Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lunas Cepat Koperasi Kader

Marak diberitakan, Koperasi Bina Usaha berencana melunasi pinjaman ke BJB. Dugaan penyimpangan kredit tetap diusut.

24 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK sulit mencari kantor Koperasi Bina Usaha. Menempati bangunan satu lantai berukuran 12 x 15 meter, gedung bercat putih ini persis berdiri di samping Kantor Urusan Agama Cibadak. Tepatnya di Jalan Raya Sukabumi, Karang Tengah, Kecamatan Cibadak, Jawa Barat.

Jauh dari kesan megah, kantor itu dibentengi pagar besi setinggi satu setengah meter. Hanya ada satu pintu masuk berupa gerbang besi selebar tiga meter yang menjorok ke garasi. Di paviliun, ada satu meja petugas keamanan dan satu set kursi. Di bagian depan terpacak satu set kursi yang lebih besar untuk tamu.

Kamis pekan lalu, ketika Tempo menyambangi kantor Koperasi Bina Usaha, tidak terlihat banyak aktivitas karyawan. "Tidak ada siapa-siapa. Seluruh pimpinan sedang ada urusan ke Jakarta," ujar seorang petugas keamanan yang menolak menyebutkan namanya.

Meski gedungnya sepi aktivitas, koperasi ini memiliki kemampuan keuangan yang hebat—paling tidak tergambar dari keinginan mereka melunasi utang secara tunai. Badan usaha yang memiliki 1.278 anggota pada 2011 itu bisa jadi mempunyai uang tunai puluhan miliar rupiah di kasnya. Karena itu, mereka berniat mempercepat pembayaran kredit yang diperoleh tahun lalu sebesar Rp 38,7 miliar.

Permintaan untuk mempercepat pelunasan utang tertuang dalam surat Ketua Koperasi Bina Usaha Dindin Jalaludin bernomor 17/KBU/11/2013 pada 27 Februari 2013. Ditujukan kepada Kepala Cabang Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Sukabumi, dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo itu Ketua Koperasi menyampaikan keinginan membayar kontan seluruh kewajibannya.

Membuka suratnya, Dindin menulis ramainya pemberitaan media massa tentang kredit dari BJB ke Koperasi Bina Usaha menimbulkan "citra negatif di mata anggota Koperasi dan masyarakat". Kondisi itu mengganggu kinerja Koperasi dalam pengembangan usaha. "Berkaitan dengan itu, kami akan melunasi pinjaman itu," Dindin menulis. Dia kemudian meminta informasi data terakhir posisi kredit yang mesti dibayar Koperasi.

Sehari kemudian, Manajer Cabang BJB Sukabumi Danis Hatmaji menjawab surat Dindin. Danis mengatakan, berdasarkan catatan bank per 28 Februari 2013, sisa kewajiban Koperasi Bina Usaha sebesar Rp 35,098 miliar. Perinciannya utang pokok Rp 34,84 miliar dan bunga Rp 255,4 juta.

Direktur Utama BJB Bien Subiantoro membenarkan rencana percepatan pelunasan itu. Menurut dia, saat ini kantornya sedang menunggu realisasi pembayaran itu. "Permintaan itu datang dari pihak Koperasi," katanya ketika berkunjung ke redaksi Tempo, Jumat dua pekan lalu. Bien mengklaim, percepatan pelunasan utang Koperasi itu menghilangkan potensi pendapatan bunga Rp 500 juta setiap bulan.

Kontroversi pengucuran kredit senilai Rp 38,7 miliar untuk Koperasi Bina Usaha mencuat menjelang pelaksanaan pemilihan Gubernur Jawa Barat pada Februari lalu. Dedi Haryadi, ketua lembaga nonpemerintah, Budget Government Watch, menuduh ada sejumlah kejanggalan dalam pengucuran kredit untuk koperasi yang dibentuk PT Alpindo Mitra Baja. Kredit itu disebutkan untuk usaha simpan-pinjam 600-an karyawan perusahaan suku cadang alat berat tersebut dan 6.200 nasabahnya.

Dedi menuding proses pencairan kredit begitu mudah karena ada campur tangan Ahmad Heryawan, politikus Partai Keadilan Sejahtera yang terpilih kembali menjadi Gubernur Jawa Barat. Apalagi belakangan Ayep Zaki, pemilik Alpindo, diketahui merupakan simpatisan partai itu.

Kecurigaan lembaga swadaya masyarakat ini bersandar pada pemeriksaan Bank Indonesia pada Agustus-Desember 2012. Dalam audit itu, bank sentral menemukan pemberian kredit tak disertai dokumen yang valid. Data Koperasi, misalnya, tak disahkan oleh Dinas Koperasi Kabupaten Sukabumi. Ada dugaan gaji karyawan dan skala usaha PT Alpindo digelembungkan. Ketika kredit disetujui, uang tak disalurkan langsung ke rekening karyawan, tapi ditarik pejabat Koperasi.

Para auditor bank sentral memberi catatan, Bank Jabar tak memverifikasi laporan keuangan PT Alpindo dan Koperasi Bina Usaha serta tak mengecek kebenaran slip gaji karyawan. Faktanya, gaji karyawan PT Alpindo yang diajukan ke bank jauh di atas upah minimum regional Sukabumi. Upah minimum di kabupaten ini Rp 890 ribu, sementara Alpindo menyebut gaji minimal pekerjanya Rp 3,8 juta. Walhasil, total gaji yang diklaim Alpindo dibayarkan ke karyawan setahun mencapai Rp 37,9 miliar. Padahal, dalam laporan keuangan, perusahaan hanya mengeluarkan Rp 14,8 miliar. Skala usaha juga digelembungkan. Dari empat lini usaha senilai Rp 20,9 miliar pada 2010 dikatrol menjadi 17 lini senilai Rp 288,8 miliar pada tahun berikutnya.

Selain tidak proper dalam proses pengucuran kredit, Budget Government Watch menyebutkan, koperasi dijadikan alat bagi pemilik Alpindo Mitra Baja untuk mendapatkan dana segar Rp 38,7 miliar. Para karyawan hanya dipakai namanya untuk memperoleh kredit. Pertengahan Februari lalu, Budget Government Watch melaporkan sejumlah kejanggalan ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dugaan adanya manipulasi penggunaan karyawan untuk pencairan kredit dibenarkan seorang warga Desa Cibatu, yang mengenal dekat Ayep Zaki, kepada Tempo pada Kamis pekan lalu.

Jumlah duit pinjaman yang digelontorkan kepada karyawan bervariasi, tergantung jabatan dan besarnya gaji. Namun, dari nama-nama karyawan yang diajukan sebagai calon penerima kredit, hanya segelintir yang mendapat pinjaman. "Karyawan yang dipakai namanya hanya diberi 'upah tanda tangan'," katanya. Besar upah Rp 150-250 ribu.

Azil, seorang karyawan Alpindo, membenarkan soal ini. Menurut dia, setahun lalu banyak karyawan yang sumringah karena mendapat hadiah uang dari manajemen. Tapi tidak semua karyawan menerima uang lelah pencairan kredit BJB tersebut. "Itu rezekinya karyawan yang dapat japuk (uang)," ujarnya.

Karena namanya digunakan Koperasi, kesempatan karyawan memperoleh kredit pun tertutup. Seorang tenaga pemasaran sebuah proyek perumahan di Cibadak bercerita, satu karyawan Alpindo ingin membeli rumah di perusahaannya. Pada awalnya, sang karyawan yakin pengajuan kredit pemilikan rumah akan dikabulkan bank. Data Bank Indonesia ternyata mencantumkan karyawan itu sedang berutang di BJB. "Setelah ditanyakan, dia baru sadar namanya dipinjam perusahaan," tuturnya.

Ayep Zaki, sayangnya, belum bisa ditemui. Azil mengatakan Ayep jarang datang ke kantor. Seorang kawan dekatnya membantu menghubungi Ayep via telepon dan memperdengarkan kepada Tempo. "Saya sedang berada di Jakarta," katanya tanpa mau menyebutkan alamatnya.

Kendati utang akan segera dilunasi, Komisi Pemberantasan Korupsi akan tetap menelisik perkara kredit lancung itu. Akhir Februari lalu, sejumlah petugas KPK sudah mendatangi kantor pusat BJB. "Masih ditelaah," ujar juru bicara KPK, Johan Budi S.P.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga meneliti dugaan kejanggalan proses pencairan kredit itu. Sejak pertengahan Maret lalu, beberapa auditor PPATK turun memeriksa pembukuan BJB. Status audit biasa telah ditingkatkan menjadi pemeriksaan. "Tim masih bekerja," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso.

Bien Subiantoro mengaku tidak ikut memutus pengucuran kredit itu dan baru tahu belakangan kalau terjadi masalah. "Kewenangan saya untuk kredit di atas Rp 150 miliar," ujarnya.

Bien menyebutkan banknya tidak bisa mendeteksi berbagai kejanggalan itu. Sebab, menurut dia, kredit yang dikucurkan itu merupakan modal kerja untuk koperasi. Artinya, penilaian kelaikan kredit hanya dilakukan di tingkat koperasi. "Tidak bisa sampai ke nasabahnya."

Setri Yasra (Jakarta), Arihta U. Surbakti (Sukabumi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus