Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOPI luak mempunyai tempat khusus di hati Sastia Prama Putri. Ia adalah peneliti pertama yang menemukan cara mengidentifikasi keaslian kopi eksotis asli Indonesia tersebut. Penelitiannya itu kemudian dimuat di jurnal empat lembaga prestisius dunia, di antaranya Journal of Agricultural and Food Chemistry. Berkat karya kopi luak ini, Sastia menjadi dosen tetap Osaka University, salah satu kampus bonafide di Jepang.
Semua berawal dari kegundahan Sastia tentang begitu mudahnya kopi luak dipalsukan sembilan tahun silam. Ia saat itu baru saja menyelesaikan program doktoral dari International Center for Biotechnology, Osaka University. Sastia memilih tetap tinggal di sana. Berbekal pengetahuan di bidang sains baru, metabolomik, dia melamar ke laboratorium Osaka University untuk mengembangkan ilmu terapan yang dipelajarinya saat menjalani program magister dan doktoral selama empat tahun terakhir.
Proyek pertamanya adalah penelitian biofuel kerja sama pemerintah Jepang dan Amerika Serikat. Sembari mengerjakan proyek ini, Sastia diminta profesornya, Eiichiro Fukusaki, membimbing satu mahasiswa baru program magister asal Indonesia. Selama melakukan bimbingan, Sastia kerap berdiskusi dengan mahasiswa itu mengenai ide-ide penelitian tentang kopi luak. “Waktu itu lagi booming soal kopi luak. Tapi bagaimana memastikan kopi luak yang asli, campuran, atau palsu belum ada,” kata Sastia saat ditemui di kediamannya di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, pada Senin, 6 Mei lalu.
Perubahan konsentrasi komponen asam malat (malic acid) dan asam sitrat (citric acid) yang menjadi tinggi ketika dikonsumsi luak inilah yang akhirnya bisa dijadikan penanda keaslian. Peningkatan keasaman ini juga berpengaruh pada cita rasa kopi luak tersebut. “Tanpa metabolomik, susah untuk dapat marker-nya,” ujarnya.
Kopi luak merupakan kopi termahal dengan harga per cangkir bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Ini karena proses pengolahannya unik dan terbatas lantaran biji kopi dimakan luak lebih dulu. Karena harganya dibanderol tinggi, kopi ini banyak dipalsukan. Secara kasatmata, orang-orang pada umumnya bisa membedakan keaslian biji kopi luak sebelum dihaluskan. Namun, ketika kopi luak itu sudah dalam bentuk bubuk atau disajikan sebagai minuman, sulit untuk mengidentifikasi keasliannya.
Berbekal data riset sementara, Sastia juga menemukan permasalahan yang paling besar untuk kopi Indonesia adalah sertifikasi dan autentikasi. Karena itu, perempuan 37 tahun ini tertarik mengidentifikasi keaslian kopi luak untuk bisa menjaga pamor Indonesia di kancah perdagangan kopi internasional.
Dia kemudian mengajukan proposal penelitian identifikasi keaslian kopi luak melalui metode metabolomik kepada Profesor Fukusaki. Metabolomik merupakan disiplin ilmu yang mengkombinasikan biologi, kimia, dan statistik yang mempelajari metabolit, senyawa kimia yang terlibat dalam proses metabolisme makhluk hidup. Aplikasi ilmu ini untuk pengembangan kedokteran hingga pertanian. Ilmu metabolomik saat ini berkembang pesat di Inggris, Amerika, Jepang, dan Eropa.
Beberapa hari kemudian, sang profesor memberi tanggapan atas proposal Sastia. “Kamu saya rekrut untuk proyek Amerika, 100 persen effort kamu seharusnya untuk itu. Saya akan memperbolehkan kamu meneliti soal kopi, tapi kami tidak bisa mendanai,” ujar Sastia menirukan ucapan Profesor Fukusaki.
Tak ada dukungan dana dari profesornya tidak membuat Sastia patah semangat. Di sela-sela mengerjakan proyek biofuel, dia mengajukan cuti. Sastia merogoh uang pribadinya untuk pulang ke Indonesia. Berbekal riset sementara, dia langsung terbang ke Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur.
Disambut hangat Tim Pusat Penelitian Kopi, Sastia mendapatkan sampel berbagai jenis kopi yang sudah dikonsumsi luak ataupun yang belum. “Kami menyediakan seluruh sampel yang diperlukan Bu Sastia, baik arabika maupun robusta. Sudah ataupun belum dimakan luak,” kata Penanggung Jawab Laboratorium Citarasa Kopi Pusat Penelitian Kopi dan Kokoa Indonesia, Yusianto.
Tim Pusat Penelitian Kopi juga membantu menyangrai kopi dari berbagai daerah yang akan dijadikan sampel. Yusianto, yang merupakan ahli kopi, juga memilihkan biji-biji berkualitas. Setelah dua pekan berkutat di Jember, Sastia kembali terbang ke Osaka untuk melakukan penelitian di laboratorium. Komponen-komponen yang terkandung dalam kopi sangat mirip. Yang paling kentara dibedakan adalah komponen varietas kopi berdasarkan letak geografisnya. “Datanya sangat kompleks,” ujar Sastia.
Setelah memprofilkan berbagai jenis kopi dan bongkar-pasang instrumen penelitian selama satu tahun, akhirnya Sastia menemukan cara yang pas untuk pengujian keaslian kopi luak. Ia menggunakan instrumen gas chromatography mass spectrometry.
Sastia menganalisis komponen yang ada dalam kopi tanpa dikonsumsi luak dengan yang telah dicerna hewan bernama ilmiah Paradoxurus hermaphroditus itu. “Setelah dicerna, komponennya berubah,” kata perempuan lulusan program strata satu Jurusan Biologi di Institut Teknologi Bandung itu.
Perubahan konsentrasi komponen asam malat (malic acid) dan asam sitrat (citric acid) yang menjadi tinggi ketika dikonsumsi luak inilah yang akhirnya bisa dijadikan penanda keaslian. Peningkatan keasaman ini juga berpengaruh pada cita rasa kopi luak tersebut. “Tanpa metabolomik, susah untuk dapat marker-nya,” ujarnya.
Sastia mengulangi penelitian itu dengan sampel yang lebih banyak. “Apakah tendensi itu bisa diulangi? Dan ternyata hasilnya tetap,” kata dosen luar biasa ITB ini. Penelitian ini menarik perhatian mentornya di Osaka University. “Profesor pembimbing saya mulai mau mengembangkan ilmunya bukan hanya untuk pangan asli Jepang dan Asia Timur, tapi juga pangan Indonesia,” ucap ibu satu anak tersebut.
Sastia Prama Putri di laboratoriumnya di Jepang, 9 Mei 2019. Dok. Anjaritha Parijadi
Mendapat dukungan dari profesornya, Sastia akhirnya bisa mengembangkan kolaborasi dengan berbagai kampus dan lembaga di Indonesia. Ia juga tak perlu gelisah mencari pendanaan penelitian. Selain bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Sastia kini bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, serta Pipiltin. Mereka sedang meneliti tempe, mangga, manggis, kakao, dan udang. “Saya dikasih kesempatan di Jepang. Di sana punya teknologi yang berguna tapi kepakainya buat Jepang dan Amerika saja. Saya ingin juga ngelakuin sesuatu untuk Indonesia,” kata Sastia. “Untuk peningkatan pangan Indonesia.”
Sastia membawahkan tiga dari lima tim laboratorium Osaka University. Dua puluh mahasiswa magister dan doktoral dari Indonesia serta Jepang membantu Sastia meneliti varietas mangga, manggis, dan autentikasi kakao. Sastia kini juga tetap melanjutkan penelitian mengenai kopi. “Kita tahu kualitas kopi Indonesia. Bagus memang. Untuk bisa meningkatkan kualitas itu, apa yang harus kita target?” ujarnya.
Saat ini Sastia masih bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Perjanjian kerja sama yang sudah habis selama lima tahun itu kini diperpanjang lagi untuk memetakan kualitas kopi secara kuantitatif.
Sastia Prama Putri
Tempat dan tanggal lahir: Tangerang, 8 Desember 1982
Pendidikan: S-3 (doktoral) bioteknologi Osaka University, Jepang
Pekerjaan: Asisten profesor Osaka University dan dosen luar biasa Institut Teknologi Bandung
Penghargaan: Osaka University Award, diberikan oleh Presiden Osaka University untuk layanan luar biasa dalam bidang pendidikan pada 2018; Penghargaan atas kontribusi luar biasa bagi pendidikan tinggi dan penelitian Indonesia, diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada 2018; Penelitian yang paling banyak dikutip (lima besar penelitian yang paling banyak dikutip dalam lima tahun), Journal of Bioscience and Bioengineering pada 2006; L’Oréal Award for Women in Science pada 2016; Special Recognition Award from the Metabolomics Society for the Service as Board of Directors pada 2015; Metabolomics Australia Poster Prize Winner, 8th Annual Meeting of the Metabolomics Society, Glasgow, Kerajaan Inggris, pada 2015; Outstanding Student Oral Presentation Award (1st Place Winner), 42nd Annual Meeting of the Society for Invertebrate Pathology, Park City, Utah, Amerika Serikat, pada 2009
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo