Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Konflik Pembangunan Gereja Taman Yasmin Belum Berakhir

Sebagian anggota jemaah GKI Yasmin berkeras menolak keputusan pemerintah yang memindahkan lokasi gereja.

16 Juni 2021 | 00.00 WIB

Pengurus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Bona Sigalingging (kedua dari kanan) dalam konferensi pers terkait hibah lahan untuk lokasi gereja di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, 15 Juni 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Pengurus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Bona Sigalingging (kedua dari kanan) dalam konferensi pers terkait hibah lahan untuk lokasi gereja di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, 15 Juni 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Jemaah GKI di Bogor Barat mengklaim tak pernah terlibat dalam pembahasan rencana relokasi pembangunan gedung gereja.

  • Tim Tujuh yang ditunjuk GKI Pengadilan Bogor dituding tak memiliki wakil dari jemaah GKI di Bogor Barat.

  • Kelompok lintas iman meminta Pemkot Bogor menerbitkan IMB pembangunan gereja di Perumahan Taman Yasmin.

JAKARTA – Polemik pembangunan rumah ibadah bagi jemaah Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Bogor Barat belum sepenuhnya tuntas. Sejumlah anggota jemaah GKI di wilayah tersebut berkeras membangun gereja di Perumahan Taman Yasmin, Kota Bogor. Mereka menolak keputusan pemerintah yang telah bersepakat dengan pengurus GKI Pengadilan untuk memindahkan lokasi pembangunan gereja sekitar 2 kilometer dari lokasi awal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Sebagian besar anggota jemaah GKI Yasmin menolak opsi relokasi,” kata juru bicara jemaah GKI Yasmin, Bona Sigalinging, di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, kemarin. “Pemerintah harus tetap mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) di lokasi yang lama karena itu perintah undang-undang dan pengadilan.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Bona, pemerintah seharusnya menjalankan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 127/TUN/2009 dan rekomendasi wajib Ombudsman RI kepada Pemerintah Kota Bogor, Oktober 2011. Dua putusan tersebut menyatakan bahwa pemerintah harus membuka segel gereja di Perumahan Taman Yasmin. Selain itu, pemerintah diminta mengeluarkan IMB untuk kelanjutan pembangunan gedung rumah ibadah di lokasi tersebut. “Pemerintah seharusnya tak tunduk pada kelompok intoleran dan tetap mengeluarkan IMB,” kata Bona.

Polemik pembangunan gereja di Perumahan Taman Yasmin bermula pada Juli 2006. Saat itu, Pemerintah Kota Bogor mengeluarkan surat IMB Nomor 645.8-372 untuk pembangunan GKI di lingkungan perumahan itu. Namun rencana pembangunan gereja mendapat penolakan dari warga yang dimotori organisasi kemasyarakatan Forum Komunikasi Masyarakat Muslim (Forkami). Mereka terus-menerus menggelar unjuk rasa di lokasi pembangunan gereja. Aksi ini membuat pemerintah membekukan IMB pada Februari 2008.

Keputusan pemerintah itu mendapat perlawanan dari jemaah GKI. Mereka mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Jawa Barat. Mereka juga meminta advokasi dari sejumlah lembaga negara, termasuk Ombudsman RI, untuk menilai validitas syarat pengajuan IMB yang dituding melanggar aturan. Ujung dari perlawanan itu, Mahkamah Agung menyatakan IMB untuk GKI sah secara hukum. Ombudsman juga mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah melepas segel yang sebelumnya dipasang di gereja.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Ketua majelis jemaat GKI Pengadilan Bogor Krisdianto dalam penyerahan hibah lahan untuk pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin kepada K di Sekretariat GKI Pengadilan, Bogor, 13 Juni 2021. TEMPO/Sidik Permana

Alih-alih menjalankan putusan dan rekomendasi tersebut, Wali Kota Bogor saat itu, Diani Budiarto, justru mengeluarkan surat keputusan yang berisi pencabutan IMB pembangunan gereja di Perumahan Taman Yasmin. Bahkan isu bergulir ke ranah pidana karena muncul tuduhan pemalsuan identitas ketika pengurus GKI mengumpulkan dukungan warga untuk mengajukan IMB.

Bima Arya Sugiarto, yang menggantikan Diani, pun berjanji akan menuntaskan polemik pembangunan rumah ibadah tersebut sejak awal masa jabatannya, April 2014. Akhirnya, dia mengklaim kasus tersebut selesai saat menyerahkan dokumen hibah lahan kepada pengurus GKI Pengadilan Bogor untuk menjadi lokasi baru pembangunan gereja bagi jemaah di Bogor Barat, 13 Juni lalu. Menurut Bima, putusan itu merupakan hasil kesepakatan pemerintah dengan Tim Tujuh—tujuh pendeta yang ditunjuk Sinode GKI Pengadilan dan wilayah.

“Ini adalah kebohongan publik. GKI Yasmin tak pernah terlibat dalam pembahasan soal relokasi. Tak ada satu pun anggota jemaah, pengurus, atau pendeta yang terlibat,” kata Bona. “Kami yang menjalani ibadah di Taman Yasmin. Kami korbannya.”

Salah satu pengurus GKI Yasmin, Djayadi Damanik, mengatakan GKI awalnya berada di Jalan Pengadilan, Bogor Barat. Gereja ini terpaksa dipindah karena jumlah anggota jemaah terus bertambah. Pengurus gereja terpaksa menggelar ibadah tiga kali untuk memecah kepadatan umat setiap pekan. Karena itu, akhirnya diputuskan untuk memindahkan gereja ke lokasi yang lebih lapang. Dari sejumlah lokasi, Perumahan Tamah Yasmin yang kemudian dipilih. “Di Taman Yasmin, kami harus beli rumah di sana karena jatah fasilitas umum untuk rumah ibadah sudah dibangun rumah ibadah lain,” kata Djayadi.

Djayadi mengatakan sejumlah organisasi dan lembaga masyarakat memberikan dukungan agar jemaah GKI di Bogor Barat tetap mempertahankan rencana pembangunan gereja di Taman Yasmin. Jemaah pun tak ingin kasus ini disederhanakan dengan sekadar memberikan lahan hibah. “GKI Yasmin yang punya IMB resmi. Putusan MA dan rekomendasi Ombudsman saja diperlakukan seperti ini,” katanya. “Bagaimana nasib umat beragama minoritas di lokasi lain, yang bahkan mengajukan IMB saja sangat sulit?”

Koordinator Jaringan Islam Anti-Diskriminasi, Aan Anshori, mengatakan bahwa keputusan Pemerintah Kota Bogor melakukan relokasi pembangunan gereja bukanlah tindakan baik. Hal ini merujuk pada proses pengambilan keputusan yang tak melibatkan dan mendengarkan jemaah GKI di Bogor Barat yang menjadi korban. Selain itu, pemerintah memilih tidak mengikuti putusan pengadilan dan rekomendasi lembaga resmi negara. “Hal seperti ini memang harus dilawan untuk diubah dengan cara yang baik,” kata dia.

Lahan untuk pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin di Cilendek Barat, Kota Bogor, 13 Juni 2021. TEMPO/Sidik Permana

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengatakan lembaganya siap mendampingi jemaah GKI di Bogor Barat untuk mengajukan gugatan hukum kepada Pemkot Bogor. Menurut dia, jemaah GKI memiliki legal standing kuat di mata hukum untuk tetap memiliki IMB dan membangun gedung gereja di Taman Yasmin. Selain itu, kata dia, sejumlah pemerintah daerah memang kerap memberikan janji kosong berupa relokasi kepada jemaah minoritas yang mengalami penolakan dari kelompok intoleran.

“Persoalannya itu adanya kelompok intoleran, bukan relokasinya. Jadi, kalau jemaah GKI Yasmin sudah siap, kami akan ajukan gugatan,” kata Isnur.

Pemerintah Kota Bogor pada 2017-2019 telah memetakan dukungan warga di sekitar Taman Yasmin terhadap rencana pembangunan gereja. Hasilnya, warga menyatakan masih akan terus menolak rencana pembangunan gereja di lokasi tersebut. GKI Pengadilan—induk jemaah GKI di Bogor Barat—juga menolak membangun rumah ibadah jika tak ada kepastian bisa menjalankan kegiatan keagamaan dengan tenang.

Pemkot pun mengklaim telah melibatkan GKI Yasmin karena pembahasan berbagai solusi terhadap persoalan tersebut dilakukan bersama Tim Tujuh. Pemkot, Tim Tujuh GKI, dan sejumlah tokoh umat Islam kemudian melakukan pendekatan dan pemetaan dukungan terhadap warga RT 04-05 RW 12 Cilendek Barat, yang berada di sekitar Jalan KH Abdullah bin Nuh. Hasilnya, sebanyak 73 warga di sekitar lokasi baru pembangunan gereja GKI tersebut memberikan tanda tangan dukungan.

Selain itu, sebanyak 114 anggota jemaah GKI di Bogor Barat meneken parafnya untuk melengkapi persyaratan pengajuan IMB di atas lahan seluas 1,6 ribu meter persegi tersebut. “Wajar kalau ada yang berbeda pendapat (kelompok Bona cs) karena ini konflik yang lama dan panjang,” kata Bima.

FRANSISCO ROSARIANS | SIDIK PERMANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus