Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Menjegal Keadilan bagi Ahok

Tuntutan agar Mahkamah Agung menolak pengajuan PK Ahok tak boleh dilayani. Keadilan jangan kalah oleh tekanan massa.

4 Maret 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUNTUTAN sejumlah orang yang menyebut dirinya Alumni 212 sungguh tak masuk akal. Mereka mengancam akan menurunkan massa besar-besaran dalam sidang peninjauan kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mereka menuntut agar hakim PK tidak mengabulkan permohonan itu. Hakim Mahkamah Agung yang nanti memutus perkara ini tak boleh terintimidasi. Jangan mengulang vonis pada Ahok yang dijatuhkan majelis karena tekanan massa.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah memvonis Ahok dua tahun penjara pada Mei tahun lalu. Hakim menilainya bersalah telah melakukan penodaan agama dalam pernyataannya soal Surat Al-Maidah ayat 51. Vonis ini turun menyusul tekanan massa dari kelompok "Pembela Islam" yang melakukan serangkaian aksi demo besar di Ibu Kota. Puncak tekanan adalah aksi pada 2 Desember 2016 (belakangan disebut sebagai aksi 212) yang diikuti ratusan ribu orang.

Rangkaian tekanan massa itu tak lepas kaitannya dengan proses hukum yang dijalani Ahok. Kecut oleh tekanan massa, polisi menetapkannya sebagai tersangka. Pengadilannya berlangsung supercepat. Setelah divonis, Ahok sayangnya memutuskan mencabut memori banding. Dia beralasan tak ingin kegaduhan politik terus berlanjut akibat proses banding itu.

Ahok telah dipenjara. Ia juga kalah dalam pemilihan gubernur. Kini Ahok bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang terpidana yang mengajukan haknya untuk mendapat keadilan.

Peninjauan kembali adalah hak yang dijamin hukum. Dan Ahok punya alasan kuat. Bukti baru yang dia ajukan adalah vonis satu setengah tahun penjara dari Pengadilan Negeri Bandung terhadap Buni Yani. Dosen sebuah perguruan tinggi di Jakarta ini dinyatakan bersalah telah mengedit video pernyataan Ahok soal Surat Al-Maidah. Video suntingan inilah yang kemudian menjadi viral dan memicu aksi demo menyerang Ahok. Tim hukum Ahok yakin, tanpa video itu, ledakan kasus Al-Maidah tak akan terjadi.

Selayaknya para hakim di Mahkamah Agung yang kelak menguji PK mempertimbangkan bukti baru itu. Mahkamah juga harus mempertimbangkan serangkaian kejanggalan dalam proses persidangan Ahok sebelumnya. Lemahnya tuntutan sehingga jaksa gagal membuktikan dakwaan primer, atau sejumlah saksi menguntungkan Ahok yang diabaikan oleh hakim, merupakan sebagian kejanggalan itu.

Kita berharap hakim PK mampu berpikir jernih dan tak terintimidasi. Kasus Ahok bukan sekadar perkara kriminal biasa. Nuansa politik sangat terasa dalam vonis yang harus diterima Ahok. Sidang PK itu sekali lagi akan menjadi ujian penting bagi sistem hukum kita: beranikah para hakim di Mahkamah Agung memutus perkara sepenuhnya berdasarkan pertimbangan hukum, bukan karena ada intimidasi massa.

Tak kalah mendasar, ini juga akan menjadi ujian: janganlah negara terseret menjadi mobokrasi-istilah bagi negara yang mudah ditekan oleh aksi massa.

Para penggagas aksi juga semestinya menahan diri. Melakukan kesalahan dengan memaksakan kehendak lewat aksi massa, mereka hendaknya menyadari: PK adalah hak hukum terdakwa untuk membela diri. Kekhawatiran bahwa PK Ahok akan mengantarkan sang terpidana ke panggung politik adalah sikap kekanak-kanakan dan tidak percaya diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus