Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penjual atribut kampanye di Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat mengeluhkan jadwal masa kampanye yang terlalu singkat, hanya 75 hari. Hal itu membuat pendapatan dari penjualan atribut kampanye di Pemilu 2024 menurun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Enggak lebih dari dua bulan, terlalu singkat," kata Andi ketika ditemui di tokonya, Pasar Senen, Jumat, 19 Januari 2024. Perbedaan durasi masa kampanye itu, kata dia, menjadi faktor mengapa pendapatan penjual atribut kampanye menurun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andi membandingkan kondisi penjualan di Pemilu 2024 dengan dua edisi pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2014 dan 2019, ia mengatakan pesanan atribut kampanye dari calon legislatif atau caleg dan tim sukses sudah banyak berdatangan jauh sebelum masa kampanye itu dimulai. "Sekarang pesanan baru datang waktu ada penetapan nomor urut," ujarnya.
Sebagai penjual atribut kampanye, ia menyampaikan keresahannya akibat jadwal masa kampanye yang singkat.
Ia menilai semestinya Komisi Pemilihan Umum atau KPU tak mengubah durasi masa kampanye di Pemilu 2024 ini. "Di 2019 itu masa kampanye enam bulan lebih, jadi kami (penjual) juga merasakan manfaatnya," kata dia.
Menurut Andi, dengan singkatnya durasi masa kampanye ini membuat ia terpaksa banyak menolak pesanan. Sebab, katanya, kebanyakan pelanggan meminta produksi atribut kampanye itu selesai dengan cepat.
"Saya pilih-pilih lagi akhirnya. Kalau memang enggak memungkinkan, saya tolak. Mau gimana lagi," ucapnya.
Andi juga menyinggung soal Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ yang kini sudah menjadi usulan inisiatif DPR. Dalam salah satu pasalnya, RUU DKJ mengatur soal pemilihan gubernur dan wakilnya dipilih oleh presiden.
"Kalau bisa jangan lah. Pendapatan kami kan di momen pemilihan begini, Pemilu dan Pilkada," katanya.
Menjelang hari pencoblosan Pemilu 2024, sejumlah toko atribut kampanye di Pasar Senen tampak sepi. Nyaris tak ada pembeli yang datang untuk bertransaksi. Beberapa toko juga tutup lebih cepat karena sepinya pembeli.
Meski kondisi begitu, Andi mengaku tetap bersyukur karena telah memiliki banyak langganan. Bahkan, katanya, caleg langganan dia mayoritas berasal dari luar Pulau Jawa.