Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIRANCANG berjumpa pada awal pekan lalu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Agus Harimurti Yudhoyono baru bertemu pada Kamis pekan lalu di rumah dinas Airlangga sebagai Menteri Perindustrian di Jalan Widya Chandra, Jakarta. Airlangga ditemani Ketua Bidang Perekonomian Golkar Aziz Syamsuddin, sementara Agus datang bersama Teuku Riefky Harsya, anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pertemuan itu segera saja ditafsirkan sebagai upaya Demokrat menarik Golkar dari koalisi pendukung Presiden Joko Widodo. Golkar menjadi partai pertama yang mendeklarasikan Jokowi sebagai calon presiden dalam pemilihan 2019. Dalam Pemilihan Umum 2014, Golkar mendukung Prabowo Subianto dan kalah. "Pertemuan pertama ini baru minum kopi," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik, pekan lalu. "Selanjutnya bisa terjadi bila mereka menyukai kopi yang sama."
Mengacu pada Undang-Undang Pemilu dengan ambang batas pengajuan calon presiden 20 persen suara partai di DPR, kemungkinan hanya ada dua calon presiden: Jokowi yang didukung Golkar, PDI Perjuangan, Hanura, dan NasDem serta Prabowo dengan Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera. Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional, yang jumlahnya 16,5 persen suara, belum menentukan pilihan.
Sekretaris Majelis Tinggi Demokrat Amir Syamsuddin mengatakan Demokrat dengan 10,1 persen suara bisa menjadi penentu terbentuknya poros ketiga. Namun ia tak mau tergesa-gesa menentukan apalagi menyorongkan Agus Harimurti sebagai kandidat presiden. "Politik itu dinamis dan Agus siap dengan panggilan sejarahnya," ucap Amir.
Dalam berbagai survei, nama Agus selalu masuk bursa calon presiden ataupun wakil presiden potensial. Dengan karier politik yang masih hijau, jebolan mayor Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat itu menembus lima besar kandidat presiden di bawah Jokowi, Prabowo, Anies Baswedan, dan Gatot Nurmantyo versi Poltracking Indonesia.
Sigi yang sama memaparkan Agus bisa mencuri 1,7 persen suara bila dia bertarung melawan Jokowi dan Prabowo. Hanya Gatot yang bisa menembus 2,3 persen suara bila terbentuk poros di luar Jokowi dan Prabowo. Agus menjadi populer setelah ikut pemilihan Gubernur Jakarta tahun lalu dan kalah.
Setelah gugur di putaran pertama, Agus banyak berkeliling daerah dan memasang poster atas nama Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute. Ia aktif berceramah di pelbagai kampus dan menemui tokoh-tokoh politik, dari Prabowo sampai Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Baru-baru ini, Ketua Umum Demokrat sekaligus ayah Agus, Susilo Bambang Yudhoyono, memberi tugas anak sulungnya itu sebagai Komandan Satuan Tugas Bersama Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. "Dia akan keliling memastikan Demokrat siap ikut pemilu," ujar Rachland Nashidik.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar menyambut ide poros baru itu. Muhaimin, yang sudah memasang baliho di seluruh Indonesia sebagai "calon wakil presiden", setuju jika ada koalisi baru di luar Jokowi dan Prabowo. "Ada harapan dan kegairahan umat Islam yang cukup kuat poros itu bisa terwujud," katanya.
Dalam survei Poltracking, peluang Muhaimin bila berpasangan dengan Agus Harimurti paling banter hanya 7,7 persen suara, sedikit di bawah skenario Gatot Nurmantyo-Sohibul Iman, Presiden PKS. "Yang pasti, para kiai meminta saya tak mundur dalam pemilihan presiden ini," Muhaimin menjelaskan.
Raymundus Rikang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo