Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tak Ada Bangku Stadion untuk Zeinab

Perempuan Iran dilarang menonton laga sepak bola di stadion. Melawan dengan petisi dan menyamar sebagai lelaki.

22 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Spanduk dukungan bagi perempuan Iran untuk menyaksikan laga sepak bola langsung di stadion dalam pergelaran Piala Dunia di Saint Petersburg, Rusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTANDINGAN persahabatan tim nasional Iran melawan Suriah di Stadion Azadi, Teheran, Kamis, 6 Juni lalu, dikecam kalangan perempuan negara tuan rumah. Kendati sudah mengantongi tiket, para perempuan Iran dilarang masuk ke stadion untuk menyaksikan pertandingan.

Setelah antre di depan pintu masuk stadion, mereka dihadang petugas. Petugas hanya mengizinkan perempuan Suriah. Adapun perempuan Iran diusir dari stadion, bahkan dua di antaranya ditangkap dan nasibnya belum jelas hingga kini.

“Seorang tentara menginjak dada salah satu perempuan, merampas telepon seluler, dan merobek dompetnya,” kata satu di antara perempuan itu kepada harian Etemad. “Para petugas menyerang kami dan menyeret salah seorang perempuan,” ujarnya sambil menangis.

Perempuan lain memaparkan kekerasan lain yang dilakukan para petugas di stadion. “Mereka menendang, memukul, dan menyumpahi kami tanpa kami ketahui apa kesalahan kami. Kami antre di lapangan di luar pintu barat stadion. Kami tidak berbicara. Kami bahkan tidak memegang bendera Iran,” tuturnya.

Komisi Perempuan Dewan Perlawanan Nasional Iran menyesalkan kejadian tersebut. Menurut lembaga yang mengkampanyekan pembebasan kaum Hawa Iran ini, para perempuan itu memegang tiket yang mereka beli dari situs Federasi Sepak Bola Iran dan agen resmi.

Sebelumnya, Federasi Sepak Bola Iran mengumumkan penjualan tiket pertandingan ini terbuka untuk siapa saja, termasuk kalangan perempuan di negeri itu. Hal ini, menurut mereka, sesuai dengan permintaan Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Namun, sejak dua hari sebelumnya, perempuan tak boleh membeli tiket. Sebagian dari mereka yang sudah mendapat tiket lantas memajang foto tiketnya di media sosial.

Keadaan berubah menjelang pertandingan. Manajer Keamanan Federasi Sepak Bola Iran mengumumkan bahwa tak ada perubahan pada kebijakan pemerintah yang melarang perempuan masuk ke stadion olahraga. Pejabat Federasi Sepak Bola Iran dan perusahaan penjual tiket mengklaim penjualan tiket untuk perempuan itu hanya kesalahan teknis.

FIFA telah berkali-kali memperingatkan Federasi Sepak Bola Iran karena larangan terhadap perempuan masuk ke stadion. Larangan tak tertulis itu sebenarnya telah ditangguhkan rezim sebelumnya. Pada April 2006, setahun setelah dilantik sebagai presiden, Mahmud Ahmadinejad mengumumkan bahwa perempuan diizinkan menonton pertandingan sepak bola di stadion—perubahan kebijakan pertama sejak Revolusi Islam Iran 1979. Alasannya, “Kehadiran perempuan dan keluarga di tempat umum akan mempromosikan kesucian,” ucapnya.

Dalam pengumuman yang disampaikan melalui siaran televisi pemerintah itu, Ahmadinejad meminta pemimpin organisasi olahraga menyediakan tempat khusus bagi kaum Hawa. “Bangku terbaik harus diberikan bagi perempuan dan keluarga di stadion tempat pertandingan nasional dan penting berlangsung,” ujar presiden yang berkuasa selama 2005-2013 itu.

Setelah Hassan Rouhani menjadi presiden menggantikan Ahmadinejad pada 2013, angin perubahan berhenti bertiup. Meski kebijakan Ahmadinejad tak dicabut secara resmi, beberapa ulama Iran kembali menyerukan larangan itu.

Pada November 2017, misalnya, Mullah Makarem Shirazi mengingatkan kembali soal aturan tersebut. “Larangan itu telah ditangguhkan pemerintah sebelumnya, tapi Pemimpin Tertinggi dan otoritas keagamaan lain menentangnya,” katanya, mengacu pada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei. “Sayangnya, beberapa orang telah berusaha meloloskan aturan tersebut meskipun tahu (soal penentangan itu).”

Beberapa hari kemudian, Mullah Nouri Hamedani juga membenarkan larangan itu. “Tidak diperbolehkan bagi pria dan perempuan hadir dalam acara olahraga yang sama karena perempuan tidak dapat memakai cadarnya dengan baik,” katanya.

Kepala Kejaksaan Mohammad Jafar Montazeri justru menyerukan larangan masuk ke stadion bagi perempuan karena mereka berdosa bila menonton “lelaki setengah telanjang bermain sepak bola”.

Abdullah Haji Sadeghi, Komisaris Politik Garda Revolusi, organ militer di Negeri Para Mullah, juga angkat suara. “Kehadiran perempuan di stadion berbahaya,” ucapnya. “Kita harus waspada terhadap perilaku sosial kita.”

Namun tak selamanya larangan itu dipatuhi. Pada November 2018, sekitar 500 perempuan diizinkan bergabung dengan 80 ribu pria menyaksikan laga Persepolis, klub sepak bola Iran, melawan Kashima Antlers, klub Jepang, pada final Liga Champions Asia di Stadion Azadi.

“Kemenangan” para perempuan itu disambut sukacita. “Perempuan adalah pemenang Azadi”, demikian kepala berita surat kabar Iran, Etemad. Koran Sazandegi juga merayakannya dengan berita “Kemenangan Perempuan di Final Asia”.

“Berharap suatu saat nanti separuh Azadi akan menjadi milik kalian,” tulis kapten kesebelasan Persepolis, Hossein Mahini, di Twitter, yang ditujukan kepada para perempuan yang menonton laga timnya. Adapun Presiden FIFA Gianni Infantino menyebut peristiwa tersebut sebagai “hari bersejarah”. Sebulan sebelumnya, sekitar seratus perempuan diizinkan menyaksikan pertandingan persahabatan Iran melawan Bolivia di Azadi.

Dulu, perhatian perempuan terhadap sepak bola relatif rendah. Namun, ketika Team Melli, tim nasional Iran, masuk kualifikasi final Piala Dunia di Prancis pada 1998, gairah terhadap bola melanda seluruh negeri, termasuk kaum Hawa.


 

Dulu, perhatian perempuan terhadap sepak bola relatif rendah. Namun, ketika Team Melli, tim nasional Iran, masuk kualifikasi final Piala Dunia di Prancis pada 1998, gairah terhadap bola melanda seluruh negeri, termasuk kaum Hawa.

 


 

Tapi keinginan besar para perempuan menonton laga sepak bola itu terbentur aturan keras yang didukung Garda Revolusi dan ulama konservatif. Beberapa kali petugas keamanan memukuli sejumlah perempuan yang mencoba masuk ke stadion dan bahkan pernah mematahkan kaki seorang perempuan.

Pada 2005, berdiri Open Stadiums, kelompok penekan yang mengkampanyekan hak perempuan Iran menonton pertandingan sepak bola secara langsung di stadion. Pada 2009, polisi menggerebek kelompok ini dan sebagian anggotanya kabur ke luar negeri tapi tetap membantu kampanye di luar Iran.

Pada November 2018, perwakilan Open Stadiums menyerahkan petisi yang didukung 200 ribu tanda tangan kepada Fatma Samoura, Sekretaris Jenderal FIFA, untuk mendapatkan sokongan agar perempuan Iran bisa menonton di stadion. Fatma berjanji turut melobi pemerintah Iran agar mengubah kebijakan tersebut.

Meski demikian, secara umum, perempuan dilarang masuk ke stadion. Beberapa di antaranya kemudian mencoba menyamar sebagai lelaki. Salah satunya Zeinab, yang kisah penyamarannya direkam Forough Alaei, fotografer lepas Iran. Foto-foto Zeinab membawa Alaei menjadi pemenang World Press Photo 2019 untuk kategori olahraga.

Zeinab dan Alaei harus memakai rambut dan berewok palsu agar penampilan mereka seperti lelaki dan dapat masuk ke stadion dengan aman. Keduanya pun mengikat dada mereka dengan kain perban besar. “Saya ingat ketika kami melewati gerbang dan memasuki stadion, saya tidak bisa menghentikan air mata saya selama sekitar sepuluh menit,” tutur Alaei kepada The Guardian, menceritakan pengalamannya tanpa menyebutkan waktu dan tempatnya secara rinci.

Alaei juga mengaku bertemu dengan banyak perempuan yang menyamar seperti dia di stadion itu. Belakangan, pemerintah Iran menyewa pasukan perempuan sejak Agustus 2018 untuk menghadapi para penyamar tersebut.

IWAN KURNIAWAN (ISNA, THE GUARDIAN, SOCCERPHILE, ETEMAD, SAZANDEGI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus