Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menelusuri Limbah Parasetamol di Teluk Jakarta

Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim akan mengusut tuntas dugaan pencemaran parasetamol di perairan Teluk Jakarta. Beberapa petugas pun telah mengambil sampel air laut di lokasi yang kabarnya pekat mengandung asetaminofen, yaitu kawasan Angke dan Ancol.

4 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengambil sampel air laut di sekitar perairan Angke dan Ancol, Jakarta, 3 Oktober 2021. Dok. Dinas LH DKI Jakarta
Perbesar
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengambil sampel air laut di sekitar perairan Angke dan Ancol, Jakarta, 3 Oktober 2021. Dok. Dinas LH DKI Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Peneliti menemukan kandungan parasetamol menyebabkan pembengkakan pada kerang betina.

  • Kandungan parasetamol di Angke mencapai 610 nanogram per liter dan di Ancol 420 nanogram per liter.

  • Peneliti menyebutkan kandungan obat penahan nyeri di perairan akan mempengaruhi ekosistem biota laut.

JAKARTA – Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim akan mengusut tuntas dugaan pencemaran parasetamol di perairan Teluk Jakarta. Beberapa petugas pun telah mengambil sampel air laut di lokasi yang kabarnya pekat mengandung asetaminofen, yaitu di kawasan Angke dan Ancol.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Hasil uji ini juga diklaim menjadi pintu penelusuran asal limbah obat penahan rasa nyeri dan demam tersebut. "Kami berkomitmen untuk mendalami serta menelusuri sumber pencemarannya dan mengambil langkah untuk menghentikan pencemaran tersebut,” ujar pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Syaripudin, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Syaripudin, hal ini dilakukan meski Dinas Lingkungan Hidup sebenarnya hanya terikat pada tanggung jawab pemantauan baku mutu air laut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut, pemerintah hanya mewajibkan pemantauan 38 parameter, dari warna, bau, sampah, lapisan minyak, hingga sejumlah senyawa kimia dan radioaktif. Daftar tersebut sama sekali tak mencantumkan parasetamol sebagai parameter pantauan. “Kami juga ingin memastikan apakah pencemaran (parasetamol) masih berlangsung saat ini,” ujar dia.

Isu pencemaran air di Teluk Jakarta kembali mencuat setelah viralnya jurnal Marine Pollution Bulletin Volume 169, Agustus lalu. Empat peneliti berkolaborasi menyusun laporan berjudul "High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia". Dalam riset tersebut, para peneliti tersebut menemukan adanya kandungan parasetamol mencapai 610 nanogram per liter di perairan Angke dan 420 nanogram per liter di Ancol.

Warga menunjukkan air laut yang dilaporkan tercemar parasetamol di Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, 3 Oktober 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat

Tiga peneliti tercatat berasal dari School of Pharmacy and Biomolecular Sciences University of Brighton, yakni Wulan Koagouw, George W.J. Olivier, dan Corina Ciocan. Sedangkan satu peneliti lainnya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Zainal Arifin. Mereka melakukan penelitian dan riset pada akhir 2018 hingga awal 2019.

Seorang peneliti Wulan Koagouw mengatakan kandungan parasetamol di dua perairan tersebut memang masih minim. Meski demikian, zat kimia yang diduga berasal dari obat analgesik dan antipiretik tersebut berpotensi merusak ekosistem biota laut Teluk Jakarta. Berdasarkan penelitian di laboratorium, konsentrasi parasetamol 40 nanogram per liter air laut saja bisa menyebabkan atresia pada kerang betina. “Belum tahu (dampak besarnya), tapi kalau pencemaran berlangsung tinggi dan panjang, pasti ada potensi buruk ke hewan laut,” kata dia.

Peneliti lainnya, Zainal Arifin, mengatakan riset timnya masih membutuhkan sejumlah pendalaman, terutama tentang potensi sumber limbah parasetamol yang bermuara di Teluk Jakarta. Berdasarkan asumsi belaka, menurut dia, limbah parasetamol bisa berasal dari rumah tangga, rumah sakit, atau industri farmasi. Dia menilai masyarakat Jakarta cukup mudah dan sering mengkonsumsi parasetamol yang memang dijual tanpa resep dokter atau bebas.

Limbah obat ini juga bisa berasal dari rumah sakit atau industri farmasi yang memang belum memiliki sistem pengolahan yang baik. "Harus ada perhatian karena parasetamol itu akan diekskresikan, dibuang lewat air seni dan fesesnya," ujar Zainal.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengklaim pemerintah akan menunggu hasil pemeriksaan laboratorium Dinas Lingkungan Hidup atas sampel air laut di Angke dan Ancol. Meski demikian, kata dia, masyarakat harus mulai tertib dalam membuang limbah ke aliran sungai. Selain menjaga kebersihan dari sampah, masyarakat diminta tak membuang obat ke 13 aliran sungai di Ibu Kota. “Semua harus sadar untuk menjaga lingkungan,” kata dia.

FRANSISCO ROSARIANS | ADAM PRIREZA | LANI DIANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus