Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Sekitar 50 pencinta sejarah Depok mendatangi rumah tua peninggalan Pemerintah Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), yang terletak di area Studio Radio Republik Indonesia (RRI), Cimanggis, Depok, Ahad pagi.
Mereka yang terdiri atas berbagai komunitas pencinta sejarah Depok, seperti Komunitas Bambu Depok Heritage Community, Komunitas Museum, dan Info Depok, menyatakan menolak bila pembangunan kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) oleh Yayasan UIII, yang diketuai Wakil Presiden Jusuf Kalla, sampai merobohkan bangunan yang mereka sebut sebagai Rumah Cimanggis itu.
“Rumah Cimanggis sebagai contoh terbaik dan satu-satunya yang tersisa di Depok dari rumah peristirahatan atau land huizen pejabat VOC di pinggiran Batavia,” kata Ketua Depok Heritage Community Ratu Farah Diba di kawasan Rumah Cimanggis, Ahad, 7 Januari 2017. “Arsitektur paling artistik, gaya pertemuan unsur kebudayaan tropis Jawa dengan unsur gaya klasikisme kebudayaan Eropa dari masa Louis XV.”
Menurut Ratu, Rumah Cimanggis merupakan situs sejarah yang terletak di kilometer 34 jalan arah Bogor, sebelum kawasan Cibinong, di dalam kompleks Studio RRI Depok. Rumah Cimanggis dibangun pada 1775 oleh Gubernur Jenderal van der Parra (1761-1775).
Selain itu, kata Ratu, Rumah Cimanggis menjadi penanda betapa kawasan itu dahulu merupakan hutan, yang kemudian dibuka sehingga menjadi sebuah kota, tempat transit utama dari jalan besar yang menghubungkan antara Batavia dan Buitenzorg (Bogor). Jalan itu kemudian menjadi dasar ide Gubernur Jenderal Daendels untuk membuat jalan raya pos (grote postweg).
Ratu mengutarakan Jalan Deandels adalah jalan yang kelak menjadi asal-usul lahirnya kota-kota modern di Jawa. Namun malangnya Rumah Cimanggis itu tidak dipelihara dengan baik meskipun menyimpan sejarah awal perkotaan modern di Jawa.
Ratu menilai Pemerintah Kota Depok dan RRI lepas tangan serta kurang bersemangat menyelamatkan situs sejarah itu. “Bahkan Pemerintah Kota Depok malas menindaklanjuti Rumah Cimanggis yang sudah terdaftar di BPCB (Badan Pelestari Cagar Budaya) Serang sejak 2011 dengan Nomor 009.02.24.04.11 agar resmi sebagai cagar budaya,” ucapnya.
Menurut Ratu, sepuluha tahun terakhir adalah masa paling mengenaskan bagi nasib bangunan-bangunan bersejarah di Depok. Situs-situs bersejarah yang mayoritas heritage dari abad 18 dan 19 secara berturut-turut dihancurkan. Depok gencar membangun, tapi diarahkan pemerintahnya sebagai kota tanpa ingatan, tanpa masa lalu.
“Pada 2007, Rumah Pondok Cina yang dibangun pada 1690 dihancurkan sebagian besar ruangnya. Disisakan bagian depannya saja, itu pun interiornya telah dimutilasi, disesuaikan untuk keperluan komersial mal dan hotel,” ujar Ratu.
Pada akhir 2013, kata Ratu, giliran Rumah Pembakaran Kapur di Curug, Cimanggis. Situs sejarah yang khas arsitekturalnya dan sudah langka di Indonesia itu dihancurkan untuk gudang pabrik obat. “Itu semua belum termasuk hilangnya dan beralih fungsinya tujuh rumah tua di kawasan Depok Lama selama empat tahun belakangan,” tuturnya.
Sejarawan J.J. Rizal menyesalkan informasi yang beredar bahwa Rumah Cimanggis tidak ada dalam master plan UIII. Di sisi lain, beredar pula informasi bahwa dalam master plan UIII itu Rumah Cimanggis akan diselamatkan dan dikonservasi dengan cara dimasukkan ke area UIII.
Namun, ujar Rizal, sudah banyak kasus bahwa upaya penyelamatan dengan memasukkan situs ke proyek infrastruktur besar malah menjauhkannya dari publik dan membuat situs sejarah tinggal ornamen yang hidup segan mati tak mau. “Bisa disebutkan, seperti nasib candi di area pendidikan UII Yogyakarta, yang akhirnya hanya jadi ruang eksklusif. Apalagi dalam area apartemen, seperti rumah bersejarah keluarga Khou Kim An di dekat Glodok. Serupa nasib Rumah Pondok Cina di dalam pusat perbelanjaan di Depok,” ucapnya.
Menurut pendiri Komunitas Bambu itu, situasi tersebut amat menyedihkan karena bertolak belakang dengan menaiknya semangat warga Depok memperjuangkan penambahan ruang publik yang krisis. Aneka komunitas tumbuh untuk memperjuangkan agenda besar itu, yang salah satunya adalah penyelamatan situs-situs sejarah agar kota itu memiliki jejak masa lalu sebagai penanda keberadaannya yang historis dan beradab.
Apalagi, kata Rizal, Rumah Cimanggis bukan saja bersejarah, tapi juga kawasan ruang terbuka hijau dan resapan yang dikerjasamakan sebagai run off atau penahan laju air dari selatan ke Jakarta.
“Tentu saja, jika bangunan bernilai sejarah dan area sekitarnya itu dialihkan fungsinya akan semakin membuat rentan daya dukung lingkungan kota yang sehat di Depok,” ujarnya. “Juga mengganggu fungsinya yang penting untuk mengurangi debit air agar tak menjadi bencana banjir ke Jakarta.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini