Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Banyak program dan anggaran pembangunan jumbo yang digarap oleh kementerian teknis.
Pemborosan anggaran dari dalam pemerintah menjadi tantangan Sri Mulyani.
Utang pemerintah naik dari Rp 2.608 triliun pada 2014 menjadi Rp 8.041 triliun per November 2023.
JAKARTA - Sri Mulyani Indrawati semula dikenal sebagai pribadi yang memegang prinsip disiplin fiskal sejak menjabat Menteri Keuangan pada 2016. Kinerja pengelolaan keuangan negara pada awal kepemimpinan Sri Mulyani, kata ekonom dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Latif Adam, memastikan beban fiskal seimbang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menilai Sri Mulyani memiliki kompetensi, jejaring, dan prinsip dalam menakhodai Kementerian Keuangan. Salah satunya menjaga utang pemerintah tidak melebihi batas yang ditoleransi undang-undang, yakni defisit anggaran 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan rasio utang maksimal 60 persen terhadap PDB.
Agar beban fiskal sehat, kata Latif, Sri Mulyani mencari sumber baru penerimaan perpajakan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Pengelolaan anggaran pembangunan juga diarahkan ke badan usaha milik negara (BUMN) agar utang pemerintah tidak bertambah. Kedua cara tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas keuangan negara.
“Tapi, di akhir-akhir masa jabatannya, pertahanan Menkeu runtuh,” kata Latif kepada Tempo, kemarin. Belakangan, dia mengatakan, sejumlah program berikut anggaran dengan jumlah jumbo digarap kementerian teknis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada media mengenai kinerja serta realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, 2 Januari 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Pemborosan Proyek Lumbung Pangan
Latif mencontohkan program lumbung pangan alias food estate dari Kementerian Pertahanan yang menelan dana triliunan rupiah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan pada Juni 2022 bahwa ditemukan banyak masalah dalam program itu dan berpotensi memboroskan anggaran ratusan miliar rupiah. Tingginya anggaran yang diperlukan, dia menuturkan, membuat ruang fiskal untuk program lain menyempit. Latif mengandaikan, jika program food estate dikelola BUMN, perencanaannya akan lebih ketat. “Akan lebih rigid hitungan untung-ruginya karena BUMN dituntut membuat utang produktif,” katanya.
Kasus food estate, menurut Latif, adalah contoh pemborosan anggaran dari dalam pemerintah yang menjadi tantangan Sri Mulyani. Pemborosan anggaran disebutkan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2022 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2022. Dalam laporan tersebut, BPK menemukan pemborosan anggaran senilai Rp 25,85 triliun dari ketidakhematan, ketidakefisienan, hingga kelemahan sistem pengendalian intern. Presiden Joko Widodo juga pernah menyinggung pemborosan uang negara untuk perjalanan dinas dan rapat, salah satunya dari anggaran stunting.
Latif mengatakan pemborosan anggaran banyak terjadi di lapisan pemerintahan. “Jika bicara kualitas belanja, ada di isu besar, yaitu alokasi dan utilisasi. Kuasa Sri Mulyani dalam alokasi, sedangkan pemanfaatan anggaran tanggung jawab kementerian dan lembaga terkait,” katanya. Kondisi tersebut membuat belanja negara tidak optimal.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan bahkan menyebutkan Sri Mulyani tidak menjalankan peran sebagai rem anggaran karena APBN menjadi tidak efisien dan bocor.
Anthony mencatat, selama Sri Mulyani memimpin, banyak kebijakan yang gagal. Beban fiskal tinggi menjadi rapor merah Sri Mulyani sejak awal bekerja, seperti realisasi kebijakan tax amnesty 2016/2017 jauh di bawah target. Target kenaikan rasio pajak terhadap PDB dari 10,7 persen pada 2015 menjadi 14,6 persen pada 2019 tidak tercapai. Realisasi rasio pajak malah turun menjadi 9,8 persen pada 2019. Selanjutnya, defisit APBN membengkak dari Rp 226 triliun pada 2014 menjadi Rp 348 triliun pada 2019.
Utang Pemerintah Melesat
Konferensi pers Menteri Keuangan Sri Mulyani soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, 15 Desember 2023. ANTARA/Muhammad Adimaja
Akibat defisit APBN, kata Anthony, utang pemerintah naik pesat, dari Rp 2.608 triliun pada 2014 menjadi Rp 4.785 triliun pada 2019. “Naik lagi menjadi Rp 8.041 triliun per November 2023,” katanya. Menurut Anthony, kebijakan fiskal era Sri Mulyani lebih berpihak kepada pemilik modal dan masyarakat menengah-atas karena besarnya kenaikan defisit APBN tidak memperbaiki kondisi masyarakat miskin secara signifikan. Tingkat kemiskinan tercatat hanya turun dari 10,96 persen pada 2014 menjadi 9,22 persen pada 2019.
Dia menuturkan sejumlah proyek juga dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti keberadaan kereta cepat Jakarta-Bandung dan Bandara Kertajati. Padahal anggaran kedua proyek tersebut dapat dialihkan untuk membangun sanitasi bersih ataupun memperbaiki jalan dan jembatan.
Tantangan menyeimbangkan fiskal dengan mempertahankan pendongkrak pertumbuhan ekonomi, kata pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, memang tidak mudah bagi Menteri Keuangan. Setidaknya, kata dia, kinerja positif Sri Mulyani yang dapat dirasakan masyarakat luas adalah indikator makroekonomi tetap terjaga. Sementara itu, soal nilai tukar rupiah hingga surplus neraca perdagangan, kata dia, merupakan persoalan sulit.
“Karena urusannya geopolitik. Pada saat yang sama, Amerika Serikat ingin menurunkan suku bunga dan negara-negara bersaing menjual surat uang,” kata Agus. Dia menuturkan Sri Mulyani memiliki kemampuan memahami keuangan dan politik global secara makro.
Stabilitas ekonomi dan keuangan Indonesia selama ini, menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, membuktikan bahwa mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengelola anggaran dengan baik. Sedangkan reformasi internal birokrasi Kementerian Keuangan saat ini masih lemah. Kasus tindak pidana korupsi pencucian uang yang dilakukan mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun, kata Trubus, menandakan pembenahan lingkup internal lingkungan Kementerian Keuangan masih gagal.
“Sebelumnya kasus Gayus Tambunan, berarti penegakan hukum terhadap pegawai Kemenkeu tidak mengalami kemajuan,” ujar Trubus.
Sorotan terhadap kinerja pengelolaan keuangan negara itu berkaitan dengan kabar Sri Mulyani yang hendak mengundurkan diri dari jabatan Menteri Keuangan. Anggota Komisi Keuangan DPR dari Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng, menyatakan tidak percaya pada kabar tersebut. Pasalnya, dia yakin Sri Mulyani selalu profesional dalam bekerja. Bagi Mekeng, Sri Mulyani berhasil membangun Kementerian Keuangan menjadi institusi yang berkualitas. “Sri Mulyani sudah menjalankan keputusan politik negara dengan mempertimbangkan prinsip tancap gas dan injak rem,” ujarnya.
ALI AKHMAD NOOR HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo