Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pemerataaan gaya kota agung

Utak terpaksa lapor polisi. ia hanya kebagian rp 6 ribu. padahal hasil jarahan rumah marhasan, warga kecamatan kota agung, lampung selatan, cukup banyak pembagiannya tak merata.

20 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERATAAN bisa rawan, terutama jika ada jurang antara omongan dan kenyataan. Ini dialami sekawanan warga Kecamatan Kota Agung, Lampung Selatan. Mereka dikumpulkan Akhmad dan Zawawi pada suatu hari, akhir Januari silam. Penduduk Desa Maja itu mengaku dapat info dari kepala desa (Kades) bahwa Marhasan baru saja melego sepeda motor. Menurut cerita Zawawi kepada polisi, Pak Kades bilang padanya: ''Maling saja, Wi.'' Akhmad dan Zawawi lalu menghimpun pendukung serta mengatur siasat. Mereka semua menjadi 15 orang. Agar urusan menggarong Marhasan berjalan mulus, tugas pengamanan dibagi rata. Ada yang menjaga di tepi sungai, ada yang harus siaga di sekeliling rumah korban, ada yang harus mendobrak masuk, dan sebagainya. Rumah Marhasan yang berlantai dua itu lalu mereka gerebek. Dalam tempo setengah jam harta benda tuan rumah disikat, termasuk barang dagangannya berupa susu, rokok, dan lain-lain. Tak ketinggalan uang tunai Rp 700 ribu. Mendengar kegaduhan itu, ada tetangga Marhasan yang menjulurkan kepala, tapi urung keluar karena dihardik dengan ancaman maut oleh perampok. Kawanan itu, sebagian ada yang bertopeng, berlalu dan menghilang ditelan kegelapan malam. Mungkin lantaran tergopoh-gopoh atau memang menganggap anak buahnya culun alias bloon, Akhmad lalu membagi seenaknya saja hasil rampokan tadi. Itu dilakukan dalam perjalanan pulang. ''Tak, ini bagian lu,'' katanya seraya menyelipkan sejumlah uang ke tangan Utak. Sesampai di rumah, Utak yang mengaku buta huruf itu menghitung bagiannya. Ya, Rp 6.000 saja. Seminggu kemudian ia ketemu kawannya yang sama-sama merampok, Herwan, 21 tahun. Dari tetangganya ini Utak mendapat jawaban bahwa dia kebagian Rp 30 ribu dari Akhmad. Mendengar itu Utak terkesiap. Timbul penyesalan pada dirinya, sekaligus sakit hati. ''Kok saya dapat enam ribu, yang lain lebih besar?'' katanya. Ketimpangan itu mendorongnya membuka kartu. Dikawani keluarganya, Utak lalu mengadu ke polisi, sekalian menyerahkan diri. Berdasarkan info Utak ini Kepolisian Sektor Kota Agung pun menurunkan tim buser (buru sergap) ke alamat enam nama yang disebut Utak. Mereka yang diringkus adalah Hasudin, 32 tahun, Zawawi, 39 tahun keduanya penduduk Wonosobo Herwan yang warga Belu, Safrawi, 30 tahun, Yunus, 26 tahun, dan Effendi, 35 tahun, semua dari Kota Agung. Dari keterangan mereka didapat gambaran rinci tentang pembagian masing-masing yang berbeda. Misalnya, Effendi mengaku mendapat Rp 20 ribu, dan Hasudin Rp 11 ribu. Semua tersangka tersebut mengaku baru sekali itu merampok. Namun polisi meragukan pengakuan mereka. Menurut polisi pula, Utak menyerah karena ketakutan ada saksi yang mengenalinya pada malam kejadian itu. Kejadiannya memang di tengah malam buta. Namun menurut tetangga Marhasan, mereka sempat mengenali beberapa pelaku. Misalnya, Utak segera dikenali. Sebab, ia pernah tinggal di desa itu. Juga Hasudin yang mengenakan topeng, menurut Hayati, istri Marhasan, sempat ditandai. ''Saya kenal suaranya,'' kata Hayati. Kini Akhmad dan tujuh kawannya masih dalam pengejaran polisi. ''Pengakuan Utak sangat membantu untuk mengungkap perampokan ini,'' kata Kapolres Lampung Selatan Letnan Kolonel Edhi Susilo kepada Kolam Pandia dari TEMPO, pekan lampau. Cuma Kepala Desa Maja membantah kepada polisi ihwal info yang disebut tadi. Lebih jauh Utak mengaku tidak merasa khawatir kawan-kawannya bakal balas dendam akibat dia membocorkan kejadian itu. ''Saya sakit hati cuma dapat enam ribu, padahal tanggung jawabnya sama. Sekarang biar sama-sama susah,'' kata Utak. Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus