Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Jakarta Raya atau PD PAL Jaya mencatat lebih dari 500 ribu warga Ibu Kota masih buang air besar sembarangan seperti di sungai atau tempat mandi cuci kakus (MCK) yang tak layak. Angka tersebut turut menyumbang semakin tingginya pencemaran air oleh bakteri e-coli di Jakarta yang sudah menembus 10.000 dari batas normal 3.000 bakteri per 100 cc air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kondisinya memang memprihatinkan di kota besar seperti Jakarta ini. Dan mereka tersebar wilayahnya. Jadi memang kami akhirnya harus membantu ke tingkatan paling kecil seperti RW atau rumah,” kata Direktur Utama PD PAL Jaya, Subekti pada Rabu, 20 Maret 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, tingkat pencemaran air bersih oleh limbah air hitam atau kotoran manusia terus meningkat. Indeks pencemaran air dengan kategori tercemar berat meningkat dari 32 persen pada 2014 menjadi 61 persen pada 2017.
Sumber pencemaran tersebut terdiri dari 72,7 persen berasal dari air tinja, air mandi dan cuci; 17,3 persen limbah perkantoran; dan limbah industri sebanyak 9,9 persen.
Menurut Subekti, PD PAL Jaya mulai menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk memperbaiki sistem sanitasi terutama MCK warga Jakarta sejak 2018. Program ini dilanjutkan pada tahun ini dengan target merevitalisasi dan membangun MCK layak di tujuh lokasi. PD Pal Jaya telah menuntaskan perbaikan dan pembangunan MCK Komunal di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Februari 2019.
Toilet milik warga yang berada di sepanjang sungai Citarum sebelum memasuki Laut Jawa di sebelah barat laut Muara Gembong, Jawa Barat, 22 Februari 2018. REUTERS/Darren Whiteside
Enam lokasi lainnya adalah Kelurahan Pulo Gadung, Kelurahan Sunter Agung, Kelurahan Pasar Senen, Kelurahan Kwitang, Kelurahan Ujung Menteng, dan Kelurahan Pisangan Timur. Akan tetapi PD PAL Jaya kemudian membatalkan pendanaan di Pulo Gadung karena masyarakat setempat menolak syarat revitalisasi MCK. Perusahaan milik daerah tersebut kemudian menjajaki lokasi baru di Kelurahan Pulomas.
“Syaratnya MCK harus dibangun dengan Biopal. Tak boleh hanya ditanam dengan beton tapi rembes di bagian bawah ke arah air tanah,” kata Corporate Secretary PD Pal Jaya, Mala Ramadhona.
Menurut Mala, warga di Pulo Gadung ingin bertahan menggunakan septic tank konvensional. "Kami tak mau karena itu tak membantu mengurangi pencemaran air," kata dia.
Menurut Ramadhona, PD PAL Jaya hanya bersedia membiayai renovasi atau pembangunan di daerah yang masyarakatnya sepakat memiliki MCK yang layak. Ia mengklaim, daerah-daerah yang masih belum terjangkau pipa-pipa Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) harus bersedia menanam biopal sebagai tempat penampungan tinja sementara. PD Pal Jaya secara periodik akan membawa biopal tersebut ke tempat pengolahan air limbah.
Mala memaparkan bahwa MCK tak layak bukan hanya yang memakai septic tank konvensional. Namun beberapa wilayah seperti di Sunter Agung dan Ujung Menteng, masyarakat masih buang air langsung ke kali. “Pemerintah sudah membongkar beberapa kali. Tapi tetep saja dibangun lagi,” kata dia.
Tak hanya di pemukiman, persoalan limbah tinja sempat menjadi polemik saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegur 28 dari 77 pemilik gedung di sepanjang ruas Jalan MH Thamrin. Pemprov DKI Jakarta saat itu menemukan 28 perkantoran tersebut memakai sanitasi dengan penanaman septic tank konvensional.
Padahal seluruh ruas utama Jalan Sudirman-Thamrin harus memiliki sistem IPAL sendiri. “Untuk tingkat rumah pun sekarang kita berupaya supaya tak bisa hanya pakai septic tank,” kata Anies.