Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Saling Sengat di Jalur Cepat

Penentuan sampel tempat pemungutan suara menjadi soal dalam hitung cepat pemilihan presiden 2014. Dua "kubu" lembaga survei mencatatkan hasil yang berkebalikan.

14 Juli 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panjang benar keluh-kesah Husin Yazid dalam pertemuan di satu kafe di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat pekan lalu. Kekesalannya berpangkal pada urusan quick count atau hitung cepat pemilihan presiden-pada 9 Juli lalu. Husin adalah Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis). Lembaganya ditengarai abal-abal, dan disorot publik, setelah mengumumkan hasil hitung cepat yang mengunggulkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "Kalau saya kentut pun barangkali menjadi berita," ujarnya kepada Tempo.

Hasil sigi Puskaptis mencatatkan angka 52,05 persen untuk Prabowo dan 47,95 persen untuk Joko Widodo. Husin menegaskan, sigi ini menempuh proses yang benar dan dapat dia pertanggungjawabkan secara akademis. Pengalaman membuat survei politik sejak Puskaptis berdiri pada 2006 dia sorongkan sebagai contoh sukses.

Hitung cepat yang dipandu Husin dan timnya memakai metode multiple random sampling. Rentang kesalahannya 1 persen dan tingkat kepercayaannya 95 persen. Sampel, menurut Husin, ditentukan di 1.250 tempat pemungutan suara dari total 478 ribu lebih TPS di seluruh Indonesia.

Diambil secara acak dan proporsional dari tiap provinsi, TPS yang terpilih sebagai sampel tersebar di 135-150 kabupaten dan kota di 33 provinsi. Komposisi yang dipilih Puskaptis adalah 40 persen sampel dari wilayah ibu kota provinsi dan sisanya di kabupaten-kota. Petugas lapangan kemudian menentukan TPS terpilih. Menurut Husin, lembaganya menurunkan 625 petugas lapangan. Setiap orang menangani dua TPS.

Data hasil penghitungan suara mereka kirimkan ke server Puskaptis di kompleks TV One di Pulogadung, Jakarta Timur. Ada 12 petugas input data dan dua analis data yang ikut bekerja. Tapi Husin merahasiakan pusat komandonya. "Bahaya kalau ketahuan," katanya. Dia mengaku, Puskaptis mengeluarkan biaya Rp 750 juta untuk penyelenggaraan hitung cepat pemilihan presiden 2014. "TV One hanya membiayai penayangannya."

Wakil Pemimpin Redaksi TV One Totok Suryanto tak bisa dimintai komentar. Kontak berulang kali via telepon dan pesan pendek dari Tempo pada Jumat pekan lalu tak berbalas. Husin menilai lembaga-lembaga survei yang mengunggulkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla tak bisa memberi cap tak profesional kepada Puskaptis. Bahkan dia menegaskan, "Lembaga survei yang hasilnya berlawanan dengan KPU, ayo, membubarkan diri."

Puskaptis tak sendiri. Ada tiga lembaga lain yang mengunggulkan Prabowo, yakni Jaringan Suara Indonesia (JSI), Lembaga Survei Nasional (LSN), dan Indonesia Research Center (IRC). Hasil Puskaptis paling mencolok karena jarak kekalahan Jokowi dari Prabowo sekitar lima persen. Ketiga lembaga lain mencatatkan perbedaan sekitar satu persen.

l l l

Hitung cepat dengan hasil sebaliknya datang dari sejumlah lembaga survei dengan rekam jejak kredibel di dunia persigian. Mereka memastikan Jokowi-JK unggul sekitar 5 persen dari Prabowo dengan angka rata-rata 52 persen. Lembaga survei CSIS-Cyrus, Populi Center, Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Indikator Politik Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, dan Poltracking mencatatkan keunggulan Jokowi-JK. "Gampang membuktikan mana yang benar. Buka-bukaan data saja," ujar Hasan Nasbi, Direktur Eksekutif Cyrus Network.

Hasan hadir dalam jumpa pers lembaga-lembaga survei yang mengunggulkan Jokowi-JK pada Kamis pekan lalu di Hotel Atlet Century, Jakarta. Hasil kerja mereka ditayangkan antara lain di Metro TV, Grup Trans, SCTV, Indosiar, Net TV, dan Berita Satu TV.

Tentang perbedaan hasil ini, lembaga-lembaga survei "kubu" Husin Yazid memilih bungkam. Direktur Eksekutif IRC sekaligus Pemimpin Redaksi RCTI Arya Sinulingga menolak memberi penjelasan. RCTI dan IRC adalah anak usaha Grup MNC-milik Hary Tanoesoedibjo-yang menyokong kubu Prabowo-Hatta.

Direktur Eksekutif LSN Umar S. Bakry tak merespons kontak-kontak untuk konfirmasi. Sedangkan Widdi Aswindi, Direktur Eksekutif JSI, membatalkan pertemuan dengan Tempo.

Nico Haryanto, Direktur Eksekutif Populi, menganggap hitung cepat kubu Husin parah dalam pelaksanaan. Keterbukaan pembiayaan juga tak dilakukan. Alumnus Ohio University dan Northern Illinois University, Amerika Serikat, ini memilih membuka sumber-sumber pembiayaannya. Menurut Nico, lembaganya menghabiskan biaya Rp 2,4 miliar. Sumber pendanaan adalah Yayasan Populi Indonesia, Rajawali TV, serta Suara.com. "Hitung cepat enggak mungkin habis Rp 750 juta. Pasti lebih," kata Nico.

Petugas lapangan Populi, misalnya, mendapat honor Rp 750 ribu per hari untuk honor kerja hitung cepat, exit poll, dan pengawasan. Menurut Nico, andai ada lembaga survei yang hanya melakukan hitung cepat dalam pemilihan presiden ini, total biaya minimal setengah dari yang dikeluarkan Populi. Jumlah petugas pun harus sebanyak sampel TPS. Populi mengambil sampel 2.000 TPS. Alasannya? Melipatgandakan sampel minimal 200 TPS. Nico menggerakkan 2.200 petugas hitung cepat. "Apa bisa satu orang berada di dua tempat pada waktu yang sama?" ujar Nico.

Ia juga mengkritik kewenangan petugas lapangan menentukan sampel. TPS mana yang harus diteliti seharusnya ditentukan oleh kantor pusat. Nico juga menggunakan stratified random sampling dalam hitung cepat pemilihan presiden-karena sampel TPS sudah diketahui dari data di Komisi Pemilihan Umum. Adapun multistage random sampling biasa digunakan untuk survei pada populasi yang besar dan tak diketahui urutan sampelnya.

Adik kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, membantah tudingan bahwa kubu Husin Yazid adalah tim sukses kakaknya. Sebaliknya, dia menuding lembaga survei "seberang" berafiliasi dengan Jokowi-JK. "Saya tahu itu," katanya Kamis pekan lalu.

Nico dan kawan-kawan tak menampik jika disebut pro-Jokowi. Meski begitu, pendiri SMRC, Saiful Mujani, menegaskan agar obyektivitas survei janganlah dikotori dukungan politik. "Di kantor saya, tak semua mendukung Jokowi, tapi surveinya obyektif," ujarnya. Pendapat serupa datang dari Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dan Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya. Kata Yunarto, "Data surveinya bisa dicek."

Jobpie Sugiharto, Kartika Candra, Prihandoko, Singgih Soares, Wayan Agus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus