Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEGAWATI Soekarnoputri tak henti mengelap air matanya. Layar televisi di beranda rumahnya di Kebagusan, Jakarta Selatan, pada Rabu siang pekan lalu menayangkan hasil hitung cepat pemilihan presiden. Tangis Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu pecah ketika pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla disebutkan jauh mengungguli duet Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Jokowi disebutkan unggul sekitar lima persen. "Ini hadiah untuk Mbak Mega," kata politikus PDIP, Pramono Anung. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini segera menyalami tuan rumah.
Puluhan anggota tim pendukung Jokowi-JK yang berkumpul bertepuk tangan dan berpelukan. Dua petinggi partai anggota koalisi pendukung pasangan ini, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto serta Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso, berteriak kegirangan. Jarum jam di rumah Megawati menunjuk pukul 14.30.
Megawati diminta berbicara. Ia menyatakan terima kasih, lalu menyebut relawan pendukung Jokowi sebagai "anak muda gagah berani". Ia mengingatkan, pekerjaan belum selesai. Sebab, hasil hitung cepat hanya memberi gambaran, bukan hasil akhir. Ia meminta pendukung Jokowi mengawal perjalanan suara hingga 22 Juli. "Segala kemungkinan masih bisa terjadi. Kita siap menang dan kalah," ujar Megawati.
Mantan presiden itu menganggap lawan politik mereka, yang didukung lebih banyak partai, sangat tangguh. Ia mengibaratkan kubu Prabowo-Hatta sebagai gajah, sedangkan kubu Jokowi sebagai semut. "Kita adalah semut yang harus memenangi pertarungan ini," kata Megawati, yang dua kali kalah pada pemilihan presiden, 2004 dan 2009.
Meski tidak ikut pencalonan, Megawati banyak disebut dalam permainan politik para kandidat. Prabowo dan Hatta menyoroti sejumlah keputusan yang diambilnya ketika ia menjadi presiden pada 2001-2004. Dalam debat calon presiden ketiga, misalnya, Prabowo menanyakan pendapat Jokowi tentang penjualan Indosat pada pemerintahan Megawati. Adapun pada debat calon wakil presiden, Hatta menyindir penjualan ladang gas Tangguh.
Pendukung Prabowo juga selalu mengasosiasikan Megawati sebagai "pengendali" Jokowi. Terutama karena ia menyebut Gubernur Jakarta itu "petugas partai" ketika resmi mengumumkan pencalonan pada Maret lalu. Padahal, menurut dia, "Naif kalau menyebut petugas partai artinya hanya ikut mau Mega."
Megawati mengklaim banyak bekerja untuk memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla. Ia memimpin rapat konsolidasi pengurus partai koalisi, juga bersafari ke berbagai kota. Ia mengaku memerintahkan para pengurus partai di tingkat terbawah mendatangi setiap rumah, mengkampanyekan Jokowi.
Kepada Tempo, Jokowi mengatakan turunnya Megawati ke lapangan pada pekan-pekan terakhir sebelum pemilihan membuat mesin partai bergerak maksimal. Peran Megawati pula, menurut dia, yang membuat anggaran dari partai untuk pemenangan Jokowi-JK akhirnya turun. "Mesin partai 'gas pol' dua minggu sebelum pencoblosan," ujarnya.
Menurut hasil exit poll atau survei pemilih setelah keluar dari bilik suara yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, sekitar 79 persen pemilih PDIP memberikan suara untuk Jokowi. Angka itu merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan semua partai politik peserta Pemilu 2014. Berdasarkan hasil survei itu, persentase pemilih Partai Gerindra yang memilih Prabowo sedikit di bawahnya, yakni 76 persen.
Sore telah datang ketika tetamu di rumah Megawati hiruk-pikuk menyambut hasil hitung cepat. Sang Ketua Umum menyingkir menuju bagian belakang rumah. Hanya sesekali ia keluar menemui puluhan tamu yang masih bertahan. Selebihnya, ia mengurusi tanaman-tanaman kecil di kebun belakang.
Agustina Widiarsi, Nurul M.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo