PENGARANG INDONESIA DAN DUNIANYA
Oleh: H.B. Jassin
Penerbit: PT Gramedia, Jakarta, 1983, 154 halaman
H.B. Jassin mirip seorang guru yang telaten. Ia memperhatikan
kelemahan dan kelebihan muridnya satu per satu. Ketelatenan itu
telah menjadikan Jassin sebagai dokumentator kesusastraan
Indonesia yang paling lengkap dokumentasinya.
Sikap seperti itu pula rupanya yang mendasan telaah Jassin
terhadap karya sastra. Maksud saya, Jassin berangkat dari
unsur-unsur, dari detail. Misalnya, logiskah perwatakan tokoh
sebuah novel, apakah penutup sebuah cerita pendek pas atau
seperti dicari-cari. Apakah pikiran dalam sebuah novel bak
sebuah slogan, atau sudah melebur dengan tokoh novel itu hingga
ia muncul dengan wajar.
Untuk dokumentator, barangkali sikap seperti itu dibutuhkan.
Tapi bagi seorang pengamat kesusastraan, sikap itu akan menutupi
kearifan melihat secara keseluruhan. Ini berakibat, misalnya,
bila ada gejala baru dalam perkembangan kesusastraan,
kemungkinan besar akan terlewatkan. Satu contoh, kecenderunan
baru sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri tak dijabarkan oleh
Jassin .
Sikap dan cara melihat kesusastraan seperti ini juga tak
memberikan dimensi baru. Kebanyakan telaah Jassin tak
memunculkan perspektif. Jassin praktis, mengisolasi karya yang
sedang dibicarakannya sehingga karya itu terlepas dan peta
sosial-politik-budaya, bahkan dari dunia kesusastraan itu
sendiri. Kita, misalnya, tak tahu, novel Merahnya Merah Iwan
Simatupang lebih baik atau lebih buruk dari novel Helai-helai
Sakura Gugur Nasjah Djamin.
Memang, karya seni masing-masing bersifat unik sehingga susah
memperbandingkan satu dengan yang lain. Perbandingan yang saya
maksud, tak sekadar menilai yang satu lebih baik atau lebih
buruk. Tapi semacam diskusi yang merangsang pemikiran baru.
Bambang Bijono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini