DENGAN langkah yang tak begitu pasti, Bob Woodward, reporter harian Washington Post itu, bergegas ke sebuah tempat parkir umum bawah tanah. Suasana lengang, dan remang-remang. Bob celingak-celinguk. Tiba-tiba terdengar suara menegur dari balik sebuah pilar. Suara itu terdengar berwibawa, memerintahkan Bob berhenti di tempat ia berdiri. Suara itu mengagetkan Bob. Langkahnya menjadi surut. Itulah orang yang akan di jumpainya, yang selama ini selalu menjadi narasumbernya -- sumber yang membeberkan keterlibatan orang-orang "dalam" Gedung Putih yang melakukan usaha sabotase dan penyadapan di markas besar partai Demokrat di Watergate pada 1972. Pembicaraan setengah berbisik antara mereka berdua rasanya berlangsung tak terlalu lama. Tapi semua informasi yang ditanyakan Bob keluar dari mulut tokoh yang kemudian disebut-sebut sebagai Deep Throat. Dengan agak grogi, ia segera pulang. Sebuah berita besar ia siapkan. Inilah awal karier Bob yang menjadikan dia wartawan terkenal: membongkar skandal Watergate. Bob dibantu rekan sekerjanya yang lebih senior, Carl Bernstein, mengungkapkan keterlibatan orang-orang Presiden Richard Nixon (dari partai Republik) yang "main kayu". Gara-gara pemberitaan itu, Nixon tumbang dari singgasananya di Gedung Putih pada 1974. Siapa orang yang disebut si Deep Throat? Hingga sekarang hanya Bob dan Carl saja yang tahu. "Suatu saat nanti pasti akan saya kemukakan siapa dia sebenarnya," janji Bob. Laporan Bob dan Carl membuat mereka dianugerahi Hadiah Pulitzer yang bergengsi buat dunia jurnalistik. Mereka berdua lalu membukukan laporan itu dengan judul All The President's Men. Saking larisnya buku itu, J. Pakula, seorang sutradara kenamaan, lalu memfilmkannya. Robert Redford dan Dustin Hoffman memerankan Woodward dan Bernstein . Awal Oktober ini, untuk kesekian kalinya, Bob kembali mengguncangkan Amerika. Ia menerbitkan bukunya yang kelima berjudul Veil: The Secret Wars of the CM, 1981-1987. Kali ini ia menelanjangi CIA. Ia menulis aksi-aksi terselubung yang dilakukan dinas rahasia AS itu di beberapa negara. Dan kali ini ia tak merahasiakan sumber utamanya: William Casey, bekas direktur CIA (1981-1987) yang meninggal dunia Mei lalu. Robert Upshur Woodward lahir pada 26 Maret 1943 di kota kecil Geneva di Negara Bagian Illinois. Dia anak tertua dari enam bersaudara. Dari Yale University, pada 1965 ia memperoleh gelar sarjana muda di bidang Sejarah dan Literatur Inggris. Lalu ikut wajib militer di kesatuan AL, bertugas selama lima tahun, dan sempat dikirim ke Perang Vietnam. Usai wajib militer, 1970, Bob sebenarnya diterima di Sekolah Tinggi Hukum Harvard mungkin hendak mengikuti profesi ayahnya, seorang hakim. Namun, ia lebih tertarik pada cita-cita lain. "Saya ingin melakukan sesuatu, dan sepertinya, jurnalistik adalah pekerjaan yang jujur," kata Bob. Itulah yang kemudian mendorongnya melamar ke Washington Post. Berambut cokelat dan memiliki sepasang mata hitam, wartawan ini bertubuh sedang-sedang saja. Tapi bicaranya begitu membujuk sehingga mampu meyakinkan salah seorang redaktur di surat kabar itu. Ia diberi kesempatan magang dua minggu tanpa gaji. Dan Bob sempat membuat 17 cerita. Tapi tak satu pun ceritanya dimuat. "Mereka bilang saya payah," katanya mengenang. Bob kemudian dianjurkan mencari pengalaman lagi, bekerja di lain penerbitan. Bob kemudian bekerja di sebuah mingguan lokal Sentineldi Maryland. Di sini agaknya bakat reportase investigasinya muncul dan berkembang. Bob sangat cerdik memancing sumber berita supaya buka mulut, karena itu ia mendapat julukan: sang interogator. Selama di Sentinel Bob rajin mengirimkan tulisan-tulisannya yang dimuat ke Post. Ia selalu minta kepada redaktur harian itu untuk memberinya lagi kesempatan. Akhirnya, ia diterima juga, September 1971, saat ia berusia baru 28 tahun. Dalam sembilan bulan pertama Bob sudah kelihatan menonjol. Ia lebih produktif ketimbang 60 reporter lainnya yang bertugas di rubrik Kota. Dan hebatnya lagi, setahun kemudian, bersama Carl, membongkar skandal Watergate. Dan 15 tahun kemudian, sebelum bos CIA Casey meninggal, Bob sempat mewawancarainya. Dan wawancara itulah kini menjadi satu-satunya dokumen tertulis akan hal-hal yang diketahui oleh Casey. Tentang kasus penyelewengan hasil penjualan senjata dari AS ke Iran yang dialihkan kepada pemberontak Contra di Nikaragua, misalnya. Bisa jadi jawaban Casey, "Saya percaya," ketika ia sudah terbaring di rumah sakit membenarkan, pengalihan dana itu. Inilah bagian yang paling peka dari buku Bob. Tapi istri Almarhum, Sophia Casey, menyangkal. Ia mengaku menunggui suaminya setiap saat menjelang ajalnya, tanpa pernah ketemu Bob. "Dia tak pernah menjenguk suami saya," kata Ny. Casey. Lagi pula, "Tak mungkin suami saya berbicara. Lidahnya sudah lumpuh." Toh, di samping buku itu bisa dipandang sebagai otokritik buat AS, tetap ada yang dianggap keterlaluan. Setidaknya tiga bekas direktur CIA, Richard Helms (1966-1973), William Colby (1973-1976), dan Stansfield Turner (1977-1981), merasa khawatir atas penelanjangan instansi vital AS itu. Khususnya yang menyangkut masalah keamanan dalam negeri dan hubungan dengan pemerintahan negara lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini