Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
D
i bawah langit senja yang mulai membayang, lima kuda pacu melesat menempuh jarak 1.800 meter atau dua kali mengelilingi lintasan.
Dalam persaingan yang ketat itu, Salido Juo, kuda jantan yang ditunggangi M. Syarif, 51 tahun, joki paling senior dari -Payakumbuh, menjadi juara, diikuti kuda betina Emperor Queen- dari Batusangkar tunggangan Jhonni A. dan Ratu Melayu dengan joki Rudy Junior. “Kami bersaing hanya di atas kuda. Setelah itu, kami bersahabat dan sudah seperti saudara,” kata Rudy Junior, joki asal Bukittinggi, seusai pertandingan.
Rudy menyebutkan setidaknya 13 joki di Sumatera Barat sudah punya lisensi untuk mengikuti kejuaraan nasional. Rudy mulai menjadi joki pada 2005. Di Bukittinggi, rumahnya dekat dengan gelanggang pacuan kuda Bukit Ambacang. Orang tuanya tidak punya kuda, tapi sebagian besar tetangganya adalah peternak kuda untuk pacuan. “Saat kelas V sekolah dasar, saya mulai berlatih sendiri menunggangi kuda, hingga akhirnya menjadi joki saat berusia 19 tahun sampai sekarang,” ujarnya. Kuda yang ia bawa beberapa kali menjadi juara. Saat ini dia menjadi joki enam kuda pacu di Bukittinggi.
Setiap pagi, kecuali hari Minggu, Rudy membawa kuda tunggangannya berlatih di gelanggang Bukit Ambacang selama pukul 06.00-10.00. Setiap kuda dilatih 30 menit. Selama menjadi joki, ia hanya pernah beberapa kali jatuh dari kuda dan memar-memar. “Dalam latihan, saya sering berbincang dengan kuda karena kuda-kuda itu punya perasaan. Kalau mau bertanding, saya katakan, ‘Hati-hati kalau lari, ya’,” tuturnya. Dari setiap pemilik kuda, Rudy rata-rata digaji Rp 500 ribu per bulan. Itu artinya dari enam kuda ia memperoleh Rp 3 juta sebulan. “Saat bertanding, ada namanya uang kawin. Itu diberikan ke joki oleh pemilik sebesar Rp 500 ribu. Kalau menang, joki dapat bagian seperempat dari jumlah hadiah,” ucap Rudy.
Rudy juga harus rutin menjaga pola makan dan berat badan sebagai joki, yakni 48 kilogram. Dalam pacuan kuda di Payakumbuh itu, Rudy menjadi joki untuk lima kuda di kelas berbeda. “Capek juga sih, lelah. Karena itu, joki harus cukup tidur, minum vitamin juga,” katanya.
Akan halnya M. Syarif punya pengalaman lebih banyak dengan kuda. “Saya pernah ditendang, jatuh, bahkan digigit kuda,” tuturnya. Penyebabnya macam-macam. Pernah hanya gara-gara ada lalat lewat di depan kuda, tunggangannya tersebut kaget lalu menendangnya. “Tapi menjadi joki ini sudah menjadi pariuk bareh (sumber hidup) saya. Jadi saya tetap senang menjadi joki.”
Ada juga joki yang menjadi pemilik kuda dan punya peternakan kuda. Salah satunya Jhonni A., yang membawa kudanya berpacu dan menjadi pemenang kedua di kelas derby. “Saya dan istri punya peternakan kuda di Batusangkar karena orang tua saya, juga kakek saya, dulu hobi berkuda. Jadi ini sudah turun-temurun,” kata Jhonni. Ia juga menjadi joki dan pelatih tiga kuda balap milik orang lain di Batusangkar.
Pada hari pertama Pacuan Kuda Lebaran Cup 2019 di Payakumbuh, kuda jantan bernama Thor yang Jhonni tunggangi menabrak lima penonton. Kuda itu lantas diskors karena dalam pacuan sebelumnya di Payakumbuh, Februari lalu, juga menabrak penonton. “Saat itu sudah tidak bisa dikendalikan. Tiba-tiba kudanya berbelok ke jalan keluar, ada orang di tepi lintasan, akhirnya tertabrak. Syukurlah tidak ada yang cedera berat,” ujar Jhonni. Menurut dia, hidung kuda tersebut saat itu seperti tersumbat.
Boleh dibilang pekerjaan sebagai joki cukup berbahaya. Karena itu, Antoni, joki asal Payakumbuh, meminta pemerintah memperhatikan keselamatan joki. “Selama ini kami tidak punya asuransi. Padahal kami juga sering mewakili kontingen Pekan Olahraga Nasional Sumatera Barat. Tapi, kalau terjadi kecelakaan, ditanggung sendiri,” ucap Antoni, yang menjadi joki sejak 19 tahun lalu. Antoni- mengungkapkan, dalam setiap pertandingan, para joki memberikan urunan Rp 25 ribu per orang untuk kas joki. “Ini jaga-jaga untuk membantu jika ada joki yang mengalami kecelakaan.”
FEBRIANTI (PAYAKUMBUH)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo