Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko: Saya Siap Jadi Bumper Presiden

Jenderal Purnawirawan Moeldoko hanya punya dua tahun untuk benar-benar menikmati pensiunnya.

4 Maret 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko: Saya Siap Jadi Bumper Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jenderal Purnawirawan Moeldoko hanya punya dua tahun untuk benar-benar menikmati pensiunnya. Setelah mengakhiri jabatan sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia pada 8 Juli 2015, dia diminta Presiden Joko Widodo memimpin Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pada April 2017. Penugasan berikutnya lebih personal. Saat menikahkan putrinya, Kahiyang Ayu, November tahun lalu, Jokowi menunjuk Moeldoko sebagai pemberi sambutan resepsi mewakili keluarga--meski mereka tidak punya pertalian darah.

Dua bulan kemudian, lewat pesan WhatsApp menjelang tengah malam, Jokowi menunjuk Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan pada 17 Januari lalu. Moeldoko mengepalai lembaga yang berisi intelektual, ahli, dan profesional yang membantu tugas presiden-serupa West Wing di sistem kepresidenan Amerika Serikat. Ia menggantikan Teten Masduki, yang berlatar belakang lembaga swadaya masyarakat.

Kehadiran Moeldoko dianggap sebagai penguatan kuda-kuda Jokowi menghadapi pemilihan presiden 2019. Ia melengkapi barisan jenderal, baik dari TNI maupun Kepolisian RI, yang lebih dulu membantu Jokowi, yaitu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, serta Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan. Ada juga Subagyo H.S., Sidarto Danusubroto, Yusuf Kartanegara, dan Agum Gumelar di Dewan Pertimbangan Presiden. "Tentara memiliki keunggulan, yaitu kesetiaan," kata Moeldoko, 60 tahun. Belakangan, namanya muncul di sejumlah survei sebagai kandidat pendamping Jokowi pada pemilihan presiden 2019.

Aktivitas di Kantor Staf Presiden (KSP) maju satu jam sejak Moeldoko mulai mengepalai lembaga tersebut. Saban pukul 06.30, diiringi raungan voorrijder, ia tiba di kantornya di Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. "Gaya gue begini, ha-ha-ha…," ujarnya. Seperti pendahulunya, jenderal asal Kediri ini menempati bekas ruang kerja Presiden Soeharto, yang dilengkapi kamar tidur dan kaca jendela antipeluru.

Rabu petang pekan lalu, Moeldoko menerima wartawan Tempo Arif Zulkifli, Widiarsi Agustina, dan Reza Maulana di bilik kerjanya. Wawancara satu setengah jam itu bertabur gelak tawa. Kening doktor administrasi Universitas Indonesia itu baru berkerut ketika secara off the record membahas bahaya memanfaatkan organisasi kemasyarakatan garis keras untuk kepentingan politik.

Apa pertimbangan Presiden Joko Widodo memilih Anda sebagai Kepala Staf Kepresidenan?

Saya melihat dari sisi ringan, humanis, saja. Mungkin karena dulu Pak Jokowi pernah bersama saya sembilan bulan (mulai Jokowi menjabat pada Oktober 2014 sampai akhir masa jabatan Moeldoko sebagai Panglima TNI, 8 Juli 2015). Mungkin juga karena saya orang yang romantis. Sebagai panglima, pada saat-saat tertentu punya rasa yang halus, ha-ha-ha….
Apakah penunjukan itu untuk menguatkan posisi Jokowi di pemilihan presiden 2019?
Saya tidak pernah melihat itu selain sisi human relation. Bicara isu-isu itu bikin blenger-lah. Sejak selesai jadi Panglima TNI, saya betul-betul menikmati apa yang saya lakukan.
Ada instruksi khusus berkaitan dengan latar belakang Anda?
Tidak ada yang spesifik. Begini, tentara memiliki keunggulan, yaitu kesetiaan. Kesetiaan kepada siapa? Yang paling tinggi kepada negara. Di dalam negara, ada kepala negara. Begitu tentara diberi tugas, pasti dipegang teguh. Saya harus membela apa yang diperjuangkan pemimpin saya, dengan segala risiko. Bos saya adalah segala-galanya.
Risikonya apa saja?
Saya siap jadi bumper Presiden. Kalau orang-orang tidak puas, kaplokin saya saja, enggak apa-apa. Tapi jangan arahkan ke Presiden. Presiden harus berpikir untuk kepentingan negara.
Kami mendapat informasi bahwa Anda diminta turun ke Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat, tempat Jokowi kalah pada pemilihan presiden 2014.
Memangnya Indonesia cuma tiga daerah itu? Kami berbicara secara keseluruhan. Pemerintah membuat banyak prestasi, tapi tidak terbangun komunikasi yang bagus sehingga seolah-olah masyarakat tidak merasakan manfaatnya.
Jadi betulkah Jokowi meminta Anda memperbaiki suaranya di tiga provinsi tersebut?
Tidak ada perintah spesifik seperti itu.
Mewakili keluarga di pesta pernikahan putri Jokowi, November tahun lalu, Anda menganggap diri sebagai orang kepercayaan Presiden?
Kita tidak bisa membaca tingkat kepercayaan orang lain. Nanti jadi ge-er, ha-ha-ha….
Seberapa sering berkomunikasi dengan Jokowi sebelum Anda menjadi Kepala Staf Kepresidenan?
Sebelum pernikahan itu, kontak terakhir saat beliau memberi saya tugas memperbaiki Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. Mungkin karena tahu saya pegiat pertanian.
Sejauh apa Anda mengenal Jokowi?
Banyak orang mengatakan Presiden tidak tegas dan sebagainya. Pandangan itu salah. Pemimpin dilihat dari arahannya. Arahan beliau sangat clear, jelas, dan tidak menunjukkan keraguan. Dengan arahan seperti itu, ada ketegasan.
Contohnya apa?
Masak, harus dijelaskan? Ha-ha-ha…. Misalnya, Presiden banyak bekerja, tapi banyak masyarakat tidak menyadarinya. Ini yang harus saya luruskan.
Sejumlah survei menyebutkan Anda berpeluang mendampingi Jokowi di pemilihan presiden 2019….
Terus kenapa? Ha-ha-ha….
Anda akan mengambil kesempatan itu?
Saya tidak mau masuk ke urusan itu. Prinsip saya, jangan merasa pandai, tapi pandai merasa. Dengan pandai merasa, sekarang saya adalah Kepala Staf Kepresidenan. Jadi KSP saja yang dipikirin.
Melihat banyaknya spanduk bergambar Anda, banyak orang bilang Anda akan maju ke pemilihan presiden….
Itu penguatan HKTI. Lihat tulisannya: "Pilihlah Calon Kepala Daerah yang Peduli Petani". Sebanyak 60 persen masyarakat Indonesia adalah petani. Tidak bisa dibayangkan kalau para pemimpinnya tidak memikirkan petani. Gue memainkan psikologi di pilkada ini, ha-ha-ha….
Anda menjadi Ketua HKTI sejak tahun lalu. Mengapa spanduk baru bertebaran belakangan?
Poster-poster itu dipasang akhir tahun lalu. Harapan kami hanya para calon pemimpin memikirkan petani. Tidak ada hubungannya dengan KSP atau hal lain.
Topik apa yang paling sering Jokowi diskusikan dengan Anda di KSP?
Membangun komunikasi ke masyarakat. Saya harus membenahi komunikasi sehingga publik paham bahwa Presiden bekerja habis-habisan. Januari lalu, saya diajak beliau ke Palembang. Dua hari full kerjanya. Edan tenan kerjanya. Bukan pencitraan. Hal berikutnya menjaga situasi kondusif.
Analisis Anda soal situasi keamanan menjelang pemilihan kepala daerah 2018 serta pemilihan umum dan pemilihan presiden 2019?
Keadaan masih bisa ditoleransi. Ada Moeldoko di sini, ha-ha-ha….
Banyak pendapat menyebutkan politik identitas di pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 akan kembali muncul….
Bisa dikatakan saya sebelas tahun tidur di jalanan Jakarta, sejak 1991 sampai 2001. Saat itu, turbulensi politik sangat tinggi sehingga menajamkan naluri saya untuk melihat situasi. Saya punya indikator-indikator dalam melihat situasi sehingga tidak ngawur saat menganalisis. Anda bisa melihat situasi keamanan saat saya menjadi Panglima TNI. Padahal waktu itu tensi politik sedang tinggi. Kuncinya kemampuan membaca situasi.
Seberapa besar kemungkinan munculnya kembali politik identitas di pemilihan kepala daerah 2018 dan pemilihan presiden 2019?
Modus-modus seperti itu masih akan digunakan. Pasti. Tapi saya melihat masyarakat semakin melek. Mereka tidak mau diperalat politik. Yang juga diperlukan adalah memastikan TNI dan Polri menjalankan peran dengan baik. Tegas.
Menurut Anda, polisi bekerja dengan baik dalam unjuk rasa 4 November dan 2 Desember 2016?
Masih bisa dimaksimalkan, sebenarnya. Tapi, karena tidak terjadi apa-apa dan tidak ada korban jiwa, itu mengindikasikan petugas menjalankan tugas dengan baik.
Namun saling hujat yang meruncing tidak kunjung hilang meski pemilihan Gubernur DKI usai….
Agak repot memang. Opini yang bergulir ini berada di area bermain yang tidak jelas di domain siapa. Polisi dan tentara tidak bisa menjangkaunya. Itulah sebabnya Presiden selalu menyampaikan pesan Presiden Afganistan Ashraf Ghani soal kemajemukan Indonesia. Sebab, mereka, dengan hanya tujuh suku, terjepit perang yang tidak kunjung selesai selama 40 tahun. Saya pikir imbauan seperti itu pasti memiliki dampak.
Apa pesan Presiden saat melantik Anda?
Kami harus bisa menjembatani berbagai proyek strategis nasional serta program andalan Presiden, seperti Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar. Ternyata di lapangan tidak berjalan mulus. Kami cari di mana sumbatannya.
Anda baru masuk pada tahun terakhir pemerintahan Jokowi. Bagaimana menyesuaikan diri di kabinet?
Sebagai orang baru, saya mesti banyak belajar. Saya harus menyesuaikan diri dengan budaya dan kebiasaan yang terbangun dalam sebuah unit kerja. Saat menjadi tentara, medan tempur saya jelas. Ini medan tempurnya begitu variatif. Banyak ranjaunya.
Ranjau seperti apa?
Ada regulasi dan instrumen-instrumen lain yang jangan coba-coba ditabrak. Kalau sembrono, akan menabrak ranjau.
Konstelasi politik juga Anda anggap ranjau?
Bisa, kalau kita salah memahaminya. Kalau memahami secara clear, tidak.
Apa beda KSP di bawah Anda dan Teten Masduki?
Saya tidak mau membandingkan. Saya juga tidak mau anak buah saya membanding-bandingkan. Saya pun tidak mau mendengarkan alasan, "Woi, dulu kami bekerja begini…." Saya ingin menjadi diri saya sendiri. Gaya gue begini, ha-ha-ha….
Bagaimana menyelaraskan silang pendapat antar-kementerian dan lembaga?
Misalnya saat polemik impor beras. Kami ajak kumpul Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Direktur Bulog Djarot Kusumayakti, dan Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto. Gagasan besar Kementerian Pertanian adalah menuju swasembada pangan. Sedangkan gagasan Kementerian Perdagangan adalah jangan sampai harga beras mahal. Setelah diskusi, diambillah keputusan impor, meski saya katakan impor ini tidak tepat waktu karena sudah mendekati panen raya. Untuk itu, kami mengambil kebijakan, begitu beras impor datang, langsung masuk gudang dan kami kunci.
KSP berperan sebagai koordinator?
Bukannya sok menjadi dirigen dalam orkestra. Tapi kami mencari cara berkomunikasi sehingga persoalan jadi lebih terang. Misalnya, Kementerian Pertanian menyebut sudah panen besar. Namun Bulog belum berbelanja karena belum menemukan panen. Akhirnya, Menteri Pertanian mengajak sama-sama ke lapangan. Bulog sudah bawa duit. Begitu ada barang, langsung tebas (borong).
Anda menyebutkan 60 persen dari total kerja Anda untuk politik. Bentuknya seperti apa?
Semua kebijakan berimplikasi pada kepuasan publik. Kami ingin kepuasan publik bisa semaksimal mungkin. Maka saya membuat formulasi dan memonitor. Mencari dan menghilangkan hambatan, lalu mengakselerasi pelaksanaan kebijakan.
Termasuk, misalnya, meningkatkan elektabilitas Jokowi?
Oh, tidak. Itu kan politik praktis. Hal yang kami kerjakan adalah politik makro. Kami mengawal pekerjaan Presiden, apalagi yang sudah dijanjikan kepada masyarakat. Bukannya mengumpulkan ini-itu untuk kepentingan politik praktis.
Buktinya, KSP disebut mengawal pembentukan organisasi relawan Jokowi untuk pemilihan presiden 2019….
Yorrys (Raweyai, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) memang sempat teriak-teriak begitu. Itu dari sisi mereka. Sebenarnya, mereka hanya datang ke sini, menyampaikan apa yang mereka lakukan. Saya kebetulan tidak di kantor. Bahwa kantor ini sebagai political wing menerima siapa saja, ya, kami terima. Tapi, begitu keluar, mereka bilang seolah-olah organisasi relawan itu direstui Kantor Staf Presiden. Lha iki piye tho ceritane? (Yorrys bertemu dengan Deputi IV KSP Eko Sulistyo di kantor KSP, Selasa pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Yorrys melaporkan rencana pembentukan relawan pekerja untuk pemenangan Presiden Joko Widodo pada pemilihan presiden 2019.)
Lembaga ini juga dikritik karena mengabarkan keputusan PDI Perjuangan menunjuk Jokowi sebagai calon presiden, pekan lalu. Tanggapan Anda?
Itu termasuk pembahasan di lingkungan kami. Kadang-kadang, anak-anak belum bisa menyaring mana hal yang punya esensi atau tidak. Dewan Pertimbangan Presiden komplain ke saya soal itu. Saya jawab, "Siap, UMP, untuk menjadi perhatian," ha-ha-ha….
Perlukah tim media sosial KSP menyampaikan kabar tersebut?
Dalam artian keterbukaan informasi, tidak ada masalah. Itu hasil rilis yang kami terima dari Biro Pers Kepresidenan. Publik juga sudah tahu soal itu. Jadi sebenarnya wajar saja. Namun, karena yang ngomong KSP, jadi pertanyaan publik. Tapi ya okelah. Kami seharusnya menyadari psikologi politik, jangan melakukan sesuatu yang menurut pandangan publik tidak perlu.

MOELDOKO

Tempat dan tanggal lahir: Kediri, Jawa Timur, 8 Juli 1957

Pendidikan:
» Doktor Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (2014)
» Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (1981)

Karier, di antaranya:
» Kepala Staf Kepresidenan (sejak 2018)
» Panglima Tentara Nasional Indonesia (2013-2015)
» Kepala Staf TNI Angkatan Darat (2013)
» Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (2011)
» Panglima Komando Daerah Militer III Siliwangi (2010-2011)
» Panglima Divisi Infanteri 1 Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (2010)
» Kepala Staf Komando Daerah Militer Jakarta Raya (2008)

Organisasi:
» Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (sejak 2017)
» Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura (sejak 2016)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus