Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BENARKAH akuntan publik dapat memberikan laporan palsu? Jawabnya, benar. Bahkan, Ketua Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Gandhi, punya sederet istilah untuk akuntan seperti itu, yakni akuntan telepon, akuntan terdengar, dan akuntan oke. Menurut Gandhi, akuntan telepon adalah akuntan yang memeriksa laporan keuangan dan rugi-laba kliennya hanya lewat telepon. Akuntan terdengar, ini berarti bahwa si akuntan hanya mendapat laporan lewat mulut. Terakhir, akuntan oke adalah yang paling parah. Akuntan ini kerjanya hanya menyetujui laporan yang disodorkan kliennya. Mungkin karena mendapat banyak masukan tentang akuntan, Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad mengancam akan menindak akuntan publik yang menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan Pemerintah. Ada apa rupanya? Pernyataan keras Mar'ie disampaikan Sabtu pekan lalu dalam acara penandatanganan naskah kerja sama antara Ditjen Pajak dan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Untuk melakukan verifikasi (mencocokkan faktur pajak masukan dan keluaran) PPN/PPn BM (pajak pertambahan nilai dan barang mewah), tahun ini Pemerintah akan menyewa tenaga akuntan publik. Namun, tidak sembarang akuntan dapat mendapat order verifikasi. Apalagi jika sang akuntan masuk ke salah satu grup bertitel tadi. Nah, jangan berharap dapat mendapat order verifikasi. Terutama, kalau mengingat syarat yang ditentukan Pemerintah pun tak kepalang tanggung. Ada delapan ketentuan yang harus dipenuhi akuntan untuk mendapat order verifikasi. Untuk syarat tenaga ahli, misalnya, si akuntan harus memiliki izin praktek akuntan publik. Pelaksanaan verifikasi harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan Ditjen Pajak. Selain itu, si akuntan juga tidak boleh melakukan verifikasi pada pengusaha yang mempunyai hubungan sedarah sampai satu derajat. Bukan hanya itu. Hasil verifikasi masih harus lolos seleksi Tim Pengendali Pemeriksa Tingkat Wilayah atau Pusat. Yang tak kalah pentingnya, pelaksanaan verifikasi lapangan akan diawasi oleh dewan pengawas yang terdiri dari unsur Ditjen Pajak, BPKP, dan IAI. "Jika ternyata masih terjadi persekongkolan juga, kami akan menindak semua yang terlibat," ujar Mar'ie, keras. Dari sini dapat ditebak bahwa sikap tegas Pemerintah memang diperlukan untuk mengejar sasaran penerimaan PPN/PPn BM Rp 11 trilyun pada tahun anggaran 19921993. Beban di pundak Mar'ie Muhammad tampak semakin berat, mengingat keadaan yang masih serba ketat. Apalagi dalam RAPBN yang baru, harga minyak diperkirakan tak akan lebih dari US$ 17 per barel. Maksudnya, kini biaya pembangunan lebih banyak diandalkan pada penerimaan pajak. Terlepas dari target-targetan, Ketua IAI Subekti Ismaun menanggapi ancaman Mar'ie dengan berseri-seri. Masalahnya, seperti diakui Subekti, belakangan ini martabat akuntan sedang dipertaruhkan. Terlebihlebih sejak peristiwa Bank Duta dan pasar modal. "Sekarang kami diberi kepercayaan lagi," ujar Subekti, yang juga menjabat direktur Bapindo itu. Ketua Seksi Akuntan Publik IAI Rudy Kusnadi juga melihat kepercayaan itu sebagai pengakuan Pemerintah terhadap profesi akuntan publik yang hingga saat ini berjumlah 360 orang. Biarpun untuk verifikasi sudah ada aturan mainnya, toh bukan berarti tidak akan ada lagi penyelewengan. Dari hasil pemeriksaan BPKP tahun 1991, misalnya, Gandhi menemukan sepuluh akuntan "bertitel". Bahkan, Januari kemarin, ia telah menulis kepada Menteri Keuangan untuk mencabut izin praktek sebuah kantor akuntan. Gandhi menyatakan, alasan pencabutan itu karena si akuntan tidak menjalankan profesinya dengan baik. Tampaknya memang tidak mudah untuk menjadi akuntan terpercaya, cemerlang, dan sekaligus benar. Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo