RENCANA penataran mengundang penasaran. Seperti disiarkan beberapa koran Medan, "Kanwil Departemen Tenaga Kerja Sumatera Utara dalam waktu dekat akan memberikan penataran Hubungan Industrial Pancasila (HIP) kepada warga asing dalam bahasa Mandarin." Dalam berita yang mengutip Antara ini, penataran yang baru pertama kalinya diadakan di Sumatera Utara itu diikuti 20 peserta. Alasan menyelenggarakannya, karena ada hambatan komunikasi, hingga pembahasan HIP berjalan lamban buat kalangan pengusaha Cina di Sumatera Utara. Berbagai sarana yang menjadi bagian HIP sulit dibentuk, misalnya unit kerja SPSI, kesepakatan kerja bersama (KKB), dan soal Astek. Jadi, tujuan penataran mempercepat proses pemasyarakatan HIP. Berita itu kontan menyulut polemik. Zulkipli Chan, anggota DPRD Fraksi PDI, dengan lantang mengecam. "Jika penataran itu terjadi, selain menyalahi peraturan juga wawasan berpikir kita mundur ke zaman sebelum lahirnya Sumpah Pemuda," ujarnya. Ia juga mengingatkan, bahasa Indonesia bahasa negara dan bahasa nasional. Tiap warganya harus tahu bahasa negaranya. Warga pendatang harus menyesuaikan diri, bukan sebaliknya. Suara lebih galak datang dari Ketua KNPI Sumatera Utara, Drs. Manahan Nasution, yang menyebutnya sebagai hal yang menurunkan derajat bahasa Indonesia selaku bahasa nasional dan bahasa negara. "Lebih parah, ini bisa mengganggu rasa persatuan dan kesatuan yang sudah terbina baik selama ini," katanya kepada Sarluhut Napitupulu dari TEMPO. Ia memang sepakat dengan gagasan memasyarakatkan HIP, karena memang proyek nasional. Tapi ada bau Mandarin? "Kalau hal itu sampai terjadi, saya yang pertama menentangnya," tuturnya lantang. Suara galau telanjur bertalu, tapi benarkah ada rencana itu? "Tidak seperti itu yang saya katakan, penafsiran dia saja itu," kata Kolonel TNI-AL Abdillah Nusi, Kakanwil Depnaker Sumatera Utara. Lo, bukankah yang mengutip itu Antara? "Biar Antara atau siapa, apa tak bisa salah?" jawab Nusi, seraya mengungkapkan penataran berbahasa Mandarin itu baru rencana. "Programnya saja belum ada, kok dia bikin untuk pertama kali, itu kan ngarang namanya," katanya. Rencana tadi muncul, menurut Nusi, ketika ia ditanya wartawan apakah pengusaha yang orang asing sudah ditatar HIP. Dijawab, sudah. Bahkan sudah dua gelombang. Untuk gelombang ketiga, rencananya pada 7 September lalu. "Mereka ditatar dengan berbahasa Inggris, tak ada masalah," Nusi menjelaskan. Lalu muncul pertanyaan mengenai orang asing yang tak mengerti bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia. Menurut Nusi, ia bilang kalau memang harus bahasa Mandarin, kita buat rumusannya, dan kita minta pendapat dari instansi-instansi terkait, misalnya sospol. "Jadi, hanya rencana. Belum program," katanya. Lebih jauh tak dijelaskan apa bedanya menggunakan bahasa Inggris atau Mandarin -- kan sama asingnya. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini