Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magetan, Jawa Timur, menggandeng PT Industri Kereta Api (PT INKA) dalam mengembangkan transportasi listrik. Nantinya kendaraan listrik itu diproyeksikan beroperasi di wisata Telaga Sarangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Informasi tersebut dibenarkan langsung oleh Bupati Magetan Suprawoto. Dirinya mengatakan bahwa ajakan kerja sama ini bertujuan untuk mewujudkan konsep wisata hijau dengan transportasi ramah lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kegiatan ini bertujuan mencari masukan dari PT INKA berkaitan dengan transportasi massal ramah lingkungan. Konsepnya adalah kendaraan listrik karena tema yang ingin dikembangkan adalah "Green Tourism" atau wisata ramah lingkungan di kawasan Telaga Sarangan Magetan," kata dia, dikutip dari Antara.
Lebih lanjut Suprawoto menyebut langkah ini bukan semata-mata untuk mewujudkan konsep wisata hijau. Namun Pemkab Magetan ingin mengembangkan transportasi demi mengurangi tingkat kepadatan di wisata Telaga Sarangan.
"Selama ini kawasan Telaga Sarangan sudah tidak memperbolehkan kendaraan masuk. Untuk itu kita membutuhkan kendaraan alternatif untuk wisatawan saat berada di tempat wisata. Karenanya, kita minta masukan dari INKA yang telah berpengalaman," ujar dia.
Ide ini pun nyatanya disambut baik oleh Direktur Pengembangan PT INKA (Persero) Agung Sedaju. Agung menyarankan transportasi ramah lingkungan yang cocok di wisata Telaga Sarangan adalah perahu berbasis baterai dan listrik.
"Untuk mengurangi kondisi polusi di kawasan Sarangan, kami menyarankan transportasi yang diterapkan di sana adalah perahu dengan berbasis baterai dan listrik. Pengelola perahu tidak perlu lagi menggunakan bahan bakar yang bersubsidi atau berpolusi serta biayanya juga murah," kata dia.
Selain itu, PT INKA juga menyarankan penggunaan bus listrik atau mobil listrik sebagai transportasi di wilayah tersebut. “Bukan kereta api karena medannya naik dan turun. Juga bukan kereta gantung yang terlalu mahal biayanya dan secara ekonomi belum layak. Karena semua itu disesuaikan dengan kemampuan APBD," kata Agung.
ANTARA
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto