Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HANISAH masih murid setingkat kelas II sekolah menengah pertama ketika melakukan gebrakan yang mengguncang kemapanan sistem yang membedakan posisi laki-laki dan perempuan. Saat itu, ia dan santri perempuan lain harus belajar di kelas dalam kondisi berbatas tirai pemisah dengan guru laki-laki mereka. Hanisah menyaksikan proses belajar itu sama sekali tak efektif karena para santri di balik tirai malah tidur atau bahkan meninggalkan kelas begitu saja, sementara guru tetap asyik sendiri mengajar. Sering kali hanya Hanisah sendiri yang bertahan di kelas hingga akhir. Suatu hari kegelisahannya memuncak, lalu dia tarik tirai itu hingga terbuka lebar. Gurunya marah besar, tapi Hanisah menjawab sambil menunjuk teman-temannya yang terlelap, âCoba Teungku (panggilan guru) lihat sendiri siapa yang sedang Teungku ajar.â
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo