Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Matahari di Atas Manggala

Aktivis Partai Amanat Nasional menjajakan izin pinjam pakai kawasan hutan di Kementerian Kehutanan. Sumber dana taktis Menteri Kehutanan dan partai.

27 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
head1740.jpg

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tangan Ali Taher Parasong, anggota staf khusus Menteri Kehutanan, ayat suci menjadi bagian dari transaksi. Dengan fasih, ia melafalkan Surat Al-Baqaroh ayat 83, yang memerintahkan umat berbuat baik kepada anak yatim dan orang miskin. ”Anda tahu, di dalam rezeki Anda itu ada hak orang lain,” kata aktivis Muhammadiyah itu.

Ali tidak sedang memberi materi pengajian. Duduk di kursi tamu ruang kerjanya, lantai 4 gedung Kementerian Kehutanan, Jakarta, seorang pengusaha batu bara. Sang pengusaha sedang mengurus perizinan hak pinjam pakai hutan seluas 500 hektare lebih di Kalimantan, satu syarat yang harus dipe­nuhi buat penambangan di area hutan lindung. Merasa prosesnya terlalu lama, bulan lalu ia menghadap anggota staf khusus bidang sosial itu.

Pertemuan satu jam itu diatur kepala tata usaha, Mintardjo. Awalnya, sang pengusaha hendak dipertemukan dengan Menteri Zulkifli. Merasa belum waktunya, ia hendak menjajaki dulu melalui staf khusus Menteri. ”Tapi saya tetap naik lantai empat melalui lift Menteri,” ujarnya sambil tertawa.

Menurut sang pengusaha, awalnya Ali memberi ceramah tentang pentingnya pelestarian hutan. Kata dia, hutan harus diperlakukan dengan ramah. Sepuluh menit memberi ”pelajaran”, Ali mengambil setumpuk map berisi aneka proposal—antara lain permohonan bantuan dari universitas, panitia masjid, juga panti asuhan. ”Saya diminta Pak Menteri untuk mengurusi hal-hal seperti ini,” kata Ali, seperti ditirukan pengusaha itu.

Ali, masih menurut pengusaha yang sama, kemudian menyatakan tidak ada bujet buat memenuhi pelbagai permintaan dana itu. Tapi, kata Ali, bosnya tak mungkin menolak permohonan. Alhasil, sumber dana hanya bisa diharapkan dari pengusaha. Lalu ia mengutip ayat suci tadi. ”Jadi, Anda mau nyumbang berapa?” ia bertanya.

Tamunya menjawab tidak tahu, Ali Taher melanjutkan, ”Kalau untuk saya, antara Rp 500 juta dan Rp 1 miliar.” Tak lama kemudian, ia mengatakan ada ”kotak sumbangan” lain yang juga harus diisi: kas Partai Amanat Nasional. ”Untuk yang itu, saya tidak bisa ikut campur. Nanti Anda harus ketemu Asman Abnur.”

Asman Abnur adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari partai berlambang matahari terbit itu. Ia anggota Komisi Olahraga dan Pendidikan. Ali Taher segera menelepon koleganya itu dan mengatur jadwal pertemuan dengan sang pengusaha. Setelah telepon ditutup, kepada tamunya ia berkata, ”Kalau untuk kas partai biasanya Rp 2-2,5 miliar. Jangan mau lebih dari jumlah itu.”

Sampai di sini sang pengusaha pamit. Ia berjanji menghubungi Ali secepatnya, buat memberikan kepastian besar sumbangan. Untuk memperoleh gambaran, ia kemudian menghubungi sejumlah koleganya, sesama pengusaha pertambangan. Hasilnya, ia memperoleh informasi seragam: perlu sogok­an untuk melicinkan keluarnya izin. ”Teman saya keluar satu juta dolar buat izin 6.000 hektare,” tuturnya.

Lima pengusaha yang ditemui Tempo memberi informasi serupa. Jalur pintas sogokan perlu ditempuh agar pengurusan izin tidak terlalu lama. Peluang negosiasi biasanya dibuka oleh petugas tata usaha. Petugas ini pula yang mengatur pertemuan pengusaha dengan staf khusus Menteri. Variasinya, selain bertemu dengan Ali Taher, pengusaha bisa menggunakan jasa Yandri Susanto, Sekretaris Jenderal Barisan Muda Penegak Amanat Nasional, yang memiliki kantor di gedung Kementerian Kehutanan. Jika melewati jalur ini, pengusaha akan terhubung dengan Viva Yoga Mauladi, juga anggota DPR dari Partai Amanat Nasional.

Ditemui di ruang kerjanya Kamis dua pekan lalu, Ali Taher membantah pernah meminta uang kepada pengusaha yang mengurus izin. Ia mengakui banyak pengusaha datang meminta tolong. ”Tapi saya hanya mengarahkan mereka ke pejabat yang berkaitan,” katanya. ”Saya tidak minta-minta uang. Gaji saya lebih dari cukup.”

Asman menolak diwawancarai. ”Saya sedang sibuk,” katanya Selasa pekan lalu. Pertanyaan tertulis yang disampaikan melalui staf di ruang kerjanya di gedung DPR tidak direspons.

Di kepengurusan Partai Amanat Nasional, Yandri Susanto menempati jabatan wakil sekretaris jenderal. Ia tak memiliki jabatan resmi di Kementerian Kehutanan. Tapi ia memiliki kantor di lantai 6 blok 7 gedung Manggala, satu blok dengan para tenaga ahli Menteri Kehutanan.

Yandri adalah pintu lain untuk menjangkau Zulkifli. Sejumlah pengusaha menyebutkan pria 37 tahun ini membuka ”jasa” pengurusan izin pengelolaan kawasan hutan. Kedekatannya dengan Menteri membuat Yandri bebas keluar-masuk ruangan pejabat eselon 1-2, menenteng berkas permohonan izin. Ia juga disebutkan punya kuasa menentukan berkas yang perlu ”didahulukan”.

Menurut seorang pengusaha batu bara, Yandri memiliki rantai yang berbeda dengan Ali Taher. Sementara Ali bertaut ke Asnan Abnur, Yandri menggayut ke Viva Yoga Mauladi. Viva Yoga adalah Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN dan Wakil Ketua Komisi Kehutanan DPR. ”Tarif Yandri terkenal lebih mahal dibanding Ali,” kata pengusaha itu, ”Maka saya pakai jalur Ali.”

Viva Yoga membantah informasi itu. ”Tidak ada. Hebat sekali saya bisa ikut membantu mengatur izin,” katanya. Yoga mengaku mengenal Yandri sebagai sesama kader partai. ”Tapi kami jarang berkomunikasi.” Adapun Kepala Tata Usaha Kementerian Kehutanan Mintardjo mengatakan tidak pernah berurusan dengan pemberian izin. ”Tugas saya mengurusi surat masuk, yang langsung saya teruskan ke dalam,” tuturnya.

l l l

SEPANJANG pekan lalu, wartawan Tempo mengikuti ”jalur pintas” pengurusan izin masuk hutan ini. Datang ke kantor Yandri sebagai utusan satu perusahaan pertambangan, Tempo disambut hangat staf di situ.

Kantor Yandri dibagi menjadi dua bagian, ruang tamu yang dilengkapi sofa dan ruang kerja. Ruang kerja berukuran 4 x 6 meter itu saban hari dijaga dua anggota staf. Merekalah yang kemudian menjelaskan secara terperinci prosedur pengurusan izin hak pinjam pakai hutan untuk kegiatan pertambangan.

Menurut anggota staf yang mengaku bernama Sandri, Yandri jarang datang karena ”sibuk dan banyak urusan partai”. Sang bos pun disebutnya jarang menerima tamu untuk mengurusi hal-hal administratif. ”Pasti diserahkan ke saya atau ke Pak Agus. Pak Yandri urusannya lebih ke kebijakan,” ujar dia.

”Kebijakan” yang dimaksudkan Sandri, salah satunya, soal hitung-hitungan waktu dan biaya yang perlu dikeluarkan untuk memperoleh jalan singkat pengurusan izin pinjam pakai. ”Biayanya tergantung negosiasi sama Pak Yandri,” kata anggota staf lain, yang mengaku bernama Agus.

Dua anggota staf ini pula yang kemudian berjanji mengatur pertemuan dengan Yandri. Pada Kamis pekan lalu, ia menetapkan pertemuan di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Dengan sejumlah pertimbangan, Tempo menghentikan penelusuran di sini. Ketika kemudian diwawancarai wartawan Tempo lainnya, Kamis pekan lalu, Agus menolak menjelaskan tugas dan peran Yandri. ”Saya tidak tahu,” katanya.

Ditemui pada Kamis malam pekan lalu, Yandri menyatakan kantor di gedung Kementerian Kehutanan itu untuk Barisan Muda PAN. Dia pun menyatakan jarang datang. Pria asal Bengkulu ini menyatakan tak pernah menjual jasa pengurusan izin.

Toh, layanan jasa Yandri dalam urusan izin di Kementerian Kehutanan telah populer di kalangan pengusaha. Seorang pengusaha tambang bauksit di Kalimantan Timur pernah hendak menggunakan jasanya. Pada awal tahun ini, ia menemui Yandri di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Selatan. Sang pengusaha mengisahkan, begitu permintaan bantuan disampaikan, Yandri langsung menyanggupinya. ”Saya sudah membantu banyak perusahaan,” kata dia, seperti dikutip pengusaha itu. Di situ disebutkan tarif jasanya Rp 2 hingga Rp 5 miliar.

Dalam pertemuan itu, menurut pengusaha yang sama, Yandri juga menyebutkan banyak konsultan di Kementerian Kehutanan yang bisa membantu pengurusan izin. Tapi, ia mengatakan, tidak semua bisa sukses, karena Menteri Zulkifli tidak bisa ditembus banyak orang. ”Itu perlu jalur khusus,” katanya menambahkan.

Setelah panjang-lebar bercerita tentang persyaratan dokumen, Yandri, seperti yang dituturkan pengusaha tadi, menyebutkan biaya yang harus disiapkan: Rp 2 miliar untuk pengurusan teknis saja. ”Ini ongkos untuk meja-meja yang dilewati dokumen itu,” katanya.

Namun itu belum selesai. Yandri rupanya tidak buru-buru menutup pembicaraan dengan pengusaha tadi. Dia kembali menyebutkan satu pos setor­an yang mesti disediakan pengusaha tadi. Untuk itu, perlu dibuatkan kesepakatan di muka. ”Royalti 2,5 persen dari jumlah produksi bauksit selama konsesi izin pinjam pakai (30 tahun),” kata pengusaha tadi menirukan Yandri.

Permintaan ini dirasakan sulit dipenuhi karena nilainya sangat besar. Akhirnya pengusaha tadi memilih mundur dan membiarkan dokumen permohonan izin perusahaannya terbenam di kantor Kementerian Kehutanan sampai sekarang.

Tiga pengusaha yang pernah mengurus izin pinjam pakai yang ditemui Tempo membenarkan peran sentral Yandri. Mereka juga seragam menyebutkan adanya fee yang harus disetor dengan besaran Rp 2 hingga 3 miliar untuk setiap izin. ”Meski untuk izin tambang yang besar ada tambahan permintaan saham 10 persen,” katanya.

Yandri mengiyakan beberapa kali bertemu dengan pengusaha di Hotel­ Mulia. Tapi dia mengatakan, dalam per­temuan itu, tidak menawarkan jasa broker pengurusan izin. ”Saya diundang untuk dimintai informasi tentang prosedur pengurusan izin,” katanya.

Sumber Tempo mengatakan, beberapa bulan sejak Zulkifli menjadi Menteri Kehutanan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mencium adanya praktek percaloan izin di kementeriannya. Percakapan Yandri dengan sejumlah pengusaha bisa disadap. Tapi operasi gagal karena pengintaian itu bocor ke seorang petinggi partai. ”Yandri segera ditarik dari gedung Manggala,” kata seorang penyidik kepolisian di lembaga itu.

Segera setelah operasi yang bocor ini, Yandri menghilang—walau tak lama. Beberapa bulan kemudian, ia kembali ke bisnis ini. Ia pun tak lagi menjadi anggota staf khusus Menteri Kehutanan. Sesekali, seperti dalam sebuah diskusi di Serang, Banten, April lalu, ia masih menyandang label ”Staf Ahli Menteri Kehutanan”.

Yandri membantah pernah diminta pergi karena informasi miring permainan pemberian izin kehutanan. ”Saya memang jarang ke kantor Kementerian Kehutanan karena sibuk mengurus partai,” kata anggota tim sukses pemenangan Hatta Rajasa dalam Kongres Partai Amanat Nasional di Batam tahun lalu itu.

Menteri Zulkifli mengakui, di awal-awal masa jabatannya, Yandri sering muncul di Kementerian. Tapi, ia melanjutkan, itu hanya berlangsung tiga bulan. ”Setelah itu tidak ada Yandri di sini,” katanya. Zulkifli juga membantah adanya praktek percaloan di kementeriannya.

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat PAN Teguh Juwarno mengatakan tidak ada aliran dana dari praktek percaloan izin pinjam pakai hutan ke partainya. Meski kader partai, menurut dia, tidak ada kewajiban Menteri Kehutanan dan stafnya menggalang dana secara ilegal. Ia mengklaim, ”Kami selalu mencari latar belakang penyumbang guna memastikan dana yang masuk bersih.”

Setri Yasra, Anton Septian, Fanny Febiana

Pintu Lain Menuju Manggala

PENGURUSAN izin pinjam pakai kawasan hutan harus melalui sejumlah pintu. Ada belasan syarat yang harus dipenuhi dan diverifikasi sebelum izin diterbitkan Kementerian Kehutanan. Dengan prosedur normal, proses itu memerlukan 1-2 tahun. Tapi jalan pintas selalu terbuka—dengan sejumlah ongkos, tentu saja.

Siapa yang mengajukan izin?

1.Koperasi

2.Yayasan

3.BUMN

4.Swasta

5.Instansi Pemerintah ===>

Prosedur pengajuan izin.

  • Membuat surat permohonan ke Menteri Kehutanan yang disampaikan empat pejabat Eselon satu Kementerian Kehutanan
  • Melengkapi surat permohonan dengan kontrak kerja dan perizinan yang lain.
  • Menyertakan peta lokasi rencana kerja, rekomendasi Bupati dan gubernur, analisis mengenai dampak lingkungan, dan surat dari Dirjen Minerba Kementerian Energi (untuk kegiatan pertambangan).
===>

Kepala Planalogi dan pejabat eselon 1 memberikan pertimbangan teknis ke Menteri Kehutanan.===>

Tim pengkajian yang dibentuk Lintas Direktorat menindaklanjuti dengan melakukan verivikasi lapangan. Hasil kerja tim menjadi rekomendasi yang diberikan kepada Menteri Kehutanan. ==>Rupiah mulai bermain ===>

Keputusan Menteri Kehutanan

  • Menolak
  • Menerima
===>jika menerima terbit izin prinsip. ===>Rupiah menentukan lama proses. ===>terbit izin pinjam pakai

Naskah: Setri Yasra |
Sumber : Peraturan Menteri Kehutanan No. 43/Menhut-I/2008 dan wawancara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus