Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persamuhan para politikus daerah itu digelar dadakan Ahad malam dua pekan lalu. Wakil Ketua Partai Demokrat Jawa Tengah Prajoko Haryanto hanya mengabari sejumlah kolega sesama pengurus Partai Demokrat bahwa dia akan bertemu dengan Wakil Sekretaris Jenderal Syowatillah Mohzaib di Yogyakarta.
Namun banyak kader lain yang ikut Prajoko merapat. Mereka adalah 20 pengurus cabang Partai Demokrat di sejumlah daerah di Jawa Tengah. Tampak hadir kader dari Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Temanggung, Magelang, Purworejo, Kebumen, Tegal, Brebes, Kota Tegal, Pemalang, dan Batang.
Dalam pertemuan itu, Syowatillah menyampaikan pesan bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie ingin memimpin Demokrat. Namun pertemuan lebih dari tiga jam itu tak membicarakan rekomendasi atau dukungan konkret. Menurut Prajoko, pertemuan itu "hanya sharing rencana pencalonan".
Toh, kata Prajoko, kongko itu lebih dari cukup. Syowatillah hanya menghidupkan "radar" dukungan yang sudah diberikan sebagian pengurus Jawa Tengah dan Yogyakarta kepada Marzuki ketika melawan Anas pada kongres partai di Bandung, Mei 2010. Dalam kongres itu, Marzuki tak terpilih.
Sepeninggal Anas, yang berhenti karena kasus hukum, Demokrat terjepit peraturan Komisi Pemilihan Umum. Sesuai dengan Pasal 57 ayat 1-A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Demokrat harus menyusun daftar calon legislator sementara yang wajib diteken ketua umum dan sekretaris jenderal. Daftar itu selambat-lambatnya diserahkan pada 15 April mendatang. Karena itu, Demokrat mesti mencari pengganti Anas Urbaningrum melalui Âkongres luar biasa, yang rencananya digelar akhir pekan ini di Bali.
Namun mencari pengganti Anas tak mudah. Pertarungan sengit, menurut salah seorang politikus Demokrat, diperkirakan terjadi di antara tiga faksi: Cikeas, Anas, dan Marzuki.
Kubu Marzuki terlihat paling gencar bergerilya. Menurut Jaka Siswa Lelana, Ketua Demokrat Kota Kediri, banyak pengurus cabang diimbau menyokong Marzuki. Imbauan melalui pesan pendek diimbuhi pernyataan agar Demokrat tak dipimpin kader dari luar partai.
Tak hanya mengadakan pertemuan di Yogyakarta, tim sukses Marzuki menggelar pertemuan di Makassar, Medan, dan Surabaya. Pertemuan di Makassar, Ahad dua pekan lalu, misalnya, bertujuan menghimpun suara untuk Marzuki dari Indonesia timur. Dalam kongres 2010, kader Indonesia timur menyokong Marzuki.
Salah satu gerilyawan Marzuki adalah Achsanul Qosasi, anggota Dewan di Komisi Keuangan. Yang lainnya adalah Max Sopacua, Wakil Ketua Umum Demokrat, yang kini didapuk sebagai ketua panitia kongres luar biasa. Ada juga anggota Dewan di Komisi Pertahanan, Hayono Isman.
Menurut Achsanul, Marzuki memenuhi seluruh syarat yang diajukan. Ia dianggap bisa diterima semua pihak karena rajin ke daerah. Majunya Marzuki ke arena kongres luar biasa diklaim tak akan sulit. "Tinggal mengontak, Pak Marzuki tak perlu banyak bergerak," kata Achsanul.
Achsanul menganggap Marzuki, yang lama menjadi sekretaris jenderal, memahami bahasa batin Demokrat. Karena itu, jika terpilih, Marzuki dianggap tak butuh waktu lama untuk berkonsolidasi. "Tak seperti orang luar yang masih akan belajar dulu, jika terpilih, besoknya Marzuki bisa langsung bekerja," ujar Achsanul.
Dipercaya di bawah, hambatan Marzuki justru datang dari atas. Seorang anggota Majelis Tinggi menuturkan, Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono tak menghendaki Marzuki karena ia dianggap bagian dari konflik pascakongres 2010.
Awal Maret lalu, saat mengundang 33 pengurus daerah ke Cikeas, Yudhoyono melontarkan kriteria pengganti Anas: ketua umum tak boleh menjadi calon presiden, harus 100 persen mengurus partai, tidak boleh merangkap jabatan, dan tidak tersangkut kasus hukum. Kriteria yang ketiga dianggap mengganjal Marzuki. Dalam forum panitia pengarah kongres, kubu Marzuki akan memprotes kriteria rangkap jabatan tersebut.
Calon lain yang bersiap adalah Wakil Sekretaris Jenderal Saan Mustopa—orang yang selama ini dikenal dekat dengan Anas Urbaningrum. Saan dipercaya mewarisi kekuatan dukungan cabang kepada Anas. "Lihat saja suara dewan pimpinan daerah dan dewan pimpinan cabang," kata Saan. "Selama ini kami saling menjaga silaturahmi."
Majunya Saan dipercaya bisa mempertahankan kubu Anas dalam daftar calon sementara anggota legislatif 2014. Jika Saan terpilih, geng Anas akan mendominasi calon legislator. Jika gagal? "Kelompok Anas akan merapat ke kandidat lain," ujar seorang politikus Demokrat. Yang dirujuk antara lain Soekarwo, Gubernur Jawa Timur sekaligus anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. Cerita ini dibenarkan orang yang dekat dengan Yudhoyono. "Kubu Anas memang mendekati Pak Karwo," kata sumber itu.
Soekarwo membantah didekati kubu Anas. "Tidak ada pertemuan dan dukungan itu," ujarnya. Menurut dia, namanya muncul sebagai calon ketua umum lantaran diramaikan media sosial.
Kubu lain adalah Cikeas sendiri. Calon yang ramai dibicarakan dari kelompok ini ialah Direktur Eksekutif Demokrat Marsekal Madya Purnawirawan Toto Riyanto. Mantan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional ini alumnus Akademi Angkatan Bersenjata RI dan peraih Adhi Makayasa 1973. Kolega seangkatan YudhoÂyono di Akabri ini sejak awal diminta membuat lembaga eksekutif partai meniru lembaga serupa milik Partai Demokrat Amerika Serikat. Untuk keperluan itu, Yudhoyono mengutus Toto ke Amerika untuk belajar.
Seorang purnawirawan jenderal yang dekat dengan Istana mengatakan Yudhoyono berulang kali menyebut Toto sebagai pilihan tepat. Toto dipercaya merupakan pekerja keras yang tak gemar politicking. Toto dibutuhkan Yudhoyono untuk membenahi partai menjelang Pemilu 2014 dan menyiapkan regenerasi setelahnya. "Toto juga steril dari konflik," kata purnawirawan itu. Selain Toto, "kandidat Cikeas" yang banyak jadi omongan adalah Menteri Perdagangan Gita Wirjawan serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. Baik Gita maupun Djoko mengaku tak berminat masuk Demokrat.
Orang luar lain dari kubu Cikeas adalah ipar Yudhoyono, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Ani Yudhoyono kabarnya termasuk yang mendorong. Pramono dianggap bisa mengatasi Demokrat yang terhuyung-huyung karena dipimpin "orang di luar Cikeas". Mei nanti, Pramono pensiun. Sebulan sebelumnya, ia memasuki masa persiapan pensiun.
Salah seorang yang dekat dengan Cikeas menyebutkan, meski terlalu mepet dengan waktu kongres luar biasa, masa pensiun mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu bisa dipercepat asalkan disetujui Panglima Tinggi TNI, yang tak lain Yudhoyono sendiri. "Bahkan surat pensiunnya sudah berada di Istana sejak 1 Maret lalu," ujar sumber itu.
Tapi Pramono Edhie Wibowo menyangkal cerita itu. Katanya, ia tak bakal bisa menjadi Ketua Umum Demokrat karena masa jabatannya berakhir 5 Mei 2013 dan tidak dipercepat. "Kepala Staf AD tak boleh menjadi Ketua Demokrat," kata Pramono.
Belum jelas ke mana sebetulnya angin Yudhoyono akan berembus. Dalam kongÂres di Bali, Yudhoyono kabarnya memasang strategi pemilihan aklamasi. Cara itu diyakini bisa mengikis praktek politik uang yang selama ini terjadi. Para kontestan yang ingin maju akan diseleksi Majelis Tinggi.
Strategi lain adalah memastikan sejak awal bahwa agenda kongres luar biasa hanya memilih ketua umum dan bukan Ketua Dewan Pembina, yang saat ini dijabat YudhoÂyono. Dalam sebuah pertemuan, rencana pemilihan aklamasi itu sudah disampaikan kepada pengurus daerah. "Usul itu disetujui separuh peserta yang hadir," ujar seorang politikus Demokrat.
Dalam wawancaranya dengan televisi swasta, Yudhoyono optimistis keputusan yang diambil di kongres bakal berjalan mulus. Kalau toh ada perbedaan, kata dia, itu bagian demokrasi. "Kongres luar biasa tak akan seseram yang disebut-sebut."
Widiarsi Agustina, Ira Guslina, Wayan Agus, Rofiuddin, Shinta Maharani, Pribadi Wicaksono, Hari Tri, Agita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo