Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melihat daerah kelahirannya di Banyuwangi tidak mengalami perubahan selama puluhan tahun membuat Abdullah Azwar Anas gerah. Banyak potensi di wilayah yang terletak di ujung timur Jawa ini tak tersentuh tangan pemerintah, terutama di bidang pariwisata.
Obyek wisata di Banyuwangi sebetulnya bisa dibilang komplet, dari budaya, adat-istiadat, laut, hingga pegunungan. Kabupaten ini memiliki 175,8 kilometer garis pantai yang melintang dari Samudra Hindia hingga pantai utara Jawa. "Ini harus dikembangkan. Selain harus memikirkan menjaga alam, juga ajang konsolidasi masyarakat untuk memperbaiki taraf hidup," ujar Anas pada Sabtu dua pekan lalu.
Pada 2010, pria kelahiran Desa Karangdoro, Kecamatan Teglasari, Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1973 ini terpilih menjadi bupati. Dia langsung menggeber pembangunan. Demi terwujudnya pembangunan yang berdampak ke masyarakat, langkah pertama yang dilakukan politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini adalah mengubah mental dan sumber daya manusia, khususnya pegawai negeri sipil.
Menurut Anas, jika semua pihak kompak, upaya membenahi Banyuwangi akan lebih mudah. Sambil menata para pegawainya, Anas tahu betul, untuk menyenangkan 1,6 juta masyarakat Banyuwangi dan mendatangkan wisatawan ke daerahnya, ia harus membuat sejumlah keunggulan.
Ia pun mulai memoles tata ruang di Kabupaten Banyuwangi. Jalan utama dihias dengan pot dan tempat jalan kaki dilengkapi penunjuk arah untuk penyandang tunanetra. Anas juga menyulap dan menambah ruang terbuka hijau. Contohnya Taman Blambangan, yang kini menjadi salah satu ikon Banyuwangi. "Dulu Taman Blambangan ini kotor dan bau pesing. Sekarang sudah beda. Masyarakat bahkan bisa berolahraga di sana," ujarnya.
Selain itu, Anas membuka akses transportasi. Ia mempercepat proyek Bandar Udara Blimbingsari, yang pekerjaannya terbengkalai sejak 2004. Bandara ini juga menjadi lambang Banyuwangi karena memiliki konsep bangunan hijau. Pada akhir Desember tahun lalu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun memuji Bandara Blimbingsari. "Ini harapan baru bagi Indonesia yang tengah mendorong pariwisata," katanya.
Anas juga gencar mempromosikan wisata di daerahnya. Sejak 2011, ia rutin menggelar festival yang mengedepankan potensi sumber daya alam, adat, dan budaya. "Jangan membayangkan festival untuk pesta-pora, ini untuk menggeliatkan perekonomian, menyeret infrastruktur pelosok desa," katanya. Ia mempromosikan daerahnya baik melalui media sosial maupun dengan cara konvensional.
Dalam setiap festival, ia mengajak masyarakat dan pegawai negeri ikut berperan. Alasannya, agar acara terkesan dijalankan oleh rakyat dan untuk rakyat. Pada 2016, Banyuwangi menyelenggarakan lebih dari 50 festival. Contohnya acara musik jazz yang diselenggarakan di Gunung Ijen dan di pantai, yang mendapat respons tinggi dari masyarakat daerah dan luar Banyuwangi.
Ulin Nuha, warga Banyuwangi, sangat antusias terhadap perkembangan wilayah Banyuwangi, yang memiliki banyak tempat wisata, di antaranya Pantai Pulau Merah dan Pantai Grand Watu Dodol. "Tempatnya sangat menawan," katanya.
Kerja keras Anas menuai hasil. Jumlah wisatawan terus melonjak. Pada 2013, ada 1 juta wisatawan yang datang mengunjungi Banyuwangi, dan pada 2016 mencapai 3 juta orang. Jumlah itu juga mempengaruhi pendapatan per kapita warga Banyuwangi, yang melonjak 80 persen dari Rp 20,8 juta per tahun pada 2010 menjadi Rp 37,5 juta pada 2015. Sedangkan produk domestik regional bruto naik 85 persen, dari Rp 32,4 triliun pada 2010 menjadi Rp 60,2 triliun pada 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo