Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mesin Sortir Bisnis Kurir

Penyedia jasa pengiriman paket mengandalkan fasilitas penyortiran otomatis dan pelacakan digital yang bisa dipantau langsung.

8 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI atas konveyor hitam, paket-paket pos berderet meluncur masuk gerbang pemindai yang berselubung cahaya kemerahan. Berulang kali sinar putih berpijar menyorot barcode–pola berbentuk garis-garis paralel yang menjadi identitas barang–setiap paket yang melewati boks pemindai di aula distribusi e-commerce Kantor Pos Besar Jakarta di kawasan Lapangan Banteng. Layar komputer di sisi gerbang seketika menayangkan data dimensi, bobot, dan kode pos tujuan paket-paket itu.

Kurang dari semenit, sudah 40 paket melewati boks pemindai. Mereka terus meluncur di lintasan sebelum akhirnya didorong oleh tangan-tangan robot besi ke dalam boks-boks terpisah di sisi kanan dan kiri konveyor. “Dipisahkan otomatis sesuai dengan kode pos di barcode,” ujar Manajer Proses dan Distribusi Kantor Pos Besar Jakarta Erwin Sinaga kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu.

Beroperasi sejak November 2017, mesin bermerek GreyOrange itu mampu memilah hingga 3.000 paket per jam. Menurut Erwin, mesin sortir dan sistem pemeriksaan barang yang otomatis menjadikan pekerjaan memilah paket lebih mudah. Fasilitas dengan 15 lengan robot pemisah itu menjadi andalan para pegawai Pos Indonesia di bangsal seluas sekitar 200 meter persegi. “Dulu kami harus memeriksa dan mendata ribuan barang secara manual, satu per satu,” katanya.

Mesin itu adalah bagian dari upaya Pos Indonesia, perusahaan pos dan pengiriman tertua di Tanah Air, menghadapi bisnis logistik di era Revolusi Industri Keempat. Lebih dari 2.000 barang berdatangan ke bangsal tersebut dari penyedia layanan e-commerce seperti Lazada, Blibli, JD.id, dan Tokopedia. Barang-barang itu dikirim secara berkala dua-tiga kali dalam sehari dari empat gudang di Cibitung, Bekasi; Cimanggis dan Malatek, Depok; serta Kelapa Gading, Jakarta Utara. “Gedung dan mesin sortir ini khusus untuk paket e-commerce,” Erwin memperjelas.

Menurut Sudarsono, koordinator distribusi barang di bangsal e-commerce, pemilahan dan pendataan otomatis dengan mesin berdasarkan barcode dapat memperkecil risiko kerusakan, kehilangan, atau salah kirim barang. Mesin itu hanya digunakan untuk menyortir barang dengan panjang tak lebih dari 70 sentimeter dan lebar 60 sentimeter serta berat maksimum 30 kilogram.

Adapun paket lebih besar dipindai terpisah bersama barang-barang yang datanya tak terbaca pemindai dan secara otomatis disingkirkan lebih awal dari sabuk berjalan. “Nanti ada tim yang menyisir lagi. Masalahnya paling hanya kertas barcode terlipat,” ujar Sudarsono, yang juga operator mesin GreyOrange.

Bisnis logistik di era industri 4.0 tak lagi sekadar mengandalkan armada kendaraan, gudang, dan tenaga manusia. Kombinasi teknologi otomatisasi dan Internet menjadi kunci penting untuk menjamin paket terkirim dengan cepat dan tepat. Barang bisa dilacak seketika. Pelacakan pun dibuat dalam versi mobile dan web untuk memudahkan konsumen. “Di setiap titik berhenti ada scan, tanda barangnya sampai,” tutur Chief Executive Officer J&T Express Robin Lo, Rabu tiga pekan lalu.

Dengan lebih dari 2.000 titik pengumpulan barang (drop point) dan 54 gudang di seluruh Indonesia, awak J&T Express kini menangani hingga 600 ribu paket barang setiap hari. Jumlah ini jauh lebih banyak ketimbang dulu saat Robin dan rekannya, Jet Lee, memulai bisnis pada 2015 dengan sekitar 100 drop point. “Menangani paket hanya kisaran ratusan per hari, dan itu pun susah berkembangnya,” ucap Robin.

J&T Express menanamkan investasi sekitar Rp 400 miliar untuk membangun seluruh sistem teknologi dan infrastruktur. Robin dan Lee memutuskan mempelajari sistem dan teknologi pengiriman barang di Cina. “Teknologi logistik di Barat masih lebih bagus. Tapi teknologi Cina terjangkau dan kualitasnya lumayan,” katanya.

Perusahaan-perusahaan logistik Cina juga dinilai lebih mumpuni dalam menangani pengiriman paket partai besar. Ada lima perusahaan pengiriman barang terbesar di Cina yang bisa menangani lebih dari 20 juta paket per hari. Di Indonesia, satu perusahaan paling banyak menangani sekitar sejuta paket per hari. “Kiblat bisnis logistik yang berkembang saat ini ada di Cina dan bisa diterapkan di Indonesia,” ujar Robin.

Menurut Vice President of Marketing PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Eri Palgunadi, pengembangan teknologi informasi menjadi tulang punggung perusahaan untuk mengintegrasikan semua titik layanan secara online. JNE juga telah mengembangkan aplikasi pemantauan track and trace untuk pengiriman ekspres dan peningkatan keamanan jaringan Internet. “Pertumbuhan jumlah pengiriman pun bisa diperbarui lebih maksimal,” tuturnya.

Penggunaan Internet dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) juga dinilai bisa meningkatkan efisiensi perusahaan. Eri menyebutkan tingkat pertumbuhan perusahaan 20-30 persen per tahun. Adapun rata-rata pengiriman mencapai 19 juta paket per bulan. Pada periode high season seperti Ramadan dan Idul Fitri, mereka menangani lebih dari 20 juta paket. “Diperkirakan jumlah pengiriman terus naik seiring dengan pertumbuhan e-commerce di Indonesia,” katanya.

Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahju Setijono mengatakan perkembangan teknologi informasi, Internet of things, big data, juga artificial intelligence (AI) ikut menentukan arah perubahan bisnis logistik. “Harus punya big data, di mana ada permintaan dan penawaran,” ucapnya. “AI akan sangat membantu karena sekarang semua bisa diketahui datanya dan dihitung almost real-time.”

Bisnis pengiriman surat Pos Indonesia sempat meredup pada 2000-2007, yang dipicu ledakan penggunaan layanan pesan pendek lewat telepon seluler dan Internet. Kemunculan perusahaan-perusahaan kurir swasta ikut menggerus pasar Pos Indonesia. Pos Indonesia lalu merangkul teknologi dan memanfaatkan jaringan lebih dari 4.500 kantor pos di berbagai daerah sebagai ujung tombak bisnisnya.


 

Bisnis logistik di era industri 4.0 tak lagi sekadar mengandalkan armada kendaraan, gudang, dan tenaga manusia. Kombinasi teknologi otomatisasi dan Internet menjadi kunci penting untuk menjamin paket terkirim dengan cepat dan tepat. Barang bisa dilacak seketika. Pelacakan pun dibuat dalam versi mobile dan web untuk memudahkan konsumen.

 


 

Dari sekitar 200 ribu paket yang ditangani Pos Indonesia, sekitar 65 persen beredar di Jawa. “Tahun depan ingin mencakup seluruh Jawa, ke mana-mana bisa dalam 72 jam,” kata Gilarsi.

Perkembangan Internet dan teknologi logistik membuat e-commerce ikut melejit. Gilarsi mengatakan transaksi e-commerce di Indonesia rata-rata 2 juta kali per hari. Laporan tahunan 2017 Pos Indonesia menyebutkan kegiatan belanja online telah meningkatkan pengiriman paket kilat khusus hingga 704 persen dan paket pos biasa 29 persen dibanding pada 2016. Bobot barang yang dikirim menembus 16 ribu ton atau naik lebih dari dua kali lipat ketimbang pada 2016.

Untuk mengimbangi pertumbuhan bisnis, JNE tengah membangun mega-hub di lahan seluas 39 ribu meter persegi di kawasan Neglasari, Tangerang, Banten. Fasilitas tersebut, menurut Eri, diproyeksikan bisa menangani sekitar 48 ribu paket per jam. Mega-hub ini juga akan dilengkapi fasilitas utama mesin sortir otomatis. “Mega-hub ditargetkan selesai dibangun pada kuartal keempat 2019,” kata Eri.

Meski memiliki dampak besar, keberadaan mesin otomatis dan teknologi anyar tak serta-merta menghapus total peran manusia. Robin Lo mengatakan bisnis logistik akan selalu membutuhkan manusia, yang tak tergantikan oleh mesin. “Paket pasti bertambah. Mesin diperlukan agar lebih efisien saja,” ujarnya.

Erwin Sinaga pun berpendapat peran manusia tetap diperlukan. Hal itu terbukti ketika Pos Indonesia kebanjiran paket pada Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) akhir tahun lalu. Bangsal e-commerce, kata Erwin, dipenuhi tumpukan barang pesanan. Tiga tim yang tadinya bekerja dalam tiga jadwal terpisah bahu-membahu dengan mesin menyortir barang dari pagi hingga malam. “Sudah ada strateginya. Jadi kami siap kalau ada Harbolnas lagi,” tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus