Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

27 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Vonis Teroris Cibiru

Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis masing-masing enam tahun penjara kepada tiga terdakwa teroris yang sebelumnya disergap di Cibiru, Bandung. Dalam sidang pada Selasa pekan lalu, Muhammad Iqbal alias Kiki alias Ahong, Helmy Purwandani alias Hamzah, serta Kurnia Widodo alias Bobi dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana terorisme. Majelis hakim yang dipimpin Moestofa menganggap ketiganya terbukti meracik dan membuat bom, sehingga berpotensi menciptakan tindakan teror dan ketakutan bagi masyarakat.

Sehari sebelumnya, pengadilan yang sama telah menjatuhkan vonis 5 tahun 6 bulan penjara kepada Abdul Ghofur dan 6 tahun penjara kepada Fahrur Rozy Tanjung, yang juga terkait dengan kasus tersebut. Putusan ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yang meminta pengadilan menjatuhkan vonis 8 tahun.

Lima terpidana itu ditangkap pada awal Agustus tahun lalu. Mereka dicokok lantaran membuat bahan peledak dan mencoba meledakkannya di Gunung Kareumbi, Sumedang, Jawa Barat. Dalam pembelaannya, mereka berkilah kegiatan ini dilakukan untuk latihan jika kelak harus berjihad. Pengacara ketiga terdakwa, Achmad Michdan, mengatakan pengadilan tidak bisa membuktikan fakta tentang rencana kegiatan terorisme yang dilakukan semua kliennya.

Kasus Baru Nazaruddin

Politikus dari Partai Demokrat, M. Nazaruddin, kini tersangkut kasus baru. Komisi Pemberantasan Korupsi menelisik adanya dugaan keterlibatan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dalam penyelewengan tender proyek pengadaan alat bantu belajar-mengajar pada 2010 di Kementerian Kesehatan senilai Rp 449 miliar. ”Masih dalam tahap pengumpulan bahan keterangan,” ujar Ketua KPK Busyro Muqoddas, Kamis pekan lalu. Sebelumnya, ia dikaitkan dengan suap proyek wisma atlet di Palembang, suap di Mahkamah Konstitusi, serta skandal pengadaan barang di Kementerian Pendidikan.

Kasus keempat yang melilit Nazaruddin ini mencuat setelah Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I) melapor ke KPK. Lembaga ini mengungkap adanya rekayasa lelang guna memenangkan PT Buana, yang diduga dikendalikan oleh Mindo Rosalina Manulang dan Marisi Matondang, Direktur Utama PT Mahkota Negara. Rosalina adalah Direktur Marketing PT Anak Negeri, yang kini ditahan dalam kasus wisma atlet. ”Informasi yang kami dapatkan de­mikian,” kata Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi KP­3-I Leonardus Pasaribu. Adapun Nazaruddin telah berulang kali membantah terlibat dalam kasus ini.

PAN Membela Wa Ode

Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Amanat Nasional Bima Arya Sugiharto menyatakan partainya siap membela habis-habisan Wa Ode Nurhayati. Kader PAN itu kini tengah menunggu sanksi dari Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat karena membocorkan dugaan mafia anggaran di Senayan. ”Pengurus pusat dan fraksi siap memberikan dukungan politik secara penuh kepada Wa Ode,” ujar Bima, Senin pekan lalu.

Menurut dia, apa yang dilakukan oleh Wa Ode tidak salah dan tidak melanggar kode etik. Bima balik menuding, upaya menyudutkan rekannya itu dilakukan oleh beberapa petinggi DPR yang merasa terancam oleh ­pengungkapan mafia anggaran.

Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie memprotes Wa Ode, yang berbicara di televisi tentang mafia anggaran. Ia bersama Badan Kehormatan kemudian mengancam memberikan sanksi kepada Wa Ode. Beberapa politikus lain yang namanya santer disebut balik menuding Wa Ode juga terlibat calo anggaran.

Pemimpin Redaksi Playboy Bebas

Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada bebas. Kejaksaan pada Jum­at pekan lalu melaksanakan eksekusi putusan peninjauan kembali yang diajukan Erwin. ”Putusan kami lakukan. Kami tak perlu memperlambat pelayanan publik,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Masyhudi di kantornya, Kamis pekan lalu.

Majelis hakim Mahkamah Agung yang dipimpin Harifin A. Tumpa membebaskan Erwin pada 20 Mei lalu. ”Putusan itu membebaskan terdakwa dari dakwaan jaksa penuntut umum,” kata Masyhudi.

Putusan ini membatalkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 29 Juli 2009. Kala itu Erwin dinyatakan bersalah karena menyiarkan atau menempel suatu tulisan, gambar, atau benda yang dinilai melanggar kesusilaan. Erwin divonis dua tahun penjara, dan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta.

Vonis kasasi itu tentu saja sangat mengagetkan. Sebab, pada pengadilan tingkat pertama di pengadilan negeri dan banding, Erwin divonis bebas. Erwin pun mengajukan permohonan peninjauan kembali.

Heryanto, salah seorang pengacara Erwin, mempertanyakan petikan putusan yang belum diterima pengadilan. ”Kami mendesak pihak pengadilan segera menyampaikan salinan itu ke kejaksaan,” katanya.

Panji Gumilang Batal Diperiksa

Pemimpin Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang, batal hadir di Markas Besar Kepolisian RI, Kamis pekan lalu. ”Hari ini beliau berhalangan,” kata pengacara Panji Gumilang, Ali Tanjung. Penyelidikan kasus pemalsuan akta yayasan ini ditunda hingga pekan ini.

Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar membenarkan penundaan tersebut. Menurut rencana, penyidik akan melayangkan surat pemanggilan kedua, yang meminta Panji hadir pada 28 Juni 2011.

Kabar penundaan disampaikan Ali kepada penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Menurut Ali, Panji berhalangan karena harus menghadiri rapat kenaikan kelas di Al-Zaytun. ”Tidak mungkin ditinggalkan, agenda ini penting untuk beliau,” ujar Ali.

Kasus ini berawal dari laporan Imam Supriyanto, mantan Menteri Peningkatan Produksi Negara Islam Indonesia. Imam melaporkan dugaan pemalsuan akta pendirian Yayasan Pesantren Indonesia, lembaga yang menaungi Pesantren Al-Zaytun, yang diduga dilakukan Panji. Nama Imam hilang dalam akta tersebut meski ia tidak pernah mengundurkan diri.

Mengebiri Mahkamah Konstitusi

DEWAN Perwakilan Rakyat dan pemerintah akhirnya menyetujui revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dalam sidang Paripurna DPR, Selasa pekan lalu. Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, terdapat delapan perubahan dalam undang-undang yang baru itu.

Perubahan itu, misalnya, Mahkamah Konstitusi tak mengeluarkan putusan melebihi permohonan yang diajukan pemohon. Selama ini, menurut Patrialis, Mahkamah Konstitusi kerap melampaui kewenangannya dalam mengadili perkara. Patrialis menunjuk soal putus­an-putusan tentang uji materi sebuah undang-undang. Beleid baru itu juga menyebut Mahkamah Konstitusi tidak boleh lagi memutus perselisihan pemilihan kepala daerah.

Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi itu menyulut reaksi koalisi sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Mereka menilai revisi itu sebagai upaya melemahkan Mahkamah Konstitusi, karena telah mengebiri sejumlah kewenangan lembaga yang kini dipimpin Mahfud Md. itu. “Kami akan mengajukan uji materi,” kata Febri Diansyah, salah satu anggota koalisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus