Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi
Pemalsuan

Berita Tempo Plus

Di Balik Perkara Ijazah

Bekas komisaris Bimantara diadukan ke polisi—sedang berhitung mau maju berapa jauh.

30 Januari 2006 | 00.00 WIB

Di Balik Perkara Ijazah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

LANGKAH Shadik Wahono tiba-tiba tertahan di pintu imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu malam dua pekan lalu. Sembilan petugas kepolisian dari Polda Metro Jaya menghampirinya dengan sepucuk surat penangkapan.

Shadik, yang baru tiba dari Singapura, malam itu juga ditahan polisi. Tak hanya disel, koper dan komputer jinjing yang dibawanya juga dibongkar polisi. Hamba wet bahkan sempat menggeledah kantor Shadik di kawasan Jakarta Selatan, Ahad dini hari itu.

Dalam surat penangkapan, dia dituduh telah memalsukan dan menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam data akademiknya. Pemalsuan yang dimaksud menyangkut gelar sarjana hukum yang diperolehnya dari satu universitas swasta terkenal di Jakarta.

”Dia terbukti menggunakan ijazah palsu,” kata Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Mochamad Jaelani. Kejahatan itu diancam hukuman tujuh tahun penjara.

Kuasa hukum Shadik, Denny Kailimang, mengeluhkan proses penangkapan dan perlakuan polisi atas kliennya. ”Kami melihat ada sesuatu yang istimewa,” katanya. Apalagi, proses pemeriksaan dan penahanan tergolong cepat.

Baru pada 11 Januari laporan masuk ke polisi, sepekan kemudian sudah keluar surat perintah penangkapan. Soal tudingan pemalsuan ijazah, Shadik pun mengaku memperolehnya dari seseorang, dan gelar itu tidak pernah digunakannya.

Polisi membantah penanganan kasus ini mengandung sejumlah keganjilan dan berbau pesanan pihak tertentu. Sebelum penangkapan, surat panggilan pernah dilayangkan polisi kepada Shadik. Hanya saja, yang bersangkutan sedang berada di luar negeri.

Siapa sesungguhnya pelapor kasus Shadik ini, polisi terkesan enggan mengungkapkan. Jawaban baru datang ketika kuasa hukum PT Bimantara Citra, Juniver Girsang, buka mulut. ”Ada masyarakat yang melaporkan Shadik bukan lulusan Universitas Trisakti, seperti termuat dalam laporan tahunan Bimantara 2002 dan 2003,” katanya. Saat itu, Shadik menjabat komisaris Bimantara.

Denny balik mempertanyakan niat di balik pelaporan ini, sebab Shadik sudah sejak dua tahun lalu keluar dari Bimantara. ”Kenapa baru dipermasalahkan sekarang?”

Menurut sumber Tempo, pengaduan ijazah palsu ini sesungguhnya berkaitan erat dengan laporan Eggi Sudjana kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, awal bulan ini. Yang dilaporkannya tak lain adalah kasus dugaan korupsi dalam transaksi surat utang bodong milik PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Shadik, yang dikenal dekat dengan Eggi, disebut-sebut sebagai orang yang memasok dokumen kasus itu.

Shadik dan Eggi tak membantah hubungan pertemanan itu. ”Saya kenal Eggi sebagai teman yang aktivis,” katanya. Tapi dia membantah telah memasok dokumen dugaan korupsi di CMNP kepada Eggi. ”Itu sudah jadi public domain,” kata Shadik kepada Tempo, akhir pekan lalu.

Dokumen yang diserahkan Eggi kepada KPK memang bukan barang baru. Dua tahun lalu, salah satu pemegang saham CMNP, Abdul Malik Jan, pernah memberikan dokumen yang sama kepada komisi itu. Isinya: transaksi pertukaran surat utang milik CMNP dengan sertifikat deposito (Negotiable Certificate of Deposit) senilai US$ 28 juta milik PT Drosophila Enterprise Pte. Ltd. mendatangkan kerugian bagi perusahaan jalan tol itu.

Urusan tambah ruwet ketika sertifikat deposito itu pun belakangan tak bisa dicairkan. Sebab, Bank Unibank, yang menerbitkan sertifikat deposito itu, telah dibekukan. Pemerintah pun menolak tuntutan CMNP untuk membayar, karena sertifikat deposito itu tak masuk skema penjaminan pemerintah.

Abdul Malik menyodorkan dokumen yang menunjukkan bahwa Hary Tanoesoedibjo, bos Bimantara, terlibat dalam transaksi ini. Hary tercatat sebagai pemilik Drosophila dan pihak yang memfasilitasi proses jual-beli itu melalui PT Bhakti Investama Tbk.

Tapi, hingga kini KPK belum menindaklanjuti laporan tersebut. Belakangan, Abdul Malik malah memohon ampun kepada Hary melalui media massa nasional karena perbuatannya dianggap mencemarkan nama baik.

Kini kasus itu kembali timbul setelah Eggi melaporkannya ke KPK. Namun, Wakil Ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas, masih enggan menanggapi kasus ini. ”Maaf, untuk sementara saya belum bisa kasih komentar,” katanya pendek.

Juniver mensinyalir upaya sistematis untuk merusak nama baik kliennya. Ia juga mempertanyakan soal dugaan korupsi dalam proses jual-beli sertifikat deposito itu. Persoalan ini masalah perdata. Jadi, ”Di mana letak korupsinya?” kata Juniver.

Hary juga tak mau berkomentar soal gencarnya berbagai ”serangan” itu, termasuk dugaan korupsi sertifikat deposito. ”Saya lagi rapat,” katanya ketika dihubungi pekan lalu.

Selain tersangkut kasus surat utang bodong CMNP, bos Bimantara ini juga sedang bertikai dengan putri sulung mantan Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana. Dua orang yang semula rekan bisnis itu kini saling klaim selaku pemilik sah saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Karena itu, kata sumber Tempo, persoalan TPI, surat utang bodong CMNP, dan ijazah palsu Shadik Wahono sesungguhnya saling terkait. Jika dirunut ke belakang, putri mantan presiden Soeharto yang kerap dipanggil Tutut itu memang pernah menjadi Presiden Direktur CMNP. Shadik pun dikenal sebagai salah satu orang dekatnya.

Shadik tak menampik soal kedekatannya dengan Tutut. Perkara ”pecah kongsi” Tutut dan Hary pun, ia menyatakan, ”Hari ini kita berkongsi, besok bisa lain.” Meski begitu, ia masih enggan bercerita lebih banyak. ”Dia sedang berhitung, mau maju berapa jauh,” kata sumber Tempo.

Yura Syahrul


Niat Untung Malah Buntung

1999 27 April: CMNP menukar obligasi Rp 153 miliar dengan surat utang jangka menengah milik Bank CIC dengan nilai yang sama.

Mei: CMNP menukarkan obligasi Rp 189 miliar dan surat utang Bank CIC Rp 153 miliar dengan sertifikat deposito (Negotiable Certificate of Deposit) Bank Unibank US$ 28 juta milik PT Drosophila Enterprise Pte. Transaksi ini difasilitasi oleh Bhakti Investama.

31 Desember: Auditor independen menemukan kerugian CMNP Rp 155, 9 miliar akibat transaksi dengan Drosophila.

2001 29 Oktober: Bank Indonesia membekukan Unibank dan menyerahkannya ke BPPN.

20 November: CMNP memohon kepada BPPN untuk mencairkan NCD. Permohonan disampaikan tiga kali hingga pertengahan 2002.

2002 29 Januari: BPPN menyatakan NCD Unibank tak dijamin pemerintah, sehingga tidak bisa dibayarkan kepada CMNP.

28 Agustus: BPPN mengirim surat ke BI. Isinya: NCD Unibank melanggar ketentuan bank sentral.

22 November: BPPN kembali menyatakan NCD Unibank tidak termasuk dalam program penjaminan pemerintah.

2003 30 Januari: BI menyatakan tidak terdapat sertifikat deposito dalam dolar AS dalam laporan simpanan berjangka bulanan Unibank pada Januari 2001.

8 Februari: Kantor hukum Maqdir & Mulyadi merekomendasikan kepada CMNP untuk menggugat Drosophila, Bhakti Investama, direksi Unibank, dan pemerintah karena tak bisa mencairkan NCD.

2004 8 Januari: CMNP menggugat Unibank, BPPN, Departemen Keuangan, dan BI untuk mencairkan NCD dan membayar US$ 28 juta.

28 Juli: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan gugatan CMNP.

29 Juli: Pemegang saham CMNP, Abdul Malik Jan, melaporkan dugaan korupsi dalam kasus NCD Unibank yang merugikan negara kepada KPK.

2005 22 Maret: Abdul Malik kembali melaporkan dugaan korupsi NCD Unibank ke KPK, Kejaksaan Agung, dan kepolisian. Dia menyatakan, pihak yang diuntungkan adalah Drosophila dan Bhakti. Laporan itu juga mencantumkan data dari otoritas akuntansi dan perusahaan Singapura bahwa Drosophila dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo.

Sumber: Laporan Keuangan CMNP tahun 1999, hasil audit, surat-surat dan keputusan rapat CMNP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus