Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi menanggapi rencana Majelis Ulama Indonesi atau MUI DKI membentuk cyber army (pasukan siber) untuk Gubernur Anies Baswedan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bagi saya, yang namanya MUI itu majelis ulama Indonesia. Dia tidak boleh menjadi bumper seseorang, harus independen," kata dia di Jakarta, Rabu, 25 November 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prasetyo Edi Marsudi mengatakan, sebagai organisasi keagaman, MUI punya kemampuan fatwa yang bisa diikuti oleh masyarakat luas. Inilah yang menjadi dasar kenapa MUI harus independen.
"Jadi istilahnya tidak boleh bela sana, bela sini, tidak boleh. Karena dia bisa membuat fatwa, jadi harus hati-hati," kata politikus PDIP tersebut.
Rencana pembentukan cyber army itu pertama kali diungkap oleh Ketua MUI DKI Jakarta KH Munahar Muchtar. Ia mengatakan pembentukan pasukan siber ini untuk melawan serangan para pendengung atau buzzer yang menyudutkan ulama dan Gubernur Anies Baswedan.
Pasukan siber ini bertugas melawan konten yang menyerang ulama dan Anies. Caranya dengan mengangkat informasi keberhasilan yang dicapai Anies lewat internet dan media sosial.
Wakil Sekjen PKB Luqman Hakim menilai pembentukan cyber army itu tak lepas dari rencana DKI menggelontorkan hibah untuk MUI DKI sebesar Rp 10,6 miliar.
"Mengapa MUI membabi buta menyediakan diri menjadi tunggangan Anies Baswedan? Tentu tidak lepas dari bantuan yang diterima MUI dari APBD Provinsi DKI Jakarta. Sungguh sangat disayangkan hanya karena mendapat bantuan dari APBD, MUI ditempatkan sebagai subordinat kepentingan politik perorangan, yakni Anies Baswedan. Tak tahukah wahai MUI, bahwa sesungguhnya APBD itu duitnya milik rakyat, bukan milik gubernur? " kata Luqman kepada wartawan.
Namun Munahar membantah pernyataan tersebut. Pembentukan cyber army itu, kata dia, tak ada kaitannya dengan hibah Rp 10 miliar dari DKI.