Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

LPBI NU Usul Perda Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah Direvisi

Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) NU DKI Jakarta Laode Kamaludin meminta agar Perda tentang pajak air tanah direvisi.

5 Agustus 2023 | 12.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Pajak. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) NU DKI Jakarta Laode Kamaludin meminta agar Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang pajak air tanah direvisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kamaludin mengatakan bahwa Pasal 2 Perda tersebut, bahwa setiap pengambilan air bawah tanah untuk keperluan air minum, rumah tangga, industri, peternakan, pertanian, irigasi pertambangan, usaha perkotaan dewatering, dan untuk kepentingan lainnya, harus segera direvisi kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jakarta bukan daerah pertambangan melainkan daerah industri dan usaha kota,” katanya dalam acara diskusi Pro dan Kontra Pergub DKI Jakarta No. 93 Tahun 2021 Zona Bebas Air Tanah, bertempat di kantor PWNU DKI Jakarta, Jumat, 4 Agustus 2023.

Oleh karena itu, kata Kamaludin, tidak ada kompromi bagi para pelaku usaha bisnis dan industri yang berdomisili di Jakarta, semua wajib untuk berhenti memakai air tanah.

Ia pun meminta Pemerintah Daerah DKI untuk tegas dalam menyikapi persoalan Jakarta tenggelam. “Jangan juga mengambil hasil pajak akan tetapi tidak memikirkan dampak lingkungannya,” ucapnya. 

Kemudian dalam kesempatan yang sama, anggota DPRD DKI Jakarta Syarif menyebut Pergub 93 tahun 2021 sebagai Pergub “ompong” yang harus diubah total. 

Jakarta mengalami penurunan muka tanah 12-18 cm per tahun

“Pergub tersebut tidak ada partisipasi masyarakat, oleh sebab itu harus dicabut dan dikeluarkan Pergub baru sebab penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan oleh sektor komersial,” kata politikus PKS itu.

Apalagi, kalau yang digunakan adalah air tanah. Menurut Syarif, ini sangat berbahaya untuk Jakarta.

Sementara itu, Pengurus LPBI NU Arief Rosyid Hasan mengatakan bahwa forum diskusi tersebut diharapkan dapat membangunkan kesadaran publik tentang betapa krusialnya masalah air, bahkan dapat berdampak pada tenggelamnya Jakarta. 

“Siapa yang tutup mata pada masalah alam dan lingkungan yang ada di depan mata sama dengan menyiapkan generasi anak cucu kita untuk sengsara,” katanya.

Arief mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian PUPR di awal tahun ini, penyebab land subsidence atau penurunan muka tanah di Jakarta didominasi oleh ekstraksi berlebih air tanah.

Tak hanya itu, Kementerian PUPR juga menyebutkan bahwa Jakarta mengalami penurunan muka tanah 12-18 cm per tahun. 

Sejumlah wilayah di pesisir Jakarta pada 2050 diprediksi akan tenggelam, diantaranya ialah: Kamal Muara (di bawah 3 meter), Tanjungan (di bawah 2.10 meter), Pluit (di bawah 4.35 meter), Gunung Sahari (di bawah 2,90 meter), Ancol (di bawah 1,70 meter), Marunda (di bawah 1.30 meter), dan Cilincing (di bawah 1 meter).

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus