SEKITAR dua ribu murid SD se Kecamatan Kota Lumajang, Jawa Timur, pertengahan bulan Oktober lalu, dikerahkan gurunya memasuki gedung bioskop, menonton film dengan harga karcis Rp 300 per orang. Para orangtua memberi izin, karena mengira, yang diputar film Pengkhianatan G-30-S/PKI. 'Kan dalam kaitan Hari Kesaktian Pancasila. Ternyata, di dua gedung bioskop, yang ditonton anak-anak SD itu film Fajar yang Kelabu, dengan bintang utama Roy Marten dan Eva Arnaz. Fajar yang Kelabu bukan film sejenis Serangan Fajar, yang menggelorakan semangat perjuangan, tetapi film untuk 17 tahun ke atas dan penuh dengan adegan yang menggelorakan nafsu birahi. Film yang sebagian besar adegan ranjang, ciuman, pamer paha, kebut-kebutan mobil, dan ceritanya tak jelas ujung pangkalnya - film ini tak "laku" di Jakarta - mampu membuat murid-murid itu bersorak-sorak. "Wah, seru, Oom," cerita Faisol kepada TEMPO. Murid kelas 5 SD Jogotrunan yang berusia 11 tahun ini lalu memperagakan bagaimana sikap duduk Eva Arnaz, hingga kelihatan jelas celana dalamnya. Lain lagi komentar Zaenal, teman Faisol. "Oom, kalau si Boby main roman-romanan, asyiiik deh. Apalagi kalau ciuman, waduuuh . . . asyik . . ." katanya. Boby yang dimaksud, Roy Marten, yang dalam film itu berperan sebagai anak gedongan yang keluyuran dengan cewek-cewek. Semua anak-anak SD itu tampaknya gembira dan keluar dari gedung bioskop sambil bercerita tentang pengalamannya yang mengasyikkan. Mendengar cerita tentang film itu Ny. Hayati Supeno, salah seorang ibu si murid, kontan memaki-maki. "Keterlaluan. Itu 'kan film sebangsa Bumi Bulat Bundar, kok anak saya disuguhi film begituan ? " komentarnya. Bumi Bulat Bundar, asal tahu saja, bukan film tentang ilmu bumi, tetapi film ngawur tentang paha, ciuman, peluk-pelukan yang diloloskan Badan Sensor Film. Banyak orangtua yang mengikuti jejak Ny. Supeno, protes ramai-ramai ke kantor P dan K setempat. Pemutaran film ini untuk mencari dana yang nantinya akan dipakai guru-guru SD Kecamatan Kota Lumajang bagi kegiatan mereka. Menurut kepala Kantor P K Kecamatan Kota, Asmat Basuki, dari pemutaran itu terkumpul uang Rp 600.000. "Tapi saya menyesal. Soalnya, anak saya juga menonton film itu," kata Asmat. Tidak dijelaskan apakah ia bersikap lain kalau anaknya tidak menonton. Juga tak jelas kenapa film jenis itu yang diputar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini