Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Melacak Gajah Mada

Madakaripura, pertapaan terakhir Gajah Mada, bukan di Probolinggo seperti anggapan selama ini, melainkan di Pasuruan.

18 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namanya Nigel Bullough. Tapi ia lebih suka dipanggil Hadi Sidomulyo. Ia bukan arkeolog, bukan pula sejarawan. Pria asal Inggris yang sudah menetap di Indonesia sejak 1971 ini meniti karier sebagai seniman dan budayawan. Hobinya bertualang. Meski hanya memiliki latar belakang keilmuan di bidang seni grafis, temuannya sempat menggegerkan dunia arkeologi di Tanah Air. Ia mampu menjungkirbalikkan anggapan yang dianut selama ini bahwa Kota Madakaripura yang dimaksud Mpu Pra­panca dalam kitab Nagarakretagama bukanlah di Probolinggo. "Letak kota itu di sekitar Pasuruan," ujarnya tegas.

Madakaripura punya arti penting bagi penelitian sejarah Majapahit. Kota ini merupakan wilayah yang dihadiahkan Raja Hayam Wuruk kepada Mahapatih Gajah Mada. Saat melakukan ekspedisi ke bagian timur wilayah kekuasaannya pada 1359 itu, Hayam Wuruk sempat menyinggahi kota ini. Dijelaskan dalam Nagarakretagama bahwa Raja sempat istirahat dua malam di sana. Penduduk dari sebelas desa menyambut sambil membawa seserahan berupa makanan. Kemudian Raja pergi ke sumber air suci. Keesokan harinya ia melanjutkan perjalanan melalui Ranu Akuning. "Ranu artinya danau. Dengan kata lain, perjalanan itu pastilah melalui tempat yang memiliki danau," kata Hadi meyakinkan.

Selama ini Kota Madakaripura diyakini terletak di daerah Probolinggo, tepatnya di kaki Gunung Bromo. Namanya dihubung-hubungkan dengan area wisata yang panorama alamnya sangat menawan. Di sana terdapat air terjun Madakaripura di Desa Sapih, Kecamatan Lumbang. Aliran airnya merintik halus dari lereng bukit setinggi 30 meter. Di pintu masuknya kini berdiri sebuah patung Gajah Mada yang tengah bersemadi. Tapi Hadi mencium satu kejanggalan. Posisi Madakaripura di Probolinggo rupanya tidak didukung toponimi desa-desa yang dijelaskan Prapanca. Tidak ada Desa Dadap. Begitu pula nama desa lain, seperti Blambangan Wetan, Tenggilis Rejo, Bayaman, dan Lumbang.

Menurut Hadi, kekeliruan itu muncul karena para ahli hanya mengandalkan peta topografis. Penentuan air terjun Madakaripura semata didasari lokasinya yang berdekatan dengan Desa Ambulu (desa yang disebut Prapanca). Padahal, di Pulau Jawa, Ambulu adalah nama yang sangat pasaran. Desa yang sama bisa ditemukan di berbagai daerah, seperti di Jember dan Banyuwangi. Celah itulah yang mendorong Hadi menapak tilas tempat-tempat yang disebut Prapanca. Hasil penelusurannya tidak sia-sia. Ia sampai pada satu kesimpulan: tempat yang dimaksud berada di sebelah tenggara Kota Pasuruan.

Kesimpulan Hadi jelas punya alasan. Terbukti, dari sebelas desa yang dijelaskan Prapanca, ia berhasil menemukan delapan desa di antaranya. Jarak desa-desa itu pun berdekatan, meski sebagian telah berganti nama. Tapi ada satu pertanyaan yang mengusik pikirannya: di sekitar wilayah itu ternyata tidak ada daerah bernama Madakaripura. Kuat dugaan, Kota Madakaripura telah berganti nama. "Belakangan saya memperoleh informasi lain dari sumber Portugis yang ditulis pada abad ke-16. Saat Portugis pertama kali masuk Jawa, daerah Pasuruan kala itu dikuasai keluarga Mahapatih," kata Hadi.

Keyakinan Hadi semakin kuat setelah ia menyinggahi Desa Kebon Candi di Kecamatan Gedongwetan. Desa itu diapit desa Tenggilis dan Bayaman. Konon, nama desa itu digunakan lantaran di daerah tersebut banyak ditemukan candi Buddha. Sebuah petunjuk datang ketika ia mengunjungi sebuah masjid tua. Di halamannya terserak peninggalan situs kuno berupa lapik arca. Beberapa masih utuh. Namun sebagian besar hilang dicuri orang. Pada zaman Belanda, kata Hadi, Kebon Candi merupakan wilayah berstatus distrik. Dengan status tersebut, dapat disimpulkan bahwa desa itu dulu merupakan wilayah yang me­mainkan peran cukup penting.

Lalu di manakah letak sumber air suci dan danau yang dimaksud Prapanca? Menurut Hadi, sumber air yang dimaksud tidak lain adalah Pemandian Banyubiru. Banyubiru adalah sumber air yang sejak dulu dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat Pasuruan. Letaknya di Desa Sumberejo, sekitar tiga kilometer ke arah timur dari Desa Kebon Candi. Di dalam area wisata itu juga tersimpan banyak benda bersejarah berupa arca. Tidak jauh dari Banyubiru terdapat danau yang cukup luas. Masyarakat mengenalnya dengan sebutan Ranu Grati. Hadi berkeyakinan, tempat itu dahulu bernama Ranu Akuning.

Penentuan danau itu awalnya kurang meyakinkan. Menurut rakyat setempat, nama Ranu Grati berasal dari sebuah legenda yang versi ceritanya cukup banyak. Namun yang menjadi dasar rujukan analisisnya bukanlah legenda tersebut. Kesimpulan itu setelah ia menemukan pasar yang disebut Prapanca: Blera. Pasar itu terletak di pinggir utara Danau Ranu Grati. Tidak jauh dari daerah itu terdapat sentra perajin keris. Tepatnya di Kecamatan Winongan. "Keahlian mereka diwariskan turun-temurun sejak dulu. Sebagai pemimpin angkatan perang, Gajah Mada pasti memerlukan banyak senjata," ujar Hadi.

Hadi memang tidak tegas menyebut letak Madakaripura. Menurut analisisnya, kota itu berada di sekitar Kebon Candi atau Winongan. Atau mungkin dulunya sebuah nama yang menyatukan desa-desa tersebut. Yang jelas, kata dia, semua penemuannya itu saling mendukung. Nama tempat, penanda alam, ataupun situs kuno yang terserak di sekitar wilayah itu menjadi petunjuknya. Penentuan secara pasti bisa saja dilakukan dengan memeriksa usia bebatuan arca dan menggali sumber pendukung lain. Namun pekerjaan itu sudah berada di luar kemampuannya. "Biar itu jadi tugas para arkeolog," katanya.

Riky Ferdianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus