Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA ketidakpercayaan cukup besar terhadap PT PLN, termasuk di kalangan DPR RI. Karena itu, para wakil rakyat meminta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengaudit berapa persisnya biaya pokok pengadaan listrik di PLN. Dari situ akan ditentukan berapa tingkat kenaikan tarif yang paling layak. Waktu yang diberikan pada BPK hanya sebulan. Untuk mengetahui posisi BPK dan proses audit yang hendak digelar, Ahmad Fikri dari Tempo mewawancarai Ketua BPK, Anwar Nasution, setelah meresmikan kantor perwakilan BPK di Bandung, Jumat pekan lalu.
Bagaimana rencana BPK melakukan audit itu?
Permintaan ini merupakan kesimpulan rapat antara DPR dan pemerintah. Saya juga ditelepon oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro juga meminta pada waktu bertemu saat melayat Pak Dhar (mantan wakil presiden Sudharmono—Red.) Atas dasar itu saya tanya Pak Uju (Uju Zuhairi, anggota Pembina Auditor Utama Kerugian Negara I—Red.) Mereka bisa melakukannya dalam satu bulan.
Apa persisnya yang akan diaudit?
Dengan kenaikan harga BBM, melemahnya nilai rupiah, suku bunga yang sudah meningkat, adanya depresiasi dari generator pembangkit tenaga listrik, harga bahan-bahan lain yang diimpor juga berubah, maka ongkos produksi PLN juga meningkat. Sudah jelas masuk akal kalau, misalnya, mereka meminta kenaikan tarif dasar listrik. Berapa besarnya, nah, itulah yang akan kita audit.
Teknisnya bagaimana?
Kami sudah committed, dalam satu bulan sudah bisa kami sampaikan pada DPR. Dan satu jam kemudian sudah bisa Anda akses di website kami. (Uju Zuhairi, yang mendampingi Anwar, menjelaskan bahwa komponen terbesar dalam menentukan tarif dasar listrik adalah penggunaan minyak, solar, dan gas, yang semuanya telah naik besarannya. Besarnya 60 persen. Komponen tambahannya ialah penyusutan listrik—berdasarkan kalkulasi PLN besarnya 9,72 persen. Penyusutan teknis terjadi antara lain akibat daya magnet yang dihasilkan ketika listrik melintasi gardu sebelum disalurkan ke konsumen. Penyusutan nonteknis akibat pencurian listrik. Kalkulasi itu yang akan diaudit oleh BPK. PLN akan diminta mempresentasikan semua skenario kenaikan berikut metode yang digunakan pada masing-masing skenario. BPK akan mengerahkan 30 auditor untuk mengejar tenggat).
Bukankah tahun lalu BPK juga menyelesaikan audit terhadap PLN?
Itu masih draf laporan sementara. Menurut tata kramanya, masih harus diberikan kepada pihak yang diperiksa untuk diminta tanggapannya. Baru setelah itu keluar hasil laporan final. Draf ini tak boleh beredar. Tidak bisa dipakai untuk mengambil tindakan. Ada kira-kira 23 temuan. Nah, berapa jumlah finalnya, tergantung hasil diskusi itu. Bisa saja BPK salah. Draf sudah selesai April 2005 dan sekarang sudah diserahkan pada PLN untuk ditanggapi. (Uju menambahkan, sebagian audit sudah selesai, di antaranya kasus penyimpangan pembelian pembangkit listrik di Borang, Palembang, yang sekarang tengah disidik polisi). Mengenai hasil penyidikan polisi itu, kita tak tahu. Itu urusan kepolisian. Mungkin mereka punya bukti lain di luar yang kami miliki. Yang jelas, kalau kami menemukan sesuatu, yakinlah bahwa kami akan menyampaikannya kepada kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus di Palembang itu pun merupakan hasil temuan audit BPK.
Ada indikasi korupsi dalam laporan BPK tahun lalu?
Saya kira belum. Kalau ada, akan kami laporkan.
Atau inefisiensi?
Ada, dan masih banyak dilakukan oleh PLN sendiri. Tapi kami juga memahami apa yang dihadapi PLN sehingga efisiensi mereka terganggu.
Apa itu?
Jangan lupa sumber inefisiensi itu. Satu, interkoneksi jaringan di Indonesia baru ada di Bali dan Jawa. Kedua, kita ini negara miskin. Siapa saja kasih sodaqoh—sedekah—kita terima. Nah, mesin satu dengan yang lain—satu buatan Jepang, yang lain buatan Ceko—barangkali belum tentu kompatibel. Kemudian, kalau you berutang di warung dengan bayar tunai kan lain harganya? Jangan terus mengatakan di Singapura tarif listrik murah. Lha, Singapura tak berutang seperti kita ini.
Dengan semua inefisiensi itu, apakah PLN layak meminta menaikkan tarif dasar listrik?
Itulah yang akan kita cari tahu dalam sebulan ini. Kalau soal layaknya, memang masuk akal karena harga minyak sudah meningkat sampai dua kali lipat, kurs devisa kita melemah, tingkat suku bunga naik. Harga Koran Tempo dan majalah Tempo saja naik, masak PLN nggak boleh naik?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo