Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perang rahasia bos cia

William casey, direktur cia, mau membalas dendam atas pengeboman markas marinir as di libanon. bekerja sama dengan dinas rahasia arab saudi untuk membunuh fadlallah, ketua hizbullah, namun gagal.

17 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Perang rahasia bos cia
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MUSIM gugur 1984. Di Ruang Oval Gedung Putih percik-percik perapian masih terlihat, sore itu. Pertanda ada pertemuan di luar resmi, pertemuan yang akrab. Itulah hari-hari pertama masa pemerintahan Ronald Reagan yang kedua, setelah ia memenangkan pemilihan lagi. Salah seorang lawan bicara Presiden tua berkaca mata, yang dahinya lebar dan selalu berkerut. Rambutnya telah putih, pipinya sedikit gemuk. Dialah William Casey, 71 tahun waktu itu, Direktur CIA sejak 1981. Ada sesuatu yang serius. Memang. Amerika Serikat baru saja dicundangi di Timur Tengah. Pada 23 Oktober 1983, sebuah truk yang ternyata penuh bom nyelonong masuk ke markas marinir AS di Beirut. Truk meledak, 141 marinir tewas. Di tahun itu pula Kedutaan AS di Beirut dibom. Dinas intelijen angkatan bersenjata AS mengirimkan tim penyelidik. Seorang tertuduh mati karena "disetrum". Tapi tim ini tak memperoleh apa pun, nol besar. Teroris unjuk gigi lagi. William Buckley, yang dikenal sebagai staf urusan politik di Kedutaan Besar AS di Beirut, diculik ketika keluar dari apartemennya di Beirut kawasan Muslim, 16 Maret 1984. Hingga pertemuan musim gugur itu (bahkan sampai hari ini), Buckley tak terdengar kabar beritanya. CIA marah. Terlebih Casey, tak cuma berang, tapi juga cemas. Dialah yang paling tahu siapa Buckley sebenarnya. Sehari-hari memang cuma dikenal sebagai staf kedubes. Tapi dialah salah seorang kepala operasi CIA di Timur Tengah. Dan Casey yakin, pihak penculik tahu ini. Sore itu niat balas dendam Casey menemukan bentuknya yang nyata. Beberapa hari sebelumnya staf kepresidenan menyampaikan pertanyaan Reagan, yakni tentang kemungkinan CIA melatih kesatuan kecil di Timur Tengah. Kesatuan itu harus mampu mengawasi semua gedung dan orang Amerika di Beirut, terutama. Personelnya harus bisa cepat bertindak, menggasak teroris dan melindungi warga AS, begitu mencium bahaya. Gagasan itu dibicarakan setelah Menteri Pertahanan Caspar Weinberger menolak melakukan tindakan militer. Melakukan serangan udara dari kapal perang New Jersey, salah satu kapal AS dari armada yang beroperasi di Timur Tengah, terlalu riskan. Selain itu, serangan udara selalu meminta korban penduduk sipil tak berdosa. "Tidak, terima kasih, ini bukan bagian kami," jawaban Pentagon. Di dalam dinas rahasia AS sendiri sebenarnya timbul perdebatan tentang gagasan melatih kesatuan kecil itu. CIA, kata sebagian anggota, bukan untuk membunuh, tapi melakukan kerja intelijen. Namun, Casey nekat, dan George Shultz, Menteri Luar Negeri, mendukung dia. Dan Casey rupanya sudah siap dengan rencana. Jalan pendek membentuk kesatuan kecil di Timur Tengah, katanya kepada Presiden, tidak sulit. AS bisa bekerja sama dengan Israel yang berpengalaman. Tapi secara politis, melibatkan Israel dalam operasi ini sama halnya menyarankan kepada dunia untuk mencap kesatuan yang terbentuk sebagai anti-Arab. Mestinya kesatuan ini mengesankan sebagai antiteroris, agar dunia ikut mendukungnya. Reagan waktu itu menyarankan kepada Casey agar memberi tahu komite intelijen di Kongres. Dan inilah kesaksian John Poindexter, Kepala Dewan Keamanan Nasional waktu itu. "Casey berbisik ke telinga Presiden dan Presiden manggut-manggut," tuturnya. Apa jawab Casey atas saran Presiden agar memberi tahu Kongres? Dia akan menggarap gagasan ini secara pribadi karena ini soal yang sangat sensitif. Tak seorang pun yang doyan bicara boleh tahu. Ia akan membuktikan bahwa CIA mampu melancarkan satu operasi yang benar-benar rahasia. Sementara itu, CIA membenahi cabang Beirutnya. Hampir semua orangnya diganti. Bahkan tugas-tugas tertentu dialihkan kepada dinas rahasia Libanon, yang keras dan bersemangat membunuh. Tentu saja semua biaya, teknikus, dan peralatan datang dari kantor William Casey. Tiba saatnya melakukan pukulan balasan. Mula-mula Casey berniat merekrut orang Libanon untuk kesatuan kecilnya. Tapi ini sangat riskan. Orang-orang yang lahir di negeri tanpa kedamaian itu menurut Casey sulit dikontrol, dan semangat membunuhnya besar sekali. Sementara itu, orang-orang CIA sendiri tak bersedia masuk menjadi anggota kelompok. Bos ini selalu berhadapan dengan wajah-wajah yang ditekuk, membayangkan bahaya di Timur Tengah, bila ia mencoba berbicara dengan anak buahnya sendiri tentang "lowongan" ini. Akhirnya, bos CIA menengok kepada dinas rahasia Arab Saudi dan Raja Fahd. Dengan biaya US$ 3 juta, pihak Arab bersedia melaksanakan gagasan itu. Suatu hari di awal 1985. Pangeran Bandar, duta besar Arab Saudi untuk AS di Washington, menerima pesan dari Raja Fahd. Isinya: agar ia melakukan kerja sama dengan Casey, dan ini tugas rahasia. Segera Bandar menghubungi Langley, markas besar CIA. Ia ditemui sang bos sendiri, yang segera menyarankan pertemuan kedua, di suatu tempat -- ada kesan Casey tak mau membicarakan soal ini di markasnya sendiri. Mereka setuju mengadakan pertemuan di kediaman Bandar, sebuah permukiman yang sangat mewah, di siang hari. Sehabis makan siang, Casey dan tuan rumah berjalan-jalan di kebun. Di suatu sudut di hamparan rumput hijau, cukup jauh dari rumah dan para pengawal, Casey tiba-tiba menarik sesuatu dari sakunya. Sebuah kartu, yang lalu digenggamkannya ke tangan Pangeran Bandar. Ternyata, sebuah cek sebesar US$ 3 juta, yang bisa diuangkan di sebuah bank di Jenewa, Swiss. "Secepat saya uangkan cek ini, semua jejak akan saya musnahkan," kata Pangeran. Ia ingin meyakinkan kompanyonnya bahwa pihaknya bisa dipercaya. "Tak usah khawatir," sahut bos CIA itu. "Segera kami akan menutup rekening di bank itu." Artinya, begitu uang dicairkan, tak lagi mungkin dilacak lewat bank di Jenewa itu semua hal berkaitan dengan cek tersebut. Pangeran Bandar tampaknya memang sudah ahli membuat suatu pertemuan nyata menjadi pertemuan fiktif. Selama ini dubes Arab Saudi itu dicurigai menyalurkan dana buat gerilyawan Contra di Nikaragua. Dan selalu, bila hal ini ditanyakan kepadanya, jawabnya adalah ketawa yang dilanjutkan ceramah panjang lebar tentang betapa tidak mungkinnya itu terjadi. Casey dan Bandar sangat setuju bahwa menumpas teroris di Timur Tengah sangat menguntungkan, baik bagi Amerika maupun Arab Saudi. Mereka tahu siapa di balik terorisme di Beirut waktu itu. Yakni, seorang pemimpin Islam Fundamentalis bernama Syeik Fadlallah, dan Ketua Partai Allah (Party of Cod) yang dikenal sebagai Hizbullah. Fadlallah-lah ng bertanggung jawab atas tiga pengeboman markas marinir dan Kedutaan Besar AS di Beirut. Dan kemudian langkah pun semakin pasti. Dinas rahasia Arab Saudi merekrut seorang Inggris, anggota pasukan elite khusus yang populer disebut SAS (Special Air Service). Orang ini sering keluar-masuk Libanon dan negara-negara Timur Tengah yang lain. Tampaknya, ia pantas menjadi pemimpin operasi yang gawat ini. Dan tentu saja, semua yang dilakukan oleh pihak Arab Saudi "tak ada kaitan apa pun" dengan CIA. Dinas rahasia Arab Saudi sangat membantu kerahasiaan operasi yang didalangi Casey ini. Bila ada pertanyaan tentang kegiatan antiteroris Arab Saudi, selalu di jawab CIA tak tahu-menahu, apalagi membantu. Dan sesungguhnya kerja sama antara CIA dan dinas rahasia negara di luar AS merupakan salah satu masalah yang tak terjangkau oleh Kongres. Dengan alasan hal itu sangat sensitif, Casey menolak permintaan Kongres agar menjelaskan kerja sama itu. Memang, tak senoktah pun jejak ditinggalkan. Akan sangat sulit membuktikan bahwa ClA sebagai lembaga terlibat dalam membentuk kesatuan antiteroris di Arab Saudi itu. Tak sehuruf pun ada catatan, tak sekata pun ada rekaman. Uang US$ 3 juta, misalnya, didepositokan oleh pihak Arab di Jenewa lewat transfer berbelit-belit dari beberapa bank. Pokoknya, mustahil dilacak asal-usulnya. Sementara itu, orang SAS yang diserahi memimpin operasi ini mulai bergerak. Ia membentuk kelompok yang sulit dilacak identitasnya dengan cara melarang anggota kelompok berkomunikasi satu sama lain kecuali lewat dia. Sekelompok orang diserahi mengurus bahan peledak. Kelompok lain bertanggung jawab atas transportasi. Sejumlah informan dibayar untuk menunjukkan beradanya Fadlallah pada jam dan hari yang telah ditentukan. Satu kelompok lagi disiapkan untuk merencanakan muslihat, hingga setelah aksi selesai orang tak akan menghubungkannya kepada Arab Saudi maupun CIA. Pelaksanaan aksi itu sendiri menjadi tanggung jawab beberapa orang yang direkrut oleh dinas rahasia Libanon. 8 Maret 1985. Sebuah mobil penuh bahan peledak meluncur ke arah pinggiran Beirut. Di suatu jalan mobil itu diparkir. Di sebuah bangunan lima puluh meter dari mobil, menurut informasi terakhir, di situlah waktu itu Fadlallah tinggal. Dan meledaklah mobil itu dengan hebatnya. Bangunan runtuh, api menyala di mana-mana. Kemudian diketahui 8 orang sipil meninggal, 200 luka parah. Mereka yang berada di dalam dan di sekitar gedung itu mati, luka, atau terguncang jiwanya. Tapi, ajaib, Fadlallah lolos, konon, dengan segar-bugar. Mendengar berita lolosnya Fadlallah, Pangeran Bandar tiba-tiba kejang perut. Semua jejak harus segera dimusnahkan, pikirnya. Segera disebarkan informasi bahwa di belakang ledakan itu adalah Israel. Tapi pihak Saudi ingin membuktikan lebih jauh bahwa Arab Saudi sungguh tak terlibat dalam aksi itu. Soalnya, Fadlallah akan tetap menjadi persoalan kapan pun. Bandar menyuruh orang-orangnya mendekati pemimpin Islam Fundamentalis itu dan menawarkan sejumlah US$ 2 juta dengan imbalan agar Fadlallah memberikan informasi bila akan ada gerakan teror terhadap Saudi atau Amerika Serikat. Fadlallah menerima tawaran itu. Hanya ia minta uang diwujudkan dalam makanan, obat-obatan, dan pendidikan. Sesudah itu tiada lagi teror terhadap AS yang melibatkan Fadlallah. Lebih mudah menyuap dia daripada membunuhnya," kata Bandar. Sesudah operasi itu, Bandar masih dua kali kerja sama dengan Casey. Membangkitkan aksi anti-Qadhafi di Chad dengan bayaran US$ 8 juta. Lalu, dengan biaya US$ 2 juta, mencegah komunis berkuasa di Italia. Dua perasi rahasia ini pun tak meninggalkan. Dan masih banyak operasi CIA kecil yang lain. Hingga, umpamanya, diketahui bahwa Presiden Mesir Anwar Sadat pernah mengisap obat bius, Raja Fahd pernah mabuk, dan Qadhafi pemimpin Lybia itu suka memakai rias wajah dan sepatu tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus