Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip
Persiapan

Berita Tempo Plus

Meluncur di Tengah Kendala

KPU Daerah menuai gugatan. Desk Pilkada Departemen Dalam Negeri mengungkapkan 23 daerah sedang bermasalah.

6 Juni 2005 | 00.00 WIB

Meluncur di Tengah Kendala
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM baru turun di Kota Jayapura, Rabu pekan lalu. Ketenangan ibu kota Provinsi Papua itu tiba-tiba diusik seribu demonstran. Para pendukung calon Wali Kota Jayapura, Jan Hendrik Hamadi, itu memblokir Jalan Entrop—jalan utama di dalam kota. Mereka membakar tumpukan kayu dan puluhan ban bekas. "Bubarkan KPU Jayapura," kata Fredi Fonataba, koordinator aksi. "Mereka sengaja mengganjal Jan Hendrik."

Untunglah, aksi yang berlangsung enam jam itu tak berakibat jauh. Satu kompi pasukan antihuru-hara dari Polresta Jayapura, di-back-up sekompi Brimob bersenjata lengkap, tekun menghalau para demonstran. Jan Hendrik Hamadi turun tangan pula menenangkan massa pendukungnya. Bekas camat Jayapura Selatan itu mengatakan belum gagal. "Kita akan menggugat KPU Jayapura," katanya.

Amarah para demonstran berawal dari keputusan KPU Jayapura yang menganulir pencalonan Jan Hendrik menjadi Wali Kota Jayapura. Ketua KPU Jayapura, La Pona, mengatakan hanya empat pasangan—J.I. Renjaan-H. Ahmad Arobi Aituarau, Rustan Saru-Otniel Meraudje, M.R. Kambu-H. Sudjarwo, dan Musa Youwe-Nur Alam—yang lolos seleksi.

Keempat pasangan itulah yang akan berebut suara publik dalam pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jayapura, 28 Juni 2005. Akan halnya Jan Hendrik, "Secara administratif ia gagal," ujar La Pona. Jan Hendrik, kelahiran Jayapura, tak mendapat dukungan partai politik yang berhak mengajukan calon wali kota.

Di Sumatera Utara, beberapa KPU Daerah juga menuai gugatan. Saking banyaknya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Kamis pekan lalu menggelar persidangan maraton. Mereka menyidangkan gugatan para calon Bupati Sibolga, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Tobasa, dan Mandailing Natal pada hari yang sama.

Isi gugatan seragam belaka. "KPUD mencoret nama calon Wali Kota Sibolga, Samsul Rizal Lubis, tanpa alasan jelas," ujar Safarudin, pengacara Samsul Rizal, kepada Hambali Batubara dari Tempo. Selama persidangan, ratusan pendukung Samsul Rizal menggeber suara motor di halaman gedung PTUN Medan. Tak puas dengan sekadar berbising ria, mereka membakar ban bekas.

Begitulah, proses pemilihan langsung kepala daerah meluncur di tengah ancaman gugatan, tekanan demonstran, waktu yang cekak, logistik yang amburadul, dan data pemilih yang tak sahih. Desk Pilkada Departemen Dalam Negeri mencatat, 23 daerah yang akan melangsungkan pemilihan menghadapi masalah serius.

Kepala Penerangan Departemen Dalam Negeri, Ujang Sudirman, mengungkapkan banyak kantor KPU Daerah yang rusak akibat serbuan pendukung calon yang gagal verifikasi. Kantor KPU Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Tana Toraja, dan Kabupaten Manggarai adalah sebagian yang menjadi sasaran amuk massa. Bahkan kantor KPU Daerah Kepulauan Sula, Maluku Utara, remuk-redam digasak bom rakitan.

Tapi, KPU Daerah juga tak lepas dari kelemahan sendiri. Ujang Sudirman mengungkapkan, Desk Pilkada Departemen Dalam Negeri pekan lalu menerima permintaan penundaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. KPU Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, dan Kabupaten Padang Pariaman menyatakan tak sanggup melaksanakan pemilihan sesuai dengan jadwal.

Seharusnya, keempat kabupaten itu melangsungkan "pesta demokrasi" pada Juni 2005. Akibat ketidaksiapan teknis, "Ditunda sampai waktu yang belum ditentukan," ujar Ujang Sudirman. Memang, dalam pilkada pertama ini, beberapa KPU kesulitan menyiapkan logistik. KPU Kota Cilegon, Banten, misalnya, sempat kelimpungan akibat sekitar 5.000 surat suara tak dapat digunakan.

Ketua KPU Cilegon, Suherman, mengaku surat suara itu banyak yang robek dan buram. Pekan lalu KPU Cilegon terpaksa ngebut mengganti surat suara yang rusak karena pemilihan wali kota tetap dilakukan pada 5 Juni 2005 kemarin. KPU berusaha menyiapkan kebutuhan logistik bagi 230 ribu pemilih yang tersebar di 519 tempat pemungutan suara.

Tetangga dekat Cilegon, Kabupaten Serang, juga tertimpa problem serius. Kabupaten yang dijadwalkan melangsungkan pemilihan bupati dan wakil bupati pada 19 Juni 2005 itu tersandung persoalan logistik. Dari inventarisasi KPU Daerah, diketahui ratusan kotak dan bilik suara bekas pemilu presiden 2004 raib dari gudang. Padahal, kotak dan bilik suara itulah yang akan digunakan untuk pemilihan kepala daerah.

Di Kecamatan Kopo, Serang, dilaporkan 317 kotak suara dan 198 bilik suara raib tak berbekas. Hingga kini KPUD Serang tak bisa menggantinya karena anggarannya memang tak ada. "Bagaimanapun caranya, KPU Serang harus bertanggung jawab," kata Gaos Misbach, Kepala Bagian Hukum KPUD Banten. Diperkirakan, logistik bekas pemilu presiden yang disimpan di beberapa kecamatan lain di Serang juga hilang.

Dari logistik, tentulah turun ke anggaran. Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, yang akan melangsungkan pemilihan kepala daerah pada 20 Juni, terganjal persoalan dana. Uniknya, untuk menalangi kebutuhan operasional, KPU Situbondo membuat akad kredit dengan Bank Jatim. Dengan mengagunkan surat pengangkatan anggota KPUD, mereka mendapat pinjaman Rp 50 juta.

Kredit yang dicairkan pada Maret 2005 itu sudah ludes untuk pelbagai kebutuhan operasional. Kini KPU Situbondo pusing tujuh keliling karena harus membayar angsuran Rp 4,3 juta per bulan. Akibat kesulitan likuiditas ini, ratusan petugas pemilihan suara di Situbondo mengancam akan melakukan mogok kerja.

Soalnya, honor mereka sebesar Rp 250 ribu per bulan tak kunjung dibayarkan. "Kami dililit utang bank dan tak punya uang sama sekali," ujar Syamlawi Madjid, Ketua KPUD Situbondo. Syamlawi makin pusing karena tagihan dari rekanan pemasok logistik mulai berdatangan.

Soal data pemilih juga menjadi isu hangat. Di beberapa daerah, hingga beberapa hari menjelang pencoblosan, KPU belum punya data pemilih yang valid. Kota Depok, Jawa Barat, yang akan melangsungkan pemilihan wali kota pada 26 Juni, sampai kini belum memiliki data pemilih yang sahih. Depok, yang dipenuhi ribuan tempat kos mahasiswa, tak melakukan pemutakhiran data penduduk.

Cahyo Putranto, Koordinator Gerakan Pemuda Depok, mengaku menemukan sekitar 20 ribu warga Depok yang belum masuk daftar pemilih tetap di KPU Depok. "Padahal mereka sudah berhak ikut memilih," ujar Cahyo. Sebagian besar mahasiswa Universitas Indonesia tingkat I, yang kini menjadi warga Depok, juga dipastikan belum tercatat sebagai pemilih.

Persoalan data pemilih juga dihadapi Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Ketua Panitia Pengawas Pemilu Ngawi, Rudi Bintaro, memastikan adanya peredaran 23 ribu kartu pemilih fiktif. Soalnya, KPU Ngawi mencetak kartu berdasarkan data dari Dinas Kependudukan. Padahal banyak warga Ngawi yang hidup di perantauan.

Mereka dipastikan tak akan pulang kampung untuk ikut meramaikan pemilihan kepala daerah di Ngawi. "Seharusnya KPU mencetak surat suara berdasarkan daftar pemilih tetap," ujar Rudi Bintaro. Tak tertutup kemungkinan, ujar Rudi, kelebihan kartu pemilih itu digunakan untuk mendukung calon tertentu.

Di Jambi, puluhan ribu kartu pemilih fiktif juga memancing kecurigaan. Ketua Panitia Pengawas Pemilu Jambi, Kemas Imron Rosyadi, mengaku menemukan banyak kejanggalan pada kartu pemilih untuk pemilihan gubernur, 26 Juni. Hampir semua kelurahan di Jambi dipasok kartu pemilih melebihi kebutuhan.

Kelurahan Kenalibesar, Kecamatan Korabaru, misalnya, mendapat pasokan 11.800 kartu pemilih. Padahal jumlah pemilih pada daftar pemilih tetap hanya 10.753 orang. Kemas Imron mensinyalir kelebihan kartu pemilih tiap kelurahan berkisar seribu hingga dua ribu kartu. "Itu bisa digunakan untuk mendukung calon yang curang," ujar Kemas Imron kepada Syaipul Bakhori dari Tempo.

Adhy Aman, Wakil Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro), menganggap persiapan pemilihan kepala daerah di beberapa daerah memang mengkhawatirkan. Persoalan seretnya dana, tak siapnya logistik, kecurangan, dan teknis penghitungan suara bisa mencoreng jalannya pilkada. "Pemerintah memaksakan pilkada pada Juni 2005," ujar Adhy Aman. "Tapi pertanggungjawabannya jadi amburadul."

Setiyardi, Cunding Levi (Papua), Faidil Akbar (Banten), Mahbub Djunaidy (Situbondo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus