ADA juga berita perubahan datang dari kota tua Yogyakarta. Masih
di sekitar Malioboro, memang. Kali ini giliran penghuninya yang
membenahi diri. Para pedagang K-5 sedang getol belajar bahasa
Inggris. Selama ini buta sama sekali akibatnya sulit menjawab
tawaran pelancong bule. "Bisa pakai bahasa isyarat. Tapi, kalau
tnau bilang Rp 2.750, bagaim tna K DOt," kata Harry Syamhudl,
pembina dan pendiri Koperasi Tri Dharma yang memprakarsai kursus
itu.
Koperasi para pedagang K-5 ini punya anggota 900, dan yang ikut
kursus baru 70. Dua jam sehari, siang setiap Senin, Selasa
Kamis, dan Jumat, selama tiga bulan. Selama ini pakai "bahasa
tarzan" pun ada kalanya dapat untung. "Waktu ada turis ingin
beli kipas, saya kasi acungan tiga jari. Ditawar to thousand
five hundred. Langsung saya kasih. Lha maksud saya cuma tiga
ratus kok", cerita Supardiyono sambil ketawa. Pedagang yang satu
ini hanya mengenyam pendidikan sampai SMP.
Tapi pengalaman mereka lebih banyak sebagai "mangsa" kaum
pramuwisata, terutama yang liar. "Guide itu suka menaikkan harga
kami," kata Syamhudi, "Sering turis datang lagi, marah-marah,
karena merasa tertipu." Dari kelihayannya bicara itu, para
pramuwisata kemudian membisikkan kepada para pedagang untuk
memisahkan uang kelebihannya. Setelah nanti pintar cas-cis-cus
juga, pedagang K-5 itu tentu tak perlu kena gaet para guide
lagi, 'kan? .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini