Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta sedang menyusun aturan tentang penghentian eksploitasi air tanah di Ibu Kota. Rencananya, pemakaian air tanah bakal dilarang secara bertahap, mengikuti ketersediaan jaringan pipa air bersih di seluruh wilayah Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Diinisiasi oleh Dinas Citata (Cipta Karya dan Penataan Kota)," ujar Kepala Seksi Pemanfaatan Air Tanah Dinas Perindustrian dan Energi, Ikhwan Maulani seperti dikutip Koran Tempo terbitan Selasa 16 Oktober 2018.
Kepala Dinas Cipta Karya, Penataan Kota, dan Pertanahan DKI, Benny Agus Chandra, mengatakan saat ini instansinya masih mengukur kemampuan PAM Jaya untuk menyuplai air bersih kepada gedung-gedung di Ibu Kota.
Dinas juga masih memetakan wilayah yang telah terjangkau jaringan pipa air bersih. "Kami akan petakan wilayah mana yang pasokan air oleh PAM Jaya sudah mencukupi, sehingga enggak perlu air tanah."
Kepala Seksi Air Baku dan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air DKI, Aditia Putra, mengatakan penghentian penggunaan air tanah bergantung pada ketersediaan jaringan pipa dari PAM Jaya.
Saat ini, jaringan pipa air bersih di Ibu Kota baru mencapai 60 persen dari total kebutuhan masyarakat. Adapun total kebutuhan air bersih di Jakarta sekitar 1,1 juta meter kubik per tahun.
Kelak, menurut Aditia, semua pemilik gedung di wilayah Jakarta yang telah memiliki jaringan pipa bakal dipaksa untuk menghentikan pengambilan air tanah. "Dia (gedung-gedung) tidak boleh lagi menggunakan air tanah," kata Aditia.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2019, pemerintah DKI Jakarta juga mengusulkan alokasi dana Rp 1,2 triliun untuk perluasan jaringan pipa untuk mengurangi eksploitasi air tanah. Anggaran tersebut masih menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.