 ribu jiwa -- budaya ninja dilestarikan oleh pemerintah daerah. Begitu juga pesta rakyat bernama Ninja Matsuri (pesta dan pawai dengan memakai pakaian ninja) diselenggarakan setiap bulan April dengan sponsor kantor Wali Kota. Bukan hanya manajemen museum, tapi jumlah koleksi peralatan show ninja yang diadakan di dalam rumah ninja, semuanya teratur. Di tengah Kota Iga-Ueno ada taman luas, penuh dengan hijau-hijauan. Di dalam taman itu ada benteng Ueno, lambang penguasa dari zaman perang saudara, dan di sebelah benteng itu terletak rumah ninja asli yang konon dibangun 300-an tahun yang lalu. Di ruang bawah tanah rumah ninja itulah ada museum ninja yang mengumpulkan 400-an koleksi. Dokumen, buku kuno yang ditulis ninja, seperti Bansen Shukai -- Kitab Ninja pakaian dan pelbagai senjata ninia secara lengkap. Iga-Ueno -- tempat lahirnya Matsuo Basho, pembuat " Haiku" ternama dalam sejarah Jepang nampak modern dan antik. Ada banyak rumah yang beratap genting hitam dengan dinding putih di tengah puluhan kuil Budha yang bersejarah. Suasana kuno itu menjaring turis sepanjang tahun. Apalagi terakhir ini daging sapi Iga kian terkenal. Banyak wisatawan datang untuk mencicipi Yakiniku. Baik daging sapi maupun suasana kota kuno atau barangkali Matsuo Basho pun, kalau dibandingkan dengan daya tarik ninja, jauh kalah. Iga-Ueno dianggap sebagai pusat kebudayaan ninja. Menurut staf museum, pusat budaya ninja itu dikunjungi 400 ribuan wisatawan per tahun. Kebanyakan siswa-siswi SMP atau SMA yang datang dari provinsi lain dengan rombongan yang dipimpin sang guru. Di dalam rumah ninja, pegawai kantor Wali Kota Iga-Ueno menggunakan pakaian ninja berwarna merah muda. Para kunoichi itu -- ninja wanita memperlihatkan pertunjukan ninja-ninjaan di samping menjelaskan seluk-beluk rumah tersebut. "Bila Tuan membuat pintu rahasia semacam ini di rumah Tuan mungkin ada gunanya. Misalnya kalau takut dimarahi istri Tuan karena pulang ke rumah agak tengah malam, habis minum, kan bisa masuk tanpa diketahui," ujar seorang "Kunoichi" kepada seorang pengunjung pria sambil menunjukkan pintu rahasia dengan jari. Poster promosi ninja Iga-Ueno, berupa seorang kunoichi yang cantik, berdiri di atas permukaan air dengan menggunakan alat laba-Laba Air: "One day trip ke dunia ninja". Sasaran poster itu bukan turis-turis dari luar Provinsi Mie (Kota Iga-Ueno adalah salah satu kota di dalam Provinsi Mie), melainkan untuk mengimbau penduduk setempat agar rakyat keturunan ninja sendiri lebih mengenal sejarah dan budaya nenek moyang mereka. Kenapa pemerintah daerah Iga begitu getol mempromosikan dunia ninja, sementara di daerah Koka, cuma pihak swasta yang sibuk? Ini berkaitan dengan Heishichiro Okuse, pakar dunia ninja yang pernah menjabat wali kota selama 8 tahun hingga 1977. "Orang biasanya hanya melihat kehebatan ninja dari sudut aksi-aksi ninja, atau dengan kata lain orang hanya mau melihat seni kemiliteran ninja. Tapi yang lebih penting bagi ninja adalah filsafat, juga kepintaran otak. Maka, kalau kita ingin tahu tentang ninja, perlu juga berusaha memahami filsafat ninja yang sebenarnya," kata Okuse. Penduduk Iga-Ueno sendiri tak terus terang merendahkan ninja aliran Koka tapi apabila ditanya yang mana lebih unggul, Iga-Ryu atau Koka, mereka menjawab pasti: Iga-Ryu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus