Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HUBUNGAN Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor dan pengusaha Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam melampaui pertalian darah. Sahbirin adalah adik dari ibunda Syamsuddin. Di Kalimantan Selatan, ia lebih populer dengan julukan ¡±Paman Birin¡±. Atribut paman merujuk pada kekerabatannya dengan Syamsuddin, juragan batu bara berpengaruh di Kalimantan Selatan.
Sahbirin merintis karier di jalur birokrasi. Posisi pria kelahiran Banjarmasin itu mentok sebagai Sekretaris Camat Banjarmasin Barat. Pensiun sebagai birokrat, Sahbirin malah menjabat Direktur Utama PT Jhonlin Sasangga Banua, anak usaha Jhonlin Group milik Syamsuddin.
Setelah terjun ke bisnis, Sahbirin merambah dunia baru: politik. Ia maju sebagai calon gubernur berpasangan dengan Rudy Resnawan, wakil gubernur inkumben. Pasangan ini diusung koalisi gemuk yang melibatkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Hanura. Sahbirin hanya menang 0,68 persen atau unggul 12.250 suara atas lawannya, Muhidin dan Gusti Farid, yang maju lewat jalur independen.
Saat kampanye, Sahbirin mendapat sorotan. Ia salah satu calon gubernur dengan harta paling sedikit, tapi bisa mendatangkan biduan dangdut seperti Elvy Sukaesih dan Kristina. Berdasarkan laporan kekayaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, harta Sahbirin cuma Rp 400 juta pada 2015. "Kalau harta itu dipersoalkan, Anda sama saja melakukan pembusukan pada kandidat," kata Sahbirin saat kampanye tiga tahun lalu.
Ketika Sahbirin memutakhirkan data kekayaan ke KPK setelah menjadi gubernur, nilai hartanya melonjak 40 kali lipat menjadi Rp 16 miliar. Sumber kekayaannya adalah 12 bidang tanah yang tersebar di sejumlah kabupaten di Kalimantan Selatan, seperti Banjar, Tanah Bumbu, dan Barito Kuala.
Setelah Sahbirin menjabat gubernur, hubungannya dengan Syamsuddin tetap lengket. Pada 2016, pemerintah Kalimantan Selatan mengumumkan pembangunan jalan tol Batulicin-Banjarbaru sepanjang 125 kilometer. Anggota staf khusus gubernur, Rizal Akbar, mengatakan proyek itu bakal ditawarkan kepada swasta.
Menurut Rizal, PT Jhonlin Baratama-anak usaha Jhonlin Group milik Syamsuddin-telah membebaskan lahan sepanjang 90 kilometer mengikuti rute jalan tol dengan membelah tanah milik warga dan jalan bekas milik perusahaan kayu.
Rizal, yang juga mantan pegawai Jhonlin Baratama, mengatakan enggan memastikan bekas perusahaannya sebagai kandidat terkuat penggarap proyek. "Bisa saja perusahaan swasta lain juga berminat," ujarnya saat mengumumkan proyek itu pada 2016.
Adapun bisnis Syamsuddin kian berlambak. Ia bermitra antara lain dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo dalam mendirikan PT Kodeco Timber. "Saya berteman dengan Haji Isam dan merintis bersama sejak 2003," kata Bambang, Januari lalu.
Konsesi Kodeco itu kerap memicu kisruh para juragan batu bara di Kalimantan. Dengan dalih menertibkan penambangan liar di dalam wilayahnya, Kodeco melaporkan pemilik lubang ke polisi atas tuduhan penambangan ilegal. Setelah pemiliknya ditangkap, Jhonlin Baratama masuk dengan membawa alat-alat galian berat.
Korban "penertiban" ini berderet. Ada Bachrullah (KUD Gajah Mada), Amir Nasaruddin (PT Baramega Citra Mulia Persada), dan Parlin (PT Satui Baratama). Tuduhan polisi terhadap mereka hampir sama: menambang di atas lahan hutan lindung tanpa mengantongi izin Kementerian Kehutanan.
Syamsuddin enggan membicarakan hubungannya dengan Sahbirin. "Mengapa saya harus cerita? Saya enggak ada urusan dengan itu," ujar Syamsuddin, Rabu pekan lalu. Dalam wawancara dengan Tempo dua tahun silam, ia membantah berbisnis dengan cara yang tak lazim. "Saya bukan preman. Orang tak tahu pinjaman saya di bank, tapi saya tak pernah terlambat sehari pun membayar kredit," katanya.
Adapun Sahbirin malah berkomentar tentang peluang menang di pengadilan melawan PT Sebuku Iron Lateritic Ores, yang dia cabut izinnya, ketika ditanyai soal hubungan dengan Syamsuddin. "Saya yakin menang. Semua bukti sudah ada," ujarnya.
Raymundus Rikang, Diananta P. Sumedi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo