Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat dilantik menjadi Bupati Bantaeng pada 6 Agustus 2008, Nurdin Abdullah dihadapkan pada masalah serius: tingginya angka kematian ibu dan anak karena penanganan yang terlambat. Menurut Nurdin, sebelum ia menjabat, ada 17-20 ribu kasus ibu-anak meninggal per tahun. Akar masalahnya adalah sulitnya akses kesehatan bagi penduduk yang tinggal di desa.
Melihat tingginya angka itu, Nurdin mengajak dinas kesehatan, camat, dan lurah di Bantaeng berembuk. Saat itulah timbul pikiran untuk menghadirkan layanan kesehatan "jemput bola". Mulanya, kata Nurdin, ide layanan kesehatan ini terbentur anggaran.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banteng saat itu hanya Rp 829 miliar. Bahkan Bantaeng dulu termasuk 199 daerah tertinggal di Indonesia-pertumbuhan ekonominya hanya 4,7 persen per tahun. Nurdin lalu menyiasatinya dengan memanfaatkan mobil jenazah untuk menjemput pasien.
Akhirnya Nurdin menghubungi kawan-kawan lamanya di Jepang. Pria 53 tahun ini memang memiliki ikatan yang cukup kuat dengan Negeri Sakura. Selama empat tahun, pada 1991-1994, Nurdin tinggal di Jepang. Ia mengambil gelar master dan doktoral bidang pertanian di Universitas Kyushu.
Pada Desember 2009, mimpi bapak tiga anak ini terwujud. Ia meluncurkan Brigade Siaga Bantaeng alias layanan dokter ke rumah-rumah. Dari Jepang, Nurdin mendapat bantuan ambulans yang sudah dimodifikasi. Di dalamnya tersedia peralatan rawat jalan, bahkan memungkinkan untuk persalinan. Program ini mampu menekan tingkat kematian ibu-anak akibat kurang pelayanan hingga mencapai angka nol.
Tak berhenti di sektor kesehatan, Nurdin yang kembali terpilih dalam pemilihan kepala daerah 2013 juga menggenjot pertumbuhan ekonomi Bantaeng. Ia mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya selama di Jepang untuk menyejahterakan masyarakat. Ada sekitar sepuluh terobosan dalam bidang pertanian dan peternakan di Bantaeng: dari mengembangkan bibit unggul pertanian, melahirkan Badan Usaha Milik Desa, inseminasi sapi, sampai sekadar pemanfaatan limbah pangan menjadi pakan ternak. "Ini hal-hal baru bagi masyarakat Bantaeng kala itu," ujar Nurdin.
Hasilnya cespleng. Nurdin sukses menggali potensi daerah tertua di Sulawesi Selatan-dalam bahasa Makassar, Bantaeng dijuluki Butta Towa alias daerah tertua-itu. Pada tahun pertama Nurdin menjabat, pertumbuhan ekonomi Bantaeng mulai naik menjadi 5,4 persen dan mencapai 8,9 persen pada 2012. Angka pengangguran menurun drastis dari 12,09 persen pada 2008 menjadi 3,75 persen pada 2012. Begitu pula angka kemiskinan, turun dari 12,12 persen menjadi 5,89 persen.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan Subhan Djoer mengakui keunggulan Nurdin dalam membangun Kabupaten Bantaeng. "Bantaeng awalnya kabupaten tertinggal, sekarang menjadi termaju di Sulawesi Selatan," kata Subhan, akhir Januari lalu. "Kabupaten lain bisa mencontoh pembangunan di sana."
Subhan mengatakan pembangunan di Bantaeng sayangnya hanya berfokus pada infrastruktur sehingga mengesampingkan tata kelola pemerintahan. Menurut dia, masih banyak pelayanan yang tak sesuai dengan standar sehingga Ombudsman memberikan rapor kuning.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo