Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi mekanisme sidang pelanggaran etik terhadap polisi yang diduga melakukan pemerasan terhadap warga negara Malaysia di pegelaran Djakarta Warehouse Project (DWP). Sebab dalam sidang etik itu, majelis menghadirkan belasan saksi untuk didengarkan keterangannya. “Majelis punya kesempatan untuk cross check, untuk membandingkan mana yang faktual, mana yang jujur, mana yang sesuai kenyataan, mana yang tidak,” kata anggota Kompolnas Choirul Anam, Rabu, 1 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anam, sidang etik yang digelar pada 31 Desember 2024 itu memeriksa Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Donald Parlaungan Simanjuntak, juga seorang kepala unit san seorang Kepala Sub Direktorat. Selain saksi, majelis hakim juga memeriksa sejumlah barang bukti di antaranya uang sebesar Rp 2,5 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan barang bukti itu dan keterangan saksi, kata Anam, majelis kemudian merunut peristiwa yang belakangan diduga sebagai pemerasan itu. “Peristiwa mulai dari bagaimana alur perencanaan, bagaimana alur pelaksanaan maupun alur setelah hari H, termasuk juga pelaporan aktivitasnya,” kata Anam.
Untuk barang bukti uang Rp 2,5 miliar, majelis menelusuri teknis pengumpulan uang dan kemana saja uang itu mengalir. “Bagaimana uang itu didapatkan, alur uangnya, termasuk juga disalurkan kepada siapa saja atau dipegang oleh siapa,” kata Anam. “Ini diperiksa secara komprehensif dengan membandingkan keterangan satu dengan yang lain, termasuk juga dengan alat bukti.”
Anam berharap mekanisme ini digunakan juga pada sidang berikutnya untuk memeriksa polisi-polisi lain yang diduga terlibat dalam pemerasan tersebut.
Adapun untuk sidang etik perdana, majelis hakim menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap Donald Parlaungan Simanjuntak dan seorang kanit yang tidak disebut namanya. Sementara untuk personel dengan jabatan kasubdit yang juga disidang, belum ada putusan karena sidang diskors untuk dilanjutkan 2 Januari 2025. Atas sanksi pemecatan itu, Donald dan kanit tersebut menyatakan banding.
Dugaan pemerasan ini terjadi di arena festival musik elektronik DWP yang digelar di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 14 Desember 2024. Belakangan, sejumlah penonton asal Malaysia mengaku menjadi korban pemerasan oleh polisi dengan modus razia narkoba. Pengakuan itu beredar luas di media sosial dan menjadi viral.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri sudah menahan sejumlah personel yang diduga terlibat dalam pemerasan tersebut. Jumlahnya ada 18 orang. Mereka berasal dari Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat, dan Kepolisian Sektor Metro Kemayoran. Mereka akan menjalani sidang etik yang mulai menggelar 31 Desember 2025.