Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah tenaga medis di barisan terdepan tak menjalani rapid test atau uji cepat virus corona.
Di Yogyakarta, peralatan rapid test tak dibagikan dengan cepat.
Ada rumah sakit rujukan yang alat rapid test-nya minim.
PESAN bernada protes diterima anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali, Jro Nyoman Rai Yusa, Kamis subuh, 2 April lalu. Pengirim pesan WhatsApp itu adalah anaknya yang menjadi dokter di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar. Anaknya mempertanyakan tes virus corona terhadap 39 anggota DPRD Bali dua hari sebelumnya.
Menurut Rai Yusa, sang anak mengatakan dia dan koleganya di rumah sakit itu justru belum kebagian tes. “Bapak sudah dapat, kenapa kami tidak?” kata politikus Partai Gerakan Indonesia Raya itu menirukan pesan anaknya. Rai Yusa pun berjanji menghubungi Dinas Kesehatan Provinsi Bali. “Semuanya telah diselesaikan.”
Ketua Satuan Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 Bali, Dewa Made Indra, mengatakan uji cepat digelar karena ada permintaan dari Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama. Alasannya, mereka kerap berkunjung ke daerah lain, seperti Jakarta, yang menjadi episentrum penyebaran virus corona. Made Indra mengklaim uji cepat itu dilaksanakan setelah semua tenaga medis dan pekerja migran mendapat tes serupa. Bali sendiri mendapat kiriman 10 ribu alat rapid test dari pemerintah pusat.
Namun seorang pejabat di Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengatakan uji cepat untuk anggota DPRD Bali menyalahi prosedur. Sebab, masih ada petugas kesehatan yang belum mendapatkan tes. Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, pada Selasa, 24 Maret lalu, menyebutkan peralatan rapid test diprioritaskan untuk dua kelompok, yaitu mereka yang berkontak dengan pasien positif corona dan tenaga medis yang terkait dengan pelayanan kepada pasien corona. Yurianto mengatakan pemeriksaan itu bahkan juga terhadap petugas front office. “Mereka rentan terinfeksi,” ujarnya.
Sejumlah dokter yang dihubungi Tempo juga mengatakan beberapa tenaga kesehatan di Rumah Sakit Sanglah belum menjalani uji cepat hingga Kamis, 2 April lalu. Mereka umumnya bertugas di instalasi gawat darurat dan sangat mungkin menangani pasien dengan corona di tubuhnya. Hari itu, 12 pasien Covid-19 dirawat di Rumah Sakit Sanglah.
Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Sugawa Korry, juga mengaku pernah diminta sejumlah dokter agar membantu mereka mendapatkan akses rapid test. Ia menyayangkan uji cepat dilakukan kepada anggota DPRD, yang bukan prioritas. Sugawa Korry meminta anggota fraksinya tak mengikuti tes tersebut.
•••
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERINTAH rapid test massal disampaikan Presiden Joko Widodo dalam rapat dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 19 Maret lalu. Kala itu, Presiden meminta tes ini dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia sebagai pendeteksian dini. Achmad Yurianto mengatakan, sejak 22 Maret lalu, Indonesia telah mendapatkan 150 ribu alat tes dari Cina. Pemerintah menargetkan bisa melakukan satu juta tes di seluruh Indonesia untuk mencegah penyebaran corona. Alat tes ini telah dibagikan ke wilayah yang dianggap berisiko tinggi.
Namun, di Yogyakarta, belum semua peralatan rapid test dibagikan. Di gudang Instalasi Farmasi Provinsi Yogyakarta, Jalan Kiai Mojo, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, ribuan alat tes merek Wondfo Biotech dari Guangzhou, Cina, masih menumpuk. Yogyakarta mendapat kiriman 14.400 alat rapid test bersamaan dengan 4.000 alat pelindung diri sejak Sabtu, 28 Maret lalu. Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Bantul, Sagiran, menyayangkan peralatan uji cepat itu tak langsung didistribusikan. Seharusnya peralatan rapid test itu segera didistribusikan mengingat rumah sakit menjadi salah satu tempat berisiko tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persoalan itu juga sempat disampaikan Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Yogyakarta melalui akun Twitter @TRCBPBDDIY. Dalam cuitan yang menampilkan foto kardus-kardus peralatan uji cepat pada 30 Maret lalu, akun ini mengkritik prosedur dan pelaksanaan rapid test di provinsi itu. Kepala Pelaksana BPBD Yogyakarta Biwara Yuswantana membenarkan akun itu dipegang Tim Reaksi Cepat. “Tapi akun itu bukan untuk menyampaikan sikap resmi BPBD secara kelembagaan,” ujar Wakil Sekretaris Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Yogyakarta ini.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta Pembayun Setyaning Astuti mengatakan pendistribusian alat tes menunggu permintaan dinas kesehatan di tingkat kabupaten/kota atau rumah sakit dengan data kebutuhan yang rinci. Sedangkan Sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta Siti Badriyah menyebutkan sudah 6.000 alat rapid test dikirimkan ke dinas kabupaten/kota secara bertahap. Pembagian tahap pertama ini diperuntukkan bagi tenaga kesehatan melalui sejumlah rumah sakit rujukan.
Tumpukan alat rapid test bermerk Wondfo, di Gudang Instalasi Farmasi Provinsi Yogyakarta, 30 Maret 2020. TEMPO/Shinta Maharani
Di Rumah Sakit Umum Daerah Nyi Ageng Serang, Kabupaten Kulon Progo, yang menjadi rumah sakit rujukan Covid-19, peralatan uji cepat corona juga masih minim. Ahmad Mustaqim, pasien di rumah sakit itu, sempat meminta pengujian corona. Wartawan yang bertugas meliput di kantor Gubernur Yogyakarta dan Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, salah satu rumah sakit rujukan pasien Covid-19, itu meriang dan dadanya sesak. Tapi dokter hanya memberikan pereda rasa nyeri.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, Sri Budi Utami, mengatakan RSUD Nyi Ageng Serang baru mendapat 20 alat tes. Menurut dia, pelaksanaan rapid test di wilayahnya masih sebatas sosialisasi. “Tenaga medis yang diutamakan dulu,” ujar Sri. Kepala Pelaksana BPBD Yogyakarta Biwara Yuswantana mengatakan orang dengan gejala batuk, sesak napas, dan pilek cukup menjalani pemeriksaan medis. “Belum ada rapid test untuk masyarakat umum,” ujarnya.
Persoalan juga terjadi di Jawa Barat. Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhillah mengatakan ada keluhan dari pengurus di Jawa Barat yang bercerita bahwa sejumlah tenaga medis tak kunjung mengikuti rapid test. “Ada lontaran, kok, mereka sudah, saya belum,” ujar Harif. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani tak menampik ada banyak keluhan mengenai rapid test ini. “Karena keterbatasan alat tes dan tenaga pelaksana di lapangan,” katanya.
Menurut Berli, daerahnya telah menerima 22 ribu alat rapid test dari pemerintah pusat, yang disebar antara 1.200 dan 2.400 unit ke semua kabupaten/kota. Mereka yang ingin mengikuti uji cepat mesti mengisi aplikasi dan menjawab pertanyaan secara online untuk diverifikasi. Di luar rapid test, kata Berli, Jawa Barat mengimpor sendiri alat tes polymerase chain reaction dari Korea Selatan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku berinisiatif membeli alat uji corona dari Korea Selatan. Ridwan mengklaim bisa mengetes 500 sampel per hari di laboratorium kesehatan daerah. “Dengan alat itu, kami menemukan Wali Kota Bogor Bima Arya, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana, dan Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana positif corona,” katanya.
WAYAN AGUS PURNOMO, MADE ARGAWA (DENPASAR), NURHADI (SURABAYA), SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo