Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kerja Sama Hak Asasi Manusia Ditjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Harniati mengklaim Indonesia telah menerapkan toleransi dan kebebasan beragama dengan baik. Hal ini, kata dia, terlihat dari konflik antaragama yang sangat kecil dibanding negara lain di ASEAN dan Asia.
"Kalau kami lihat berita, memang ada yang perlu kami minimalisasi, tetapi secara keseluruhan kita yang paling toleran dalam keberagaman," kata Harniati saat dikonfirmasi di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu, 4 Mei 2024.
Harniati berada di Surabaya dalam rangka menghadiri acara "Hybrid Upgrading Workshop Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB): Pengembangan Program dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang Memperkokoh Kebebasan Beragama dan Supremasi Hukum" yang digelar Kemenkumham bersama Institut Leimena, Jumat, 3 Mei 2024.
Atas komitmen tersebut, lanjutnya, Indonesia mendapatkan apresiasi dari Dewan Komite HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas penegakan HAM di bidang hak sipil dan politik di Indonesia.
Prestasi tersebut, klaim dia, tidak terlepas dari upaya Ditjen HAM Kemenkumham yang menerapkan berbagai program, salah satunya Kabupaten/Kota Peduli HAM.
Melalui program tersebut, kata dia, pemerintah dapat memastikan nilai P5 HAM, yaitu penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM, terimplementasi dengan baik dan benar di Indonesia.
Dalam kesempatan sama, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan moderasi keberagaman agama di Indonesia menjadi modalitas dalam diplomasi kultural Indonesia di luar negeri.
"Moderasi keberagaman agama menjadi modalitas di Indonesia. Suatu masyarakat itu tidak mungkin bebas konflik, tetapi bagaimana kecepatan kami menyelesaikan konflik, bagaimana negara hadir, dan bagaimana masyarakat ikut terlibat," kata Siti.
Dia menjelaskan nilai penting dalam penerapan moderasi beragama di Indonesia adalah adanya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil yang begitu kuat.
Pemerintah sebagai penyelenggara negara tidak pernah ikut campur dalam hal keyakinan setiap warga negara, namun hanya bertindak secara administrasi dan dari sisi supremasi hukum.
"Misalnya, pemerintah tidak pernah mengatur bagaimana masyarakat Indonesia beribadah haji, tetapi hanya mengatur secara administrasi. Terkait bagaimana caranya, itu diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat," kata dia.
Siti mengatakan pemerintah di tengah-tengah masyarakat berfungsi sebagai penengah dan pencegah konflik keagamaan yang kemungkinan terjadi karena perbedaan yang ada.
"Pemerintah hadir pada saat terjadi ketegangan di dalam masyarakat, hadir dalam arti menengahi dengan rule of law yang memang sudah menjadi suatu kesepakatan lewat DPR, lewat undang-undang, dan lain sebagainya," ujarnya.
Atas sikap moderasi beragama yang telah diterapkan di Indonesia, Siti mengatakan berbagai pihak maupun negara memberikan apresiasi, salah satunya dari Dewan Komite HAM PBB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini