Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip
Logistik

Berita Tempo Plus

Lancar Mepet Cairnya Lambat

Bermodal jaminan atau dana talangan, banyak daerah tertatih mempersiapkan logistik. Mengagunkan surat pengangkatan.

6 Juni 2005 | 00.00 WIB

Lancar Mepet Cairnya Lambat
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERPACU dengan waktu, enam puluhan orang heboh melipat kertas di kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Situbondo, Jawa Timur, di Jalan Cenderawasih, Rabu pekan lalu. Pintu masuk ruangan depan gedung tua itu penuh sesak tumpukan kertas. Sekitar 517 ribu helai surat suara nyaris memenuhi tiga ruangan seluas sekitar 50 meter persegi. Siapa pun yang ingin masuk kantor harus menerobos rimba kertas itu.

Hanya satu televisi 24 inci di sisi barat ruangan yang menemani warga sekitar kantor, yang sementara berubah profesi menjadi tukang lipat kertas itu. Masing-masing tampak beradu cepat. Untuk setiap helai surat suara yang terlipat, mereka menerima Rp 25. "Lumayan buat tambahan belanja di rumah," kata Ahmadi, 35 tahun, salah seorang dari mereka.

Kegiatan lipat-melipat ini bak hajatan pendahuluan dari agenda pemilihan kepala daerah di kabupaten berpenduduk 600 ribu jiwa lebih itu. Pemilihan akan digelar 20 Juni. Didahului acara tumpengan, mereka bekerja dalam kelompok-kelompok melingkar 4-6 orang. "Kami baru bisa melipat surat suara mulai pagi ini karena memang baru dua hari lalu dana operasional bisa dicairkan," kata Ketua Divisi Logistik KPUD Situbondo, Endang Wici Sulaksana.

Dengan wilayah meliputi 17 kecamatan serta 135 desa dan kelurahan, waktu distribusi jelas menjadi perhitungan penting. Apalagi jadwal pelipatan kartu suara kali ini pun sudah molor jauh dari rencana semula. Proses cetak oleh konsorsium PT Temprina Media Grafika sebenarnya sudah beres sepekan sebelumnya. Tapi mekanisme pencairan dana pelipatan sebesar Rp 12,9 juta dari kas anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) ruwet berbelit, membuat proses itu tertunda.

Waktu itu, alih-alih mau melipat surat suara, dana honor seluruh staf honorer KPUD, ratusan petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) pun tak ada. "Untunglah, sejak awal bulan ini, proses pencairan lebih mudah," kata Endang. Para anggota KPUD Situbondo baru merasa lega setelah penjabat sementara bupati, Bambang Hernowo, menerbitkan Surat Keputusan Nomor 188 tentang Pencairan Dana Pilkada dari APBD 2005 Situbondo, menjelang akhir bulan kemarin.

Sebelumnya, proses pencairan dana lamban nian karena harus mengikuti ketentuan penyerapan APBD. Dalam keputusan yang dikeluarkan dua tahun lalu itu, dinyatakan dana pemilihan kepala daerah Rp 6,2 miliar harus dicairkan secara bertahap, maksimum Rp 150 juta setiap item. Artinya, perlu 42 kali pencairan agar semua dana itu tersalur.

Itu pun prakteknya tak selalu lancar karena dana baru akan cair bila surat pertanggungjawaban sudah dibuat. Padahal banyak item pengeluaran yang besarnya jauh dari angka itu, dan KPUD tak memiliki dana sendiri untuk menalangi. Akibatnya, pemesanan logistik dan negosiasi dengan para pemborong tersendat. Banyak tagihan tertunda. "Eksekutif menganggap pilkada tak ubahnya proyek pembangunan jembatan atau jalan," ujar Ketua KPUD Situbondo, Syamlawi Madjid, dengan nada kesal.

Syamlawi mencontohkan biaya pembuatan kartu pemilih baru, yang memerlukan dana sekitar Rp 600 juta. Dengan ketentuan pencairan model lama, diperlukan proses pencairan dana empat kali. Padahal KPUD tidak mungkin membayar biaya pencetakan secara mencicil dengan cara, misalnya, memesan pencetakan kartu pemilih seharga Rp 150 juta terlebih dulu, kemudian terus bertahap.

Tagihan dari sejumlah pemasok kebutuhan logistik tak mungkin lagi dihindari karena kebanyakan sudah merampungkan pekerjaannya dan barangnya pun telah diterima KPUD. Mereka antara lain pencetak kertas suara PT Temprina Media Grafika dan pemasok formulir penghitungan suara PT Kartini Offset. "Pengadaan tinta, sampul, kaus, dan kalkulator juga sudah selesai. Dan mereka masih menunggu pembayaran," Endang menambahkan.

Meskipun belum terbayar, para anggota KPUD kini juga sudah bisa tenang karena ada jaminan pinjaman mereka kepada Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur akan beres. Pada awal Maret lalu, kelima anggota komisi itu sampai harus mengagunkan surat keputusan pengangkatan mereka ke bank agar mendapat pinjaman Rp 50 juta untuk menutup operasional lembaga dari Januari hingga Maret.

Langkah ini terpaksa diambil karena para petugas PPK dan PPS sudah mulai mengancam akan memboikot pemilihan kepala daerah. Rupanya, honor mereka bulan Mei belum dibayar, dan mereka juga protes atas besaran honorarium yang masih di bawah ketentuan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2005. "Kami tidak main-main, karena kami merasa kinerja PPK dan PPS tidak dihargai lagi," kata Surahmanto, Koordinator Forum PPK-PPS Situbondo.

Persiapan pemilihan di daerah lain di Jawa Timur pun tak jauh beda. Ancaman boikot dari para petugas lapangan juga sempat terjadi di Kabupaten Jember. Hingga akhir Mei, anggota PPK dan PPS hanya menerima honorarium seperti pada pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun lalu. Mereka hanya menerima honorarium dari dana talangan Rp 250 ribu untuk anggota PPK, dan Rp 80 ribu untuk anggota PPS per bulan.

Berdasarkan surat edaran Menteri Dalam Negeri, seharusnya honorarium untuk Ketua PPK Rp 500 ribu, dan Rp 450 ribu untuk anggota PPK. Sedangkan untuk Ketua PPS Rp 250 ribu, dan Rp 200 ribu untuk setiap anggota PPS. "Kami tidak mau lagi menerima dana talangan untuk honorarium," kata Hanafi, salah satu Ketua PPK, dua pekan lalu.

Masalah honorarium itu kini telah dapat diselesaikan, dan aksi boikot dalam pilkada pada 22 Juni nanti bisa dicegah. "Dari pertemuan awal bulan ini, disepakati para petugas akan dibayar sesuai dengan ketentuan menteri," kata Sudarisman, anggota KPUD Jember. Hanya, urusan logistik sepertinya masih mengganjal. Hingga saat ini, yang benar-benar siap baru kebutuhan tinta untuk jari pemilih yang telah menggunakan haknya. Kertas suara, formulir penghitungan, dan kartu pemilih masih dalam proses pencetakan di PT Temprina dan Kartini Offset. "Segel kotak suara pun masih dipesan," kata Sudarisman.

Di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, seretnya dana persiapan dan penyediaan logistik bahkan sempat membuat KPUD setempat meminta pengunduran jadwal pemilihan kepala daerah. Pada 25 April lalu mereka mengirim surat kepada DPRD agar pemilihan yang mestinya dilakukan 26 Juni ditunda menjadi 7 Agustus. Alasannya: hingga saat itu pemerintah daerah hanya mampu memenuhi Rp 4 miliar, dari anggaran yang diajukan sebesar Rp 5,9 miliar.

Dalam hitungan KPUD, kata salah satu anggotanya, Joko J. Prihatmoko, pemilihan hanya akan lancar jika anggaran bisa disetujui paling lambat 50 hari sebelum jadwal pelaksanaan. Tekanan itu manjur juga. Melalui proses tarik ulur alot, akhirnya anggaran yang disetujui naik jadi Rp 5,4 miliar, 53 hari sebelum jadwal. Menurut Warso Susilo, Kepala Dinas Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Kendal, pemerintah akhirnya menyetujui menambah anggaran dari kas APBD karena dana talangan yang dijanjikan pemerintah provinsi tak kunjung jelas.

Karena jadwal pemilihan tak berubah, waktu persiapan benar-benar mepet. Dan itu bukan tak punya akibat. "Harus diakui kualitas pilkada di Kendal buruk," kata Joko. Setidaknya ada tiga hal yang menurut Joko akan terpengaruh. Pertama, pengadaan logistik tidak bisa melalui mekanisme tender yang normal. "Meski pemerintah memperbolehkan proses penunjukan, penentuan rekanan melalui tender jauh lebih baik."

Kedua, empat tahapan pemilihan, yakni sosialisasi, pendaftaran pasangan calon bupati, pendaftaran pemilih, dan pengadaan logistik, terpaksa dilakukan bersamaan. Itu berakibat pada minimnya partisipasi masyarakat dalam merespons dan mengontrol setiap tahapan. Ketiga, proses pelaporan keuangan/laporan pertanggungjawaban ke DPRD tidak bisa dilakukan per tahapan sehingga mempersulit evaluasi. "Jika partisipasi publik minimal, kualitas proses demokrasi sangat buruk," kata Joko. "Itu berarti tujuan pilkada tak maksimal."

Y. Tomi Aryanto, Mahbub Djunaidy (Jawa Timur), Sohirin (Jawa Tengah)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus