Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa lima orang saksi terkait penggerebekan sebuah klinik di bilangan Jakarta Utara lantaran mempekerjakan seorang dokter asal Cina yang tidak memiliki izin praktek kedokteran di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada lima saksi yang sudah kita lakukan pemeriksaan untuk memperkuat semuanya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Kamis, 23 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam operasi tersebut petugas menangkap seorang dokter berkewarganegaraan Cina berinisial LS serta WNI pemilik klinik yang brinisial A. Keduanya ditangkap pada 13 Januari 2020.
Dijelaskan Yusri, dokter LS bahkan tidak bisa berbahasa Indonesia. Sehari-harinya dia menggunakan bantuan penerjemah atau juru bahasa saat praktik untuk berkomunikasi dengan pasiennya.
Klinik tempat LS praktik diketahui bernama Klinik Cahaya Mentari, setelah diperiksa klinik tersebut memang mempunyai izin untuk melakukan pengobatan.
Hanya saja polisi turut menangkap pemilik klinik yakni A, lantaran mengizinkan LS melakukan pengobatan tanpa izin di kliniknya.Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus saat konferensi pers mengenai klinik THT dengan dokter WNA asal Cina ilegal di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 23 Januari 2020. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Di klinik tersebut LS menawarkan pengobatan untuk penyakit sinus tanpa melakukan operasi, tapi pasien klinik itu ditawari pengobatan dengan metode suntik.
"Dia spesialis THT khusus sinus yang parah, di mana mereka menjanjikan tanpa operasi, cukup dengan obat yang dimasukan ke hidung bisa menyembuhkan tanpa operasi," ujar Yusri.
Atas tindakannya di klinik itu, para tersangka dikenakan Pasal 78 juncto Pasal 73 ayat (2) dan atau Pasal 75 ayat (3) juncto Pasal 32 ayat (1) Juncto Pasal 36 dan atau Pasal 77 juncto Pasal 73 ayat (1) undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, dan Pasal 201 juncto 197 Juncto 198 juncto undang-undang RI nomor 36 tahun 2008 dengan pidana penjara paling lama lima sampai 15 tahun atau denda paling banyak Rp1,5 miliar.