DENGAN mata waspada terhadap kemungkinan kehadiran intel, Karen menyerahkan lima dolar kepada pengecer untuk satu cekak heroin. Kadang-kadang, dia sendiri pula yang berjualan. HAMPIR semua pecandu wanita mengongkosi cara hidup mereka dengan melacur. Karen juga. Setelah trick 10 dolar dengan seorang John (langganan) di kamar penginapan, ia berdiri menonton John yang sedang "menggarap" sebuah taksi mencongkel radionya. Ditanya berapa taksi yang sudah dia kerjain, john menjawab, "Berapa, sih, semuanya di New York?" KAREN, yang pernah menjadi penari di klub malam, dirundung nostalgia setelah "tembakan" (menyuntik diri dengan heroin), dan mulai bergaya dengan pakaian yang dicurinya dari istri seorang teman . BEBERAPA hari setelah meninggalkan rumah sakit, Karen berdiri bersama John di sebuah sudut jalan, tanpa menyadari bahwa mereka sedang diikuti dari dekat oleh dua detektif narkotik. Para intel itu sudah satu jam menguntit. Dan ketika seorang pecandu lainnya berjalan menuju John dan Karen, menyentuh mereka sambil tetap berjalan, para detektif itu mengira narkotik sudah berpindah tangan, lalu bergerak. Salah seorang menanyai Karen, sementara yang lain memeriksa kantung-kantung dan manset si cowok. Tapi John berusaha selalu tak membawa narkotik di tubuhnya. Dia mengikuti praktek umum para pengecer heroin: menyembunyikan barangnya di halaman-halaman buku petunjuk telepon umum, di bawah kotak sampah, di belakang radiator di penginapan, misalnya. Dia akan memungut uang si pemheli sambil hanya memberitahu tempat barang itu. TUBUH Karen sudah demikian dalam terbenam dalam heroin. Toh, ia tahu, setelah beberapa minggu jauh dari narkotik, di rumah sakit, ia akan kembali mampu menempuh cara hidupnya dengan lebih segar - dan lebih nikmat: mendapat kepuasan lebih tinggi hanya dari dosis heroin lebih kecil. Untuk bisa masuk rumah sakit, Karen berpura-pura diserang rasa sakit yang berat karena menghentikan heroin . John, yang menengok Karen di RS, sedang dalam pengaruh heroin yang tinggi: hampir terus-menerus menunduk. Karen marah-marah, "Kamu setun, monyong! Jangan menggelayut begitu - nanti mereka melempar aku ke luar!." John menjawab: tidak, dia tidak apa-apa - cuma mengantuk setengah mati karena selama tiga hari terus-terusan tidak mendapat tempat berbaring. DITAHAN karena kelakuan buruk, John melotot di antara jeruji, lalu duduk di bangku selnya, menguap, kemudian memegangi perutnya seperti yang biasa dia lakukan karena gangguan kekurangan heroin. Polisi menangkap John waktu dia membangkang menyingkir dari sudut jalan tempat dia dan kawan-kawannya bergerombol. Dia dikurung 18 hari. John mengaku, dalam keadaan tanpa candu itu gangguan sarafnya jauh lebih buruk dibanding ketidak nyamanan fisik. "Aku ingin sekali bicara dengan seseorang. Sekali aku lagi berbaring loyo, dan orang lain ada di bangkunya di seberangku - tidur, tidur seperti orok. Aku tarik dia, kulemparkan ke lantai. Dia ketakutan, sialan, matanya melotot. Aku bilang, 'Oke! Sekarang ngomong'!" "TERUS, terus! Tembak terus! Kamu memang babi tong sampah - itulah kamu, selamanya begitu!." Karen memekik-mekik kepada John ketika cowoknya itu sedang "menembak" - menyuntik diri - hanya beberapa menit setelah lepas dari bui. Sebelum ditangkap, John ternyata sudah menyembunyikan 30 cekak heroin di lorong sebuah penginapan. Dan begitu bertemu dengan Karen, ia segera mengumpulkan konco-konconya, lalu pergi ke penginapan lain - berpesta heroin. Karen sama sekali tidak dibagi. Baik John maupun Karen memang berjalan kelewat jauh sudah. "Kita ini binatang," kata Karen suatu kali. "Kita semua binatang, di dunia yang tidak seorang pun tahu."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini